Pemberian Karbohidrat Preoperatif dalam Metode Enhance Recovery After Surgery (ERAS)

Oleh :
dr.Mhd. Aripandi Wira, SpAn

Konsep pemberian karbohidrat preoperative dalam praktik anestesi dan bedah modern merupakan salah satu elemen untuk meningkatkan pemulihan setelah operasi, atau enhance recovery after surgery (ERAS). Pemberian karbohidrat dilakukan dengan menggunakan minuman karbohidrat 12,5% sebanyak 240−300 mL, pada 2 jam sebelum operasi. Manfaat pemberian karbohidrat sebelum operasi telah didokumentasikan dapat mengoptimalkan proses pembedahan dan meminimalkan resistensi insulin pasca operasi.[1,2]

Puasa Vs Pemberian Karbohidrat Sebelum Operasi

Pada beberapa rumah sakit, biasanya pasien berpuasa 10‒12 jam atau sejak malam sebelum operasi untuk mengurangi risiko aspirasi akibat anestesi. Namun, puasa yang berkepanjangan dapat menyebabkan ketidaknyamanan seperti rasa lapar, haus, kecemasan, ataupun kelemahan pada pasien. Pemberian minuman yang mengandung karbohidrat 2 jam sebelum operasi terbukti dapat mengurangi beberapa ketidaknyamanan tersebut.[3]

Asian,Woman,In,The,Patient's,Dress,Was,Feeling,Thirsty.,The

Tabel 1. Panduan Puasa Preoperatif Internasional

Tabel1

Enhance Recovery Protocol

Enhance Recovery Protocol (ERP) memiliki banyak istilah yang berbeda, termasuk jalur cepat dan enhance recovery after surgery (ERAS). Berbagai elemen dalam ERP berbasis penelitian sebelum, saat, dan setelah operasi, yang dapat digunakan untuk pasien dari segala usia. Penelitian awal ERP diterapkan pada bedah kolorektal, tetapi telah berhasil diadaptasi ke banyak spesialisasi bedah lainnya seperti ginekologi dan urologi. Kehlet et al telah mengamati berbagai penelitian bedah selama lebih dari 10 tahun, untuk menggabungkan bukti dan merumuskan protokol perawatan untuk mempercepat pemulihan pasien setelah operasi.[1,2]

Bagian ERP terdiri dari tindakan sebelum operasi, saat operasi, dan setelah operasi. Salah satu elemen sebelum operasi adalah pasien tidak dibiarkan kelaparan untuk waktu yang lama. Terdapat rekomendasi puasa puasa preoperatif pada pasien dewasa dan pada pasien anak. Makanan dan susu diperbolehkan hingga 6 jam sebelum operasi, air putih tetap diberikan hingga beberapa jam sebelum operasi. Untuk mencegah resistensi insulin, minuman kaya karbohidrat dapat diberikan dan dikonsumsi 2 jam sebelum operasi.[1,2]

Selain itu,  pasien yang akan melakukan operasi kolorektal tidak secara rutin dilakukan pembersihan usus sebelum operasi, seperti diberikan obat pencahar atau dipasangkan rectal tube. Secara historis tindakan ini dianggap dapat menjamin operasi yang lebih aman. Namun, telah dibuktikan bahwa preparasi usus tidak memberikan manfaat klinis, bahkan dapat mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Oleh karena itu, saat ini pasien sebelum operasi lebih dijaga keadaan fisiologis ususnya.[1,2,4]

Resistensi Insulin Akibat Cedera Operasi

Respon tubuh akibat cedera operasi di antaranya adalah resisten terhadap insulin pada sel-sel tubuh setelah operasi sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Keadaan resistensi insulin ini dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas pasca operasi, baik pada pasien yang tidak diketahui maupun yang menderita diabetes melitus. Resistensi insulin dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif.[2,4]

Perubahan yang paling menonjol akibat respon homeostasis tubuh terhadap stres akibat pembedahan adalah pada sistem endokrin dan imunologi. Pelepasan katekolamin, kortisol, glukagon, dan growth hormone, selain interleukin-6 (IL-6) dan IL-1, menyebabkan imunosupresi dan resistensi insulin. Di mana perubahan ini merupakan reaksi tubuh untuk melindungi dirinya.[2,3]

Dalam pembedahan modern, respons protektif ini tidak diperlukan untuk bertahan hidup karena telah menggunakan obat-obatan selama operasi. Oleh karena itu, secara dramatis respons stres dapat dikurangi agar pemulihan pasca operasi menjadi lebih baik.[1,2,4,5]

Pemberian Karbohidrat Preoperatif dapat Mencegah Resistensi Insulin

Menghindari puasa sebelum dan setelah operasi yang berkepanjangan akan menurunkan resistensi insulin pasca operasi, di mana hal ini dapat dicapai dengan pemberian karbohidrat preoperatif dengan minuman kaya karbohidrat seperti PreOp atau PreLoad.[2]

Selama keadaan puasa atau tidak ada masukan melalui mulut selama 8 jam, jalur katabolik mendominasi sehingga terjadi peningkatan glikogenolisis, penurunan pengambilan glukosa oleh otot, dan kadar insulin normal. Sebaliknya, ketika diberi cairan karbohidrat 2 jam sebelum operasi, jalur anabolik mendominasi sehingga memulihkan glikogen, meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot, meningkatkan insulin, dan menghentikan katabolisme protein.[1,3]

Pemberian karbohidrat sebelum pembedahan secara konsisten terbukti menurunkan resistensi insulin. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan respon inflamasi terhadap pembedahan, yang telah dikonfirmasi dengan ditemukannya penurunan kadar IL-6 setelah pemberian karbohidrat. Mediator inflamasi seperti IL-6 bertanggung jawab untuk menghasilkan gangguan pada jalur pensinyalan insulin yang melibatkan phosphoinositide 3-kinase-protein kinase dan glucose transporter type 4, sehingga menyebabkan penurunan pengambilan glukosa yang dimediasi oleh insulin.[1,3]

Pemberian karbohidrat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ERAS, karena korelasi positif ditunjukkan antara sensitivitas insulin pasca operasi awal dan penurunan lama rawat inap. Khususnya pada populasi operasi jantung, risiko komplikasi mayor pasca operasi hampir dua kali lipat pada pasien yang memiliki 20% penurunan sensitivitas insulin. ERAS Society merekomendasikan pemberian karbohidrat, karena mereka mendukung pemberian asupan cairan bening hingga 2 jam sebelum induksi anestesi.[1,3]

Penelitian Terkait Pemberian Karbohidrat Preoperatif

Beberapa penelitian telah mendukung hasil pemberian karbohidrat preoperatif dalam menurunkan resistensi insulin pasca operasi, yaitu dengan cara meningkatkan kontrol glikemik pasca operasi dan mengurangi efek stres metabolik. Pemberian karbohidrat preoperatif dengan cara mengonsumsi minuman bening karbohidrat peroral paling lama 90 menit sebelum tindakan anestesi sehingga tidak meningkatkan risiko aspirasi.[1,2]

Lassen et al pada tahun 2013 melakukan penelitian pada pasien yang mendapatkan tindakan pancreaticoduodenectomy / hepatopancreaticobiliary. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pasien tanpa diabetes melitus (DM) harus makan sampai dengan 6 jam sebelum tindakan anestesi. Volume residual gaster tidak meningkat dengan pemberian air putih sampai dengan 2 jam sebelum tindakan anestesi.[1-3]

Penelitian oleh Cerantola et al pada tahun 2013 memberikan kesimpulan bahwa cairan kaya karbohidrat harus diberikan terhadap pasien yang tidak mengalami DM. Penelitian ini dilakukan pada pasien tindakan cystectomy urology.[1-3]

Thorell et al (2016) meneliti pasien dengan pembedahan bariatrik. Pada kesimpulan, dijumpai keuntungan klinis terhadap pasien yang menjalani pembedahan abdomen mayor setelah pemberian karbohidrat preoperatif. Namun, data masih terbatas jika diterapkan pada pasien obesitasrefluks gastroesofageal, ataupun pada keadaan peningkatan risiko aspirasi.[1-3]

Penelitian terhadap pasien dengan pembedahan gynecologic oncologic oleh Nelson et al pada tahun 2016 memberikan kesimpulan bahwa pasien tanpa DM harus makan sampai dengan 6 jam, dan minum air putih sampai dengan 2 jam sebelum tindakan anestesi. Resistensi insulin dapat berkurang setelah pemberian karbohidrat preoperatif. Hasil serupa didapatkan pada penelitian pasien operasi paru-paru oleh Batchelor et al pada tahun 2018.[1-3]

Kesimpulan

Pemberian karbohidrat preoperatif dapat menurunkan kejadian resistensi insulin dan respon stres inflamasi akibat pembedahan, sehingga dapat menurunkan terjadinya komplikasi pasca operasi dan membantu menurunkan lama rawat di rumah sakit. Pemberian karbohidrat preoperatif dilakukan dengan mengonsumsi peroral cairan kaya karbohidrat pada 2 jam sebelum operasi. Pemberian cairan bening hingga 90 menit sebelum tindakan anestesi tidak meningkatkan risiko aspirasi.

Teknik ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) di Indonesia mulai populer sejak lebih dari 5 tahun lalu. Teknik ini juga sudah mulai diterapkan, tetapi masih jarang dilakukan di daerah perifer. Sedangkan penelitian ataupun studi mengenai penerapan ERAS ini masih minim dilakukan di Indonesia.

Referensi