Peningkatan Berat Badan Akibat Penggunaan Antidepresan

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ

Pemberian antidepresan dilaporkan berhubungan dengan efek samping peningkatan berat badan dan faktor risiko timbulnya obesitas. Antidepresan merupakan salah satu jenis obat yang sering digunakan untuk mengatasi gangguan psikiatri.[1]

Depresi adalah kondisi penurunan mood yang terus menerus, disertai dengan kehilangan minat untuk aktivitas rekreasional dan kelemahan tubuh yang terus menerus serta menimbulkan gangguan dalam fungsi sehari-hari.[2]

obese

Etiologi dan patofisiologi pasti depresi masih belum diketahui, tetapi diperkirakan melibatkan sistem neurotransmiter monoamin dan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa obat-obat yang memanipulasi neurotransmiter monoamin bisa memperbaiki gejala depresi.[2]

Obat antidepresan umumnya bekerja dengan memanipulasi jalur transmisi dari neurotransmiter monoamin. Meskipun keseimbangan monoamin di celah sinaps dapat dikembalikan dengan cepat, tetapi efek antidepresan yang optimal baru didapatkan setelah 3–4 minggu terapi. Ada beberapa golongan antidepresan, antara lain:

  • Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) seperti tranylcypromine, phenelzine, dan isocarboxazid

  • Golongan trisiklik seperti amitriptilin, nortriptilin, imipramine, clomipramine

  • Golongan tetrasiklik seperti bupropion, maprotilin
  • Noradrenaline and specific serotonergic antidepressants (NASSA) seperti mirtazapine

  • Serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine, escitalopram, sertraline

  • Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI) seperti venlafaxine, duloxetine, reboxetine

  • Serotonin antagonist and reuptake inhibitor (SARI) seperti trazodone, nefazodone[2]

Meskipun indikasi awalnya adalah untuk depresi, tetapi pada perkembangannya muncul berbagai indikasi lain dari antidepresan. Di Indonesia, selain untuk penanganan depresi, antidepresan juga banyak digunakan untuk penanganan berbagai spektrum gangguan cemas, seperti gangguan cemas menyeluruh, post traumatic stress disorder, gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan psikosomatis. Di neurologi, beberapa antidepresan juga digunakan untuk penanganan nyeri pada kasus-kasus neuropati.

Efek Samping Antidepresan

Efek samping antidepresan jarang dilaporkan. Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hal ini relatif singkat, umumnya hanya selama 6 bulan, yaitu standar waktu untuk farmakoterapi depresi dengan antidepresan. Hal tersebut mengakibatkan kesulitan menilai efek samping jangka panjang akibat penggunaan antidepresan.

Sebuah studi kohort retrospektif dengan 927 subyek oleh Bet et al. melaporkan bahwa efek samping akibat penggunaan antidepresan akan meningkat insidensinya pada subyek dengan depresi yang lebih berat, mempunyai 3 atau lebih diagnosis psikiatri, dan dosis yang lebih tinggi.[4]

Insidensi yang lebih rendah ditemukan pada subyek dengan usia yang lebih tua dan durasi penggunaan lebih lama. Namun, efek samping peningkatan berat badan berhubungan dengan durasi penggunaan yang panjang dan jenis kelamin perempuan.[4]

Namun, penelitian lain oleh Paige et al. melaporkan bahwa peningkatan berat badan akibat penggunaan antidepresan tidak berhubungan dengan durasi penggunaan.[5]

Efek samping antidepresan, antara lain berupa efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, mual, konstipasi, atau diare, gangguan tidur, mengantuk, gelisah, spasme otot, nyeri kepala, keringat berlebihan, disfungsi seksual, peningkatan berat badan, dan efek samping serotonergik.[4]

Efek samping yang paling banyak ditemukan berbeda-beda untuk setiap golongan antidepresan. Antidepresan golongan trisiklik memiliki efek samping terbanyak, terutama efek samping antikolinergik, dan yang paling berat adalah efek samping kardiovaskular.

Venlafaxine mempunyai efek samping keringat berlebihan. Bupropion dan fluoxetine mempunyai efek samping peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan mirtazapine dan nortriptilin. Antidepresan golongan trisiklik, MAOI, dan mirtazapine adalah antidepresan dengan potensi peningkatan berat badan yang lebih tinggi bila dibandingkan golongan SSRI.[4,6,7]

Peningkatan Berat Badan Akibat Penggunaan Antidepresan

Penggunaan antidepresan golongan SSRI dan SNRI pada awalnya akan menimbulkan penurunan berat badan sehingga sering digunakan pada penanganan awal pasien obesitas dengan binge eating disorder. Namun, pada penggunaan jangka panjang, misalnya 6 bulan untuk penanganan depresi, justru menimbulkan risiko peningkatan berat badan.[2,6,7]

Mirtazapine dan nortriptilin adalah antidepresan yang banyak dilaporkan berhubungan dengan peningkatan berat badan. Sementara escitalopram, adalah yang paling sedikit. Mekanisme terjadinya perubahan efek terhadap berat badan untuk penggunaan jangka pendek dan jangka panjang masih belum jelas.[2,6,7]

Sebuah penelitian kohort di tahun 2018 melaporkan penggunaan antidepresan bisa menimbulkan peningkatan berat badan yang signifikan. Bahkan, setidaknya sampai 6 tahun pemantauan. Penelitian ini adalah penelitian pertama yang melakukan follow up jangka panjang, yaitu hingga 10 tahun. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya melakukan follow up pada durasi yang lebih singkat.[1]

Waktu timbulnya efek samping dilaporkan lebih panjang dari penelitian terdahulu. Penelitian kohort sebelumnya oleh Arterburn et al. di tahun 2016 melaporkan bahwa efek samping peningkatan berat badan akibat penggunaan antidepresan bertahan sampai 2 tahun pascaterapi.[8]

Penelitian lain melaporkan bahwa efek peningkatan berat badan bertahan sampai 3 tahun. Namun, patut diketahui bahwa jangka waktu yang dilaporkan oleh dua penelitian tersebut, sesuai dengan durasi follow up yang mereka lakukan.[9]

Mekanisme pasti terjadinya peningkatan berat badan sampai bertahun-tahun pascaterapi masih belum diketahui. Insidensi efek samping antidepresan umumnya menurun seiring bertambahnya durasi penggunaan.[4]

Namun, efek samping peningkatan berat badan meningkat seiring dengan peningkatan durasi penggunaan antidepresan. Sehingga, efek samping peningkatan berat badan akibat penggunaan antidepresan mungkin berhubungan dengan perubahan tubuh akibat paparan antidepresan dalam durasi lama. Peningkatan berat badan akibat antidepresan juga lebih banyak ditemukan pada perempuan, sehingga faktor hormonal diduga berperan.[4]

Chiwanda et al. melaporkan bahwa besarnya peningkatan berat badan akibat penggunaan antidepresan tidak berhubungan dengan golongan antidepresan yang digunakan maupun dengan durasi penggunaannya.[9]

Dua pertiga pasien yang mendapatkan antidepresan mengalami peningkatan body mass index (BMI), dan hal ini tidak dipengaruhi oleh jenis antidepresan yang digunakan. Besarnya peningkatan BMI juga tidak berhubungan dengan durasi penggunaan antidepresan. Efek samping peningkatan berat badan akibat penggunaan antidepresan pada penelitian ini bertahan selama periode penelitian, yaitu 3 tahun.[9]

Meskipun penggunaan antidepresan dilaporkan berhubungan dengan peningkatan berat badan pada penggunaan jangka panjang, tetapi faktor gaya hidup dan budaya juga bisa menimbulkan peningkatan berat badan.[10]

Pasien-pasien dengan gangguan psikiatri, seperti depresi dan gangguan cemas, seringkali mempunyai perilaku dan gaya hidup tidak sehat. Sehingga, peningkatan berat pada pasien dengan gangguan psikiatri mungkin juga dipengaruhi oleh perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat. Padahal, terdapat risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi seiring dengan peningkatan BMI.[10,11]

Kesimpulan

Depresi dan obesitas adalah dua masalah kesehatan besar, baik di Indonesia maupun di dunia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan antidepresan menimbulkan efek samping peningkatan berat badan, bahkan hingga 6 tahun kemudian. Hal ini patut menjadi salah satu pertimbangan untuk pemberian antidepresan, khususnya untuk terapi dengan durasi lama.

Pada pasien-pasien yang berisiko mengalami obesitas, sebaiknya hindari penggunaan nortriptilin atau mirtazapine. Untuk pasien-pasien ini, escitalopram merupakan pilihan antidepresan yang paling sesuai, atau antidepresan lain dari golongan SSRI.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi