Penapisan Fungsi Tiroid pada Gangguan Depresi Mayor

Oleh :
dr.Soeklola Muliady SpKJ

Telah ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa gangguan tiroid berkaitan dengan munculnya depresi. Meski penyebab gangguan depresi mayor belum diketahui sepenuhnya, terdapat studi yang menunjukkan ada kaitan langsung depresi dengan abnormalitas sistem endokrin, khususnya aksis hipotalamus-pituitari-tiroid (HPT). Hipotiroid subklinis juga telah diduga berkaitan langsung dengan perubahan fungsi otak pada pasien depresi.[1-7]

Gangguan depresi mayor telah dilaporkan terjadi 4 kali lebih tinggi pada pasien hipotiroid. Ada pula studi lain yang melaporkan bahwa depresi dialami sekurangnya 20-40% pasien dengan hipotiroid. Gejala hipotiroid subklinis juga dilaporkan pada 4-40% pasien dengan gejala depresi.[1,3,4,6-10]

Penapisan Fungsi Tiroid pada Gangguan Depresi Mayor

Hubungan Hipotiroid dengan Gangguan Depresi Mayor

Salah satu manifestasi neuropsikiatrik yang paling umum dari hipotiroid  adalah gangguan depresi mayor, yang sering terjadi bersamaan dengan gangguan kognitif. Mekanisme pasti yang mengaitkan kedua kondisi ini belum diketahui. Walau demikian, perubahan kadar hormon seperti somatostatin dan serotonin dalam sistem saraf pusat, yang berkontribusi pada gangguan neuropsikiatrik, telah diketahui dapat mempengaruhi aksis HPT.

Kadar somatostatin yang lebih rendah dalam cairan serebrospinal pada penderita depresi dapat menyebabkan peningkatan kadar thyroid stimulating hormone (TSH). Sebaliknya, kekurangan serotonin, seperti yang sering terjadi pada penderita depresi, telah dikaitkan dengan perubahan pada aksis HPT seperti penekanan pelepasan TSH. Hal ini menjelaskan kaitan antara hipotiroid subklinis dan depresi, di mana depresi dapat memperburuk hipotiroid atau sebaliknya.[1-7]

Studi potong lintang di klinik endokrin King Fahd Hospital University (KFHU) melaporkan bahwa 33,9% pasien hipotiroid mengalami depresi dalam tingkat keparahan bervariasi. Studi lain yang melibatkan total 12.315 partisipan melaporkan bahwa pasien dengan hipotiroid subklinis 2,35 kali lebih berisiko mengalami depresi dibandingkan kontrol eutiroid.[7]

Teori Brain Hypothyroidism

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa mekanisme patogenetik gangguan depresi mayor mungkin berhubungan dengan kondisi hipotiroid serebral lokal dengan konsentrasi hormon tiroid perifer normal. Banyak peneliti menyebut ini sebagai brain hypothyroidism atau hipotiroidisme otak. Istilah tersebut didasarkan pada temuan berupa adanya penghambatan deiodinase tipe II di otak dan penurunan transportasi T4 melintasi sawar darah-otak pada individu yang mengalami depresi.[7,11,12]

Hubungan Hipertiroid dengan Gejala Depresi

Kondisi hipertiroid memiliki hazard ratio (HR) 1,54 kali lebih tinggi untuk terjadinya depresi dibandingkan kelompok yang eutiroid. Ada pula penelitian yang menunjukkan bahwa temuan kasus hipertiroid lebih tinggi dibandingkan hipotiroid pada pasien dengan gejala depresi (56,4% vs 36,7%). Selain itu, bunuh diri juga lebih sering dilaporkan pada kasus hipertiroid.[8,9,11]

Hipertiroid diduga dapat menstimulasi sekresi kortikal serotonin (5-HT) yang dianggap berperan sebagai ko-transmiter dari sistem noradrenergik, yang selanjutnya mempengaruhi transmisi monoaminergik di otak. Pada tikus, kondisi hipertiroid mengakibatkan downregulation norepinefrin dan reseptor 5-HT2 akibat terjadinya peningkatan 5-HT.

Selain itu, baik kondisi hipotiroid maupun hipertiroid, sama-sama menghasilkan gangguan aksis HPT yang mencetuskan hiperkortisol. Hiperkortisol telah diduga sebagai salah satu penyebab munculnya gejala depresi. Kondisi hipertiroid juga meningkatkan kadar sitokin pro-inflamasi, seperti interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor alpha (TNFα). Faktor inflamasi ini juga telah banyak dikaitkan dengan terjadinya gejala depresi.[11,13]

Penapisan Fungsi Tiroid pada Kasus Gangguan Depresi Mayor

Terdapat data yang menunjukkan bahwa 4% hingga 40% kasus hipotiroid atau hipotiroid subklinis disertai dengan gejala depresi. Atas dasar ini, American Association of Endocrinologists mengeluarkan panduan untuk melakukan penapisan depresi pada seluruh pasien yang didiagnosis dengan hipotiroid maupun hipotiroid subklinis.[7]

Di sisi lain, belum terdapat pedoman mengenai kapan penapisan fungsi tiroid wajib dilakukan pada pasien yang terdiagnosis depresi. Meski demikian, penapisan fungsi tiroid sebaiknya dipertimbangkan pada kasus berikut:

  • Kasus depresi yang resisten terhadap terapi antidepresan.
  • Pasien depresi yang memiliki riwayat keluarga atau pribadi gangguan tiroid
  • Pasien depresi yang menunjukkan gejala fisik hipotiroid atau hipertiroid

Kondisi hipotiroid perlu dicurigai pada pasien depresi yang memiliki gejala pembesaran kelenjar tiroid dan gejala hipotiroid seperti tidak tahan suhu dingin, peningkatan berat badan, disfungsi kognitif, dan perubahan mood. Pada pemeriksaan penunjang, bisa didapatkan peningkatan kadar TSH, penurunan kadar triiodothyronine bebas (fT3) atau thyroxine bebas (fT4). Sementara itu, pada hipotiroid subklinis didapatkan peningkatan kadar TSH disertai dengan kadar normal fT3 dan fT4.

Kondisi hipertiroid perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat, palpitasi, tremor, keringat berlebih, peningkatan sensitivitas terhadap panas, perubahan pola menstruasi, dan proptosis. Pemeriksaan penunjang akan menunjukkan supresi TSH disertai dengan peningkatan kadar fT3 atau fT4.[7,11,14,15]

Kesimpulan

Banyak studi telah menunjukkan adanya peningkatan risiko depresi pada pasien dengan gangguan tiroid dan juga sebaliknya. Meski demikian, mekanisme pasti yang menghubungkan keduanya belum diketahui.

Pada pasien dengan gangguan tiroid, American Association of Endocrinologists telah merekomendasikan untuk melakukan penapisan depresi secara rutin. Di sisi lain, belum ada panduan klinis pasti mengenai kapan penapisan gangguan tiroid diperlukan pada pasien depresi. Secara garis besar, penapisan gangguan tiroid sebaiknya dipertimbangkan pada pasien depresi yang resisten terapi antidepresan, memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan tiroid, serta pasien depresi yang memiliki gejala fisik hipo- atau hipertiroid.

Referensi