Pengaruh Durasi Tidur Anak pada Risiko Gangguan Jiwa

Oleh :
dr. Damba Bestari, Sp.KJ

Durasi tidur anak yang tidak cukup dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan jiwa pada anak tersebut di kemudian hari. Kualitas tidur yang baik dengan durasi yang cukup merupakan kunci perawatan fungsi sistem saraf pusat dan tumbuh kembang anak. Durasi tidur dapat berpengaruh pada seluruh elemen kesehatan mental, yaitu kognitif, emosi, dan perilaku.[1]

Manfaat Tidur bagi Kesehatan Fisik dan Mental Anak

Tidur merupakan proses aktif yang mendukung reorganisasi sirkuit otak, sehingga tiap fungsi dalam tubuh akan dipengaruhi oleh tidur. Reorganisasi ini terutama bersifat vital bagi anak-anak yang masih berada dalam masa tumbuh kembang. Hormon pertumbuhan diproduksi paling tinggi pada saat tidur nyenyak di malam hari dan begitu juga dengan zat interleukin-1 yang berfungsi untuk imunitas.[1-3]

Cute,Little,Boy,Sleeping,On,The,White,Mattress,,Fresh,And

Tidur juga dilaporkan berhubungan dengan fungsi lobus frontal yang optimal, terutama pada anak berusia muda dengan otak yang sedang menunjukkan plastisitas dinamis substansial. Tidur pada fase rapid eye movement (REM) bisa meningkatkan kecepatan proses belajar, memori, dan regulasi emosi, sehingga mendukung kesehatan mental dan kognitif anak.[1-3]

Durasi Tidur yang Dianjurkan untuk Anak

Bayi dan anak-anak membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang dewasa untuk mendukung tumbuh kembang mental dan fisiknya. Mengatur rutinitas tidur yang cukup dan konsisten pada anak-anak dapat membantu meregulasi ritme sirkadian sehingga menghasilkan tidur yang berkualitas.

Durasi tidur yang ideal dapat bervariasi pada setiap anak. National Sleep Foundation memberikan rekomendasi durasi tidur sesuai usia, tetapi klinisi perlu memahami bahwa anjuran ini hanya merupakan pedoman dan tidak bersifat baku. Beberapa anak dapat mengalami fluktuasi durasi tidur tetapi tetap mendapatkan tidur yang berkualitas.[4]

Tabel 1. Pedoman Durasi Tidur Anak Sesuai Usia

Usia Anak Rekomendasi Durasi Tidur Total per Hari
Bayi 0–3 bulan 14–17 jam
Bayi 4–11 bulan 12–15 jam
Anak 1–2 tahun 11–14 jam
Anak 3–5 tahun 10–13 jam
Anak 6–13 tahun 9–11 jam

Sumber: dr. Damba Bestari, Sp.KJ, 2021[4]

Risiko Gangguan Mental pada Anak yang Kurang Tidur

Sekitar 40% anak dilaporkan pernah mengalami gangguan tidur pada satu atau beberapa fase perkembangan mereka. Bagi sebagian anak, masalah ini hanya bersifat sementara dan akan membaik dengan sendirinya tanpa intervensi khusus. Namun, gangguan tidur dapat bertahan dalam waktu yang lama dan berdampak negatif pada kesehatan mental sebagian anak.[3]

Gangguan Mood dan Kecemasan

Suatu studi yang mempelajari 799 anak di Norwegia sejak usia 4–12 tahun melaporkan bahwa anak dengan durasi tidur pendek memiliki risiko gangguan emosional yang lebih tinggi dalam 2 tahun berikutnya. Gangguan emosional ini meliputi separation anxietygangguan cemas menyeluruh, fobia sosial, gangguan depresi mayor, dan dysthymia.[1]

Suatu studi kohort yang mempelajari 11067 anak berusia 9–11 tahun juga melaporkan adanya korelasi negatif antara durasi tidur dengan depresi dan kecemasan. Suatu studi lain di British Columbia yang mempelajari 3071 remaja berusia 13–18 tahun juga melaporkan bahwa kurang tidur secara kronik dapat meningkatkan risiko depresi pada remaja perempuan.[5,6]

Studi pada anak yang berusia lebih muda juga telah dilakukan di Norwegia, di mana peneliti mempelajari 32662 pasang ibu dan anak. Studi ini melaporkan bahwa pada bayi usia 18 bulan, durasi tidur ≤10 jam dan angka bangun di malam hari yang tinggi (≥3 kali per malam) dikaitkan dengan gangguan emosional dan perilaku di usia 5 tahun.[7]

Gangguan Kognitif dan Perilaku

Gangguan tidur yang persisten selama masa anak-anak terkait dengan masalah jangka panjang pada kognitif, frekuensi absen di sekolah, kontrol impuls yang buruk, perilaku berisiko, dan gangguan fungsi sosial. Sebuah meta analisis menunjukkan korelasi yang tinggi antara tidur dan fungsi kognitif serta masalah perilaku pada anak usia sekolah.

Durasi tidur yang lebih pendek dikaitkan dengan buruknya nilai akademis dan kinerja di sekolah secara umum. Selain itu, meskipun masih ada hasil studi yang bertentangan, beberapa studi yang ada saat ini menunjukkan bahwa durasi tidur yang pendek dapat meningkatkan risiko gejala attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), conduct disorder, dan oppositional defiant disorder.[1,5,8]

Psikosis

Sebuah studi kohort yang mempelajari data 7155 anak selama 13 tahun melaporkan bahwa angka bangun di malam hari yang tinggi saat anak berusia 18 bulan dan rutinitas tidur yang tidak teratur saat anak berusia 6 bulan, 30 bulan, dan 5,8 tahun berhubungan dengan risiko psikosis saat anak berusia 12–13 tahun.[2]

Mekanisme Pengaruh Durasi Tidur terhadap Gangguan Mental Anak

Meskipun masih belum diketahui secara pasti, mekanisme di balik pengaruh durasi tidur terhadap gangguan mental anak diperkirakan terjadi karena proses neurobiologi dan psikososial. Mekanisme ini diduga bersifat resiprokal (dua arah), di mana kekurangan tidur dapat meningkatkan risiko gangguan mental, tetapi gangguan mental juga diduga dapat meningkatkan risiko gangguan tidur. Oleh karena itu, tata laksana harus meliputi gejala gangguan tidur maupun penyebabnya.

Neurobiologi

Durasi tidur yang pendek diperkirakan dapat mengganggu sistem neurokognitif dan membuat individu lebih rentan terhadap gangguan mental. Area hipokampus dan korteks prefrontal dorsolateral merupakan pusat fungsi kognitif, khususnya memori episodik dan working memory. Gangguan di area ini akan membuat anak cenderung mengingat pengalaman negatif dan melupakan hal positif. Padahal, mengingat pengalaman positif diperlukan untuk mengatasi berbagai gangguan mental.

Kurang tidur juga dapat mengganggu fungsi korteks orbitofrontal yang mengatur fungsi eksekutif, seperti kontrol impuls dan fleksibilitas kognitif. Selain itu, dilaporkan pula adanya peningkatan reaktivitas stres pada hipotalamus-hipofisis-adrenal yang berfungsi meregulasi kortisol, sehingga meningkatkan risiko gangguan psikopatologis.[1,8]

Psikososial

Kurang tidur dapat menurunkan kemampuan berempati. Hal ini memengaruhi ekspresi emosi, sehingga menimbulkan masalah dalam interaksi sosial. Selain itu, regulasi emosi yang terganggu akibat kurang tidur juga meningkatkan penggunaan strategi regulasi emosi maladaptif, contohnya perilaku memendam atau menghindari masalah. Hal ini dapat mengakibatkan anak sulit bergaul atau bersifat lebih agresif.[1,8]

Kesimpulan

Tidur merupakan proses reorganisasi otak yang bersifat vital bagi anak-anak yang sedang berada dalam masa tumbuh kembang. Kurangnya durasi tidur pada anak dapat meningkatkan risiko gangguan mood, kecemasan, gangguan kognitif, gangguan perilaku, dan gejala psikosis di kemudian hari.

Korelasi antara durasi tidur dengan risiko gangguan mental dan kognitif ini diperkirakan terjadi karena korteks frontalis terdampak saat seseorang kurang tidur dan hal ini menimbulkan gangguan emosional, kognitif, dan perilaku. Hubungan antara tidur dengan berbagai gangguan mental ini diketahui bersifat resiprokal, sehingga klinisi perlu menatalaksana gejala gangguan tidur maupun penyebabnya.

Referensi