Malpraktik pada Kasus Bunuh Diri: Mungkinkah?

Oleh :
dr. Damba Bestari, Sp.KJ

Pada kasus bunuh diri yang dijumpai di praktik, mungkin pernah terbersit pertanyaan apakah bunuh diri pada pasien yang sedang dalam terapi psikiatri dapat dituntut sebagai malpraktik. Dibandingkan dengan dokter spesialis lain, psikiater memang relatif lebih jarang dituntut  secara hukum, terlebih dengan tuduhan malpraktik karena kelalaian profesi. Namun, di negara seperti Amerika Serikat, insiden tuntutan malpraktik di bidang psikiatri semakin meningkat setiap tahun.[1]

Malpraktik dan Bunuh Diri

Istilah malpraktik sebetulnya adalah bentuk dari medical malpractice, yaitu medical negligence, yang bila diterjemahkan disebut kelalaian medik. Konsep dasar yang digunakan untuk menentukan adanya malpraktik cukup jelas, yaitu adanya kesalahan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter pada saat melakukan terapi dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut. Meski demikian, pada kenyataannya tidak mudah untuk menetapkan kapan terjadi kesalahan profesional pada kasus yang diduga malpraktik.[2]

suicide

Sementara itu, secara umum bunuh diri didefinisikan sebagai sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri dengan adanya niat untuk mengakhiri hidup. Kasus bunuh diri menelan hampir satu juta nyawa di seluruh dunia, sehingga berbagai upaya pencegahan dilakukan untuk menekan jumlah korban.[3]

Kebanyakan Pasien Bunuh Diri Sedang Dalam Terapi Psikiatri

Lebih dari 90% individu yang melakukan percobaan bunuh diri menderita gangguan psikiatri, misalnya depresi. Sebuah studi menyatakan bahwa sebesar 50% orang yang melakukan bunuh diri ternyata sedang dalam pengobatan oleh psikiater; 10% sedang dirawat inap; dan 5-10% baru saja dipulangkan dari rumah sakit. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan, jika seseorang telah berupaya mengunjungi psikiater dan di suatu hari ia tetap melakukan tindakan bunuh diri, apakah hal tersebut dikategorikan malpraktik?[1,4]

Aspek Malpraktik pada Kasus Bunuh Diri

Klaim malpraktik yang paling umum terkait dengan praktik psikiatri adalah kegagalan untuk memberikan perlindungan yang layak kepada pasien bunuh diri. Beberapa pengacara tidak terlalu berminat menangani kasus malpraktik psikiatri yang melibatkan bunuh diri. Hal ini karena ilmu psikiatri kerap dianggap sangat subjektif oleh pengacara, sehingga tidak mudah memberikan bukti konkret. Peluang keberhasilan dari kasusnya pun sulit diprediksi.

Pada prinsipnya, seorang psikiater diharapkan dapat mengevaluasi risiko bunuh diri berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk tanggapan pasien terhadap pertanyaan yang mengarah pada bunuh diri, faktor risiko, cara pasien mengatasi kondisi serupa di masa lalu, dan berbagai informasi tambahan terkait kondisi gangguan psikiatri yang dideritanya.[1]

Faktor yang Menunjang Tuntutan Malpraktik pada Kasus Bunuh Diri

Pasien yang dinilai berisiko bunuh diri harus menjadi subjek tindakan pencegahan terstandar. Kegagalan dalam menilai risiko bunuh diri atau menerapkan rencana keselamatan yang sesuai membuat seorang dokter bertanggung jawab jika pasien terluka karena peristiwa bunuh diri. Hukum akan mempertanyakan dan menentukan apakah kasus bunuh diri tersebut termasuk kategori yang dapat dicegah jika hal itu dapat diprediksi.

"Dapat diprediksi" adalah istilah hukum yang didefinisikan sebagai ekspektasi yang wajar bahwa kerusakan dapat timbul dari tindakan atau kelalaian tertentu. Perlu diingat bahwa memprediksi sebuah hasil tidak sama dengan memprediksi bahwa suatu peristiwa akan terjadi. Dari berbagai kasus di Amerika Serikat tentang tuntutan malpraktik pada kasus bunuh diri, terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui.

Lebih dari 90% Korban Bunuh Diri Memiliki Gangguan Psikiatri

Kondisi paling umum yang terkait dengan bunuh diri atau upaya bunuh diri yang serius adalah gangguan mood. Pasien depresi dengan riwayat rawat inap sebelumnya dapat memiliki tingkat kematian akibat bunuh diri hingga 20%. Gangguan psikotik, penyalahgunaan zat, dan gangguan kepribadian juga sering dikaitkan dengan perilaku bunuh diri. Perawatan yang tepat untuk gangguan kejiwaan mengurangi risiko bunuh diri. Kegagalan dalam memberikan penanganan yang adekuat untuk gangguan kejiwaan dapat membuat dokter bertanggung jawab jika pasien kemudian bunuh diri.[1]

Intervensi Preventif Bunuh Diri Harus Tepat

Jika seorang individu memiliki keinginan untuk bunuh diri secara akut, intervensi preventif yang tepat harus dilaksanakan. Seorang psikiater dapat dimintai pertanggungjawaban jika dia tidak melakukan standar perawatan pada pasien yang diketahui berpotensi bunuh diri dan pasien tersebut kemudian kehilangan nyawa akibat bunuh diri.[1]

Klaim Malpraktik Bunuh Diri Dapat Diajukan Terhadap Dokter atau Rumah Sakit 

Klaim malpraktik bunuh diri dapat diajukan terhadap dokter atau rumah sakit jika pasien yang berpotensi bunuh diri dipulangkan sebelum waktunya dan menimbulkan bahaya bagi dirinya sendiri. Misalnya, jika pasien dipulangkan meskipun mereka belum stabil karena perusahaan asuransi menolak untuk membayar pasien setelah beberapa hari.[1]

Faktor yang Tidak Mendukung Tuntutan Malpraktik pada Kasus Bunuh Diri

Bunuh diri dan tragedi lainnya jarang bisa diprediksi secara pasti. Literatur psikiatri menunjukkan bahwa bunuh diri hampir tidak pernah bisa diprediksi dengan akurat. Bahkan wawancara oleh psikiater yang paling kompeten ataupun dengan bantuan kuesioner risiko bunuh diri yang paling valid sekalipun, tidak selalu dapat mencegah kasus bunuh diri.[4]

Studi menunjukkan bahwa ketika psikiater diminta untuk memprediksi bunuh diri pada pasiennya, mereka cenderung terlalu membesarkan faktor risiko. Selain itu, sebuah studi lain menunjukkan bahwa di antara 100 pasien yang melakukan tindakan bunuh diri, 77% menyangkal adanya niat atau pikiran bunuh diri pada pertemuan terakhirnya dengan psikiater. Salah satu penjelasannya adalah karena bunuh diri bersifat kompleks dengan berbagai faktor internal dan eksternal yang bersifat dinamis.[4]

Pasien bisa saja di saat yang sama ingin mati dan juga takut mati. Mereka juga pada satu saat setuju untuk dirawat inap, beberapa menit kemudian memutuskan untuk ingin pulang ke rumah. Pada pasien bipolar atau gangguan kepribadian ambang yang sering menunjukkan perilaku impulsif, dilaporkan seseorang dapat memutuskan melakukan bunuh diri dalam waktu kurang dari 5 menit.[4,5]

Langkah Pencegahan yang Dapat Dilakukan Dokter

Untuk mengurangi risiko dituntut dengan tuduhan malpraktik, seorang psikiater sebaiknya terbiasa dengan pendekatan dasar untuk penapisan bunuh diri, penilaian risiko yang tepat, dan melakukan perawatan standar pada pasien yang berisiko bunuh diri. Selain itu, dokumentasi dan berkomunikasi dengan sejawat lain bisa menjadi pilihan untuk perlindungan diri secara hukum.[3]

Kantor atau fasilitas psikiatri wajib memiliki dokumentasi yang baik. Hal-hal yang perlu tercatat meliputi intervensi yang dilakukan, disertai deskripsi perubahan yang terkait dengan kondisi klinis pasien. Penilaian risiko bunuh diri, faktor protektif, maupun manfaat dari intervensi harus tercatat dengan cermat. Berdiskusi dengan psikiater lain, misalnya tentang apakah dapat memulangkan pasien yang memiliki kemungkinan bunuh diri atau apakah pasien dapat diizinkan meninggalkan klinik rawat jalan tanpa dirawat inap di rumah sakit, juga perlu dilakukan.[1,6]

Hal tersebut menunjukkan perawatan yang baik dan keinginan psikiater untuk memberikan usaha terbaik bagi pasiennya. Kasus yang terdokumentasi dengan baik akan meminimalisir kemungkinan gugatan dikabulkan di pengadilan. Kualitas dokumentasi juga dapat menentukan apakah pengacara malpraktik menerima atau menolak kasus bunuh diri.[1,6]

Kesimpulan

Pada kasus bunuh diri, diketahui bahwa kebanyakan pasien memiliki gangguan psikiatri dan tengah menjalani terapi oleh psikiater.  Oleh karenanya, terkadang timbul pertanyaan apakah bunuh diri dapat terjadi karena kegagalan atau kelalaian psikiater dalam memberikan perlindungan yang layak bagi pasiennya.

Di satu sisi, dokter bertanggung jawab untuk memberikan terapi terbaik, mengevaluasi faktor risiko bunuh diri, menentukan apakah pasien membutuhkan perawatan inap, serta apakah pasien dengan risiko bunuh diri sudah cukup aman untuk dipulangkan. Di sisi lain, percobaan dan tindakan bunuh diri bukanlah hal yang mudah diprediksi, bahkan oleh psikiater terbaik atau kuesioner risiko tervalid sekalipun.

Penapisan bunuh diri yang baik, penilaian risiko, perawatan terstandar, serta dokumentasi yang berkualitas merupakan beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan dokter agar terlindung dari tuntutan malpraktik pada kasus bunuh diri.

Referensi