Edukasi untuk pasien yang ingin berhenti homoseksual - Diskusi Dokter

general_alomedika

saya mendapat pertanyaan dari user mengenai keinginan untuk berhenti menjadi penyuka sesama jenis docs, kira2 edukasi apa yg tepat dan penyebab apa saja yg...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Edukasi untuk pasien yang ingin berhenti homoseksual

    Dibalas 12 Mei 2019, 20:57

    saya mendapat pertanyaan dari user mengenai keinginan untuk berhenti menjadi penyuka sesama jenis docs, kira2 edukasi apa yg tepat dan penyebab apa saja yg memicu orientasi seks seperti ini ya docs? saya membaca beberapa jurnal dan artikel tetapi masih ragu untuk memberikan suggestion. terimakasih

06 Mei 2019, 21:47
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Alo dok! Menarik sekali ya topik yang ditanyakan oleh user tersebut.

Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien. 

Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc

07 Mei 2019, 11:57
terimakasi dok untuk masukannya. 
dari user ,saya tanyakan dia mulai lebih tertarik dengan sesama jenis sejak usia 10 taun dok, lalu saat usia 17 taun dia sudha beberapa kali berganti ganti pasangan dok. untuk hubungan dengan ayah dna keluarga lainnya baik2 saja. untuk riwayat kekerasan seksual dna lingkungan pergaulan user tidak menjawab dok. dia hanya mengatakan sejak kecil, dia merasa lebih tertarik pada laki2. sudah mwncoba untuk dekat dengan wanita tetapi tidak ada rasa dok katanya. 

lalu saya sarankan untuk ke psikolog, pendekatan secara agama dan menghindari lingkungan yg mendukung ke arah sana dok. 
09 Mei 2019, 13:11
Wah menarik dok kebetulan saya berinteraksi dengan pasien HIV yg LSL, menurut ilmu psikiatri apakah bisa homoseksual itu 'menular'?  Dalam artian awalnya dia tidak ada orientasi ke sesama jenis, tp ketika dia disodomi, setelah itu jadi LSL, pasien sekitar SMP dok menjadi korban sodomi. 
09 Mei 2019, 13:11
Wah menarik dok kebetulan saya berinteraksi dengan pasien HIV yg LSL, menurut ilmu psikiatri apakah bisa homoseksual itu 'menular'?  Dalam artian awalnya dia tidak ada orientasi ke sesama jenis, tp ketika dia disodomi, setelah itu jadi LSL, pasien sekitar SMP dok menjadi korban sodomi. 
09 Mei 2019, 13:11
Wah menarik dok kebetulan saya berinteraksi dengan pasien HIV yg LSL, menurut ilmu psikiatri apakah bisa homoseksual itu 'menular'?  Dalam artian awalnya dia tidak ada orientasi ke sesama jenis, tp ketika dia disodomi, setelah itu jadi LSL, pasien sekitar SMP dok menjadi korban sodomi. 
09 Mei 2019, 15:15
Bahasan dan diskusi yang menarik
09 Mei 2019, 16:18
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
Dokter Spesialis Urologi
Saya ingin ikut bertanya terutama kepada TS SpKJ. Sepengetahuan saya, berdasarkan American Psychiatric Association, homoseksual bukan merupakan penyakit ataupun kelainan, melainkan hanya merupakan variasi ekspresi atau preferensi seksual. Bila demikian, apakah sebetulnya perlu diterapi? Mengingat tidak semua orang juga beragama atau benar-benar mengikuti ajaran agama. Terima kasih.
09 Mei 2019, 16:38
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Alo dok,
Iya dok, tidak ada dalam DSM-5 utk kriteria tersebut.
Lalu apa yg diterapi? Bukan homoseksualnya dok yg diterapi, tapi kondisi sekunder yg dialami akibat preferensi seksualnya tersebut.
Pada kondisi ego tertentu, ada kondisi sekunder seperti depresi, cemas, menanyakan identitas diri, nah fiksasi fase awal perkembangan itulah yg dilakukan intervensi psikodinamik ๐Ÿ˜Š
Dokter benar tidak semua beragama atau memahami ajaran agamanya, lalu kita kembalikan saja dengan preferensi seksual tersebut apa masalah utamanya? 
Bagaimana dengan bidang dokter terkait hal ini? 
10 Mei 2019, 20:06
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Hai doc,

APA memang telah mengambil sikap untuk tidak menggolongkan LGBT ke dalam gangguan kejiwaan. Namun juga jangan dilupakan bahwa APA adalah asosiasi psikiater Amerika, tentu ada nilai-nilai budaya dan sosial yg berbeda dengan di Asia, khususnya di Indonesia.

Saya pribadi mengadopsi pandangan APA untuk tidak mengkategorikan LGBT ke dlm gangguan kejiwaan. Bagi saya, LGBT adalah preferensi seksual, sama seperti preferensi warna. Misnya saya lebih suka warna pink dibandingkan biru. Biasanya yg kita bantu terapi adalah dampak dari pilihan preferensi seksual ini. Misnya timbulnya gangguan depresi karena dikucilkan/distigma masyarakat. Kadang ada juga beberapa pasien LGBT yg meminta pendampingan untuk 'come out' ke keluarga mengenai preferensi seksual.

12 Mei 2019, 20:57
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
Dokter Spesialis Urologi
Terima kasih atas infonya dok. Bentuk terapi psikodinamiknya seperti apa? Saya punya teman wanita yang tertarik dengan sesama jenis. Kasihan juga melihatnya karena di Indonesia, masih dicap negatif. Waktu di Belanda, sepertinya dia bahagia saja karena di Eropa LGBT lebih diterima. Setelah kembali ke Indo, sepertinya menderita lagi. Untuk hal seperti ini, apa yang sebaiknya dilakukan? 

Dalam urologi, saya rasa LBGT bukan masalah khusus. Bahkan sudah ada teknik-teknik operasi untuk mengubah kelamin, baik dari pria menjadi wanita ataupun dari wanita menjadi pria. Selain itu juga dapat dilakukan supplementasi hormon misalnya pada perubahan wanita menjadi pria untuk massa otot, suara dan rambut (kumis,dsb).
07 Mei 2019, 07:46
dr. Fatnan Setyo Hariwibowo SpPD
dr. Fatnan Setyo Hariwibowo SpPD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Alo dok! Menarik sekali ya topik yang ditanyakan oleh user tersebut.

Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien. 

Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc

Setuju dok...

Hanya menambahkan saja,
Beberapa pasien jika kita menggunakan pendekatan agama akan lebih dapat diterima, namun memang hal tersebut memerlukan background terapis yang mumpuni,
Kalau saya, pasti refer ke rekan TS Sp.KJ.
07 Mei 2019, 09:44
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Setuju dengan pendapat dokter. Apabila pasiennya lebih nyaman & tepat diterapi dgn menggunakan pendekatan agama, maka silahkan saja doc.

Namun perlu hati2 bila konflik psikisnya timbul karena isu agama. Sedikit share, saya pernah bertemu beberapa pasien yang justru semakin down setelah dikunjungi oleh tim besuk. Pasiennya sudah merasa berdosa karena preferensi seksualnya, kemudian diceramahi oleh tim besuk dan dikatakan pendosa menurut ajaran agama mereka. Pasien mengatakan merasa tidak diterima dunia-akhirat. Sehingga yang tadinya hanya gangguan penyesuaian/ gangguan depresi ringan kemudian berkembang menjadi gangguan depresi sedang smp berat. Kalau pd kasus2 spt ini, ada baiknya kita bisa memilih jenis pendekatan yg lain. Prinsipnya adalah jangan sampai kita menimbulkan 'harm' tambahan bagi si pasiennya ๐Ÿ˜Š

Kalau memang kasusnya pelik dan sulit, silahkan dikonsul doc. Kami siap membantu ๐Ÿ˜„
07 Mei 2019, 11:59
trimakasi dok :)
06 Mei 2019, 12:06

Alo dr. Margaretha,

sepertinya dapat diedukasi untuk menguatkan niat dan motivasi ya Dok. Karena ini adalah dasar utama, salah satunya karena butuh ketahanan yang kuat juga untuk meninggalkan lingkungan sebelumnya. Saya rasa penting untuk user mengetahui bahwa kelak ia akan dapat diterima di lingkungan barunya dan tidak sendirian.

Mengenai apa saja yang memicu dari yang saya baca masih perlu penelitian lebih lanjut dok. Faktor-faktor seperti pola asuh saat kecil, trauma, atau kelebihan hormon androgen saat perkembangan.

cmiiw

07 Mei 2019, 11:57
terimakasih dok :)
06 Mei 2019, 12:35
dr. Melsa Aprima, SpPD
dr. Melsa Aprima, SpPD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
06 Mei 2019, 12:06

Alo dr. Margaretha,

sepertinya dapat diedukasi untuk menguatkan niat dan motivasi ya Dok. Karena ini adalah dasar utama, salah satunya karena butuh ketahanan yang kuat juga untuk meninggalkan lingkungan sebelumnya. Saya rasa penting untuk user mengetahui bahwa kelak ia akan dapat diterima di lingkungan barunya dan tidak sendirian.

Mengenai apa saja yang memicu dari yang saya baca masih perlu penelitian lebih lanjut dok. Faktor-faktor seperti pola asuh saat kecil, trauma, atau kelebihan hormon androgen saat perkembangan.

cmiiw

Alodok. Ikut menambahkan, mungkin diperlukan psikoterapi seperti cognitive behaviour therapy, dll dari psikolog atau psikiater juga dok untuk pasien seperti itu

terima kasih
07 Mei 2019, 11:57
terimakasi dokter :)
07 Mei 2019, 05:09
dr.Samira
dr.Samira
Dokter Umum
Alo dok! Menarik sekali ya topik yang ditanyakan oleh user tersebut.

Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien. 

Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc

Terimakasih dok atas ilmunya..
07 Mei 2019, 09:44
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Sama2 dokter ๐Ÿ™
07 Mei 2019, 08:45
Saya pernah bertanya kepada pasangan homoseksualnya, hampir semuanya mengatakan adanya trauma masa lalu, seperti pernah disodomi masa kecilnya, orientasi sex sesama jenis dirasakan ketika mulai dewasa, beberapa kasus ada yg ingin berhenti dan berubah tetapi dorongan orientasi masih ada, saran ada beberapa pasien yang menjalani hipnoterapi dan meningkatkan spiritualnya ada yang berhasil sampai sekarang tidak ada orientasi berulang, semoga membantu
07 Mei 2019, 11:59
terimakasi dokter informasinya :)
07 Mei 2019, 09:32
06 Mei 2019, 12:35
Alodok. Ikut menambahkan, mungkin diperlukan psikoterapi seperti cognitive behaviour therapy, dll dari psikolog atau psikiater juga dok untuk pasien seperti itu

terima kasih
Setuju sekali dok, mungkin bisa diarahkan untuk mendatangi psikolog atau psikiater untuk penanganan lebih lanjut. 
07 Mei 2019, 12:00
terimakasi untuk masukan :)
09 Mei 2019, 13:03
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Alo dok!
Semoga belum terlambat saya mengikuti diskusi ini. 
Saya sependapat dengan TS yg lain, namun ada yg perlu dieksplorasi lagi mengenai kondisi tersebut, seperti apa ego dominan yg ada pada diri klien. Beberapa klien dengan ego tertentu akan merasa bimbang dengan pilihannya, mohon tenaga medis tidak terburu melakukan stigma, karena pd akhirnya mereka enggan utk melanjutkan proses terapi.
Lalu ketika mereka melakukan aktivitas seksual dengan partner nya, cari info mereka berperan sebagai apa & siapa dalam hubungan itu. Hal ini penting utk mengeksplorasi psikodinamik yg  nantinya bs jd modal kita utk melakukan edukasi.
Edukasi yg disampaikan boleh saja lewat pendekatan agama, sampaikan dr sisi medis juga kemungkinan apa saja yg akan terjadi, lalu yg paling penting adalah bagaimana melakukan acceptance atau penerimaan terhadap diri sendiri terlebih dahulu.
Semoga bermanfaat. Salam.
12 Mei 2019, 20:07
terimakasih untuk masukannya dokter. untuk psikodinamik ini seperti apa ya dok? 
10 Mei 2019, 22:52
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
dr.Anastasia Ratnawati Biromo, SpKJ
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
07 Mei 2019, 11:57
terimakasi dok untuk masukannya. 
dari user ,saya tanyakan dia mulai lebih tertarik dengan sesama jenis sejak usia 10 taun dok, lalu saat usia 17 taun dia sudha beberapa kali berganti ganti pasangan dok. untuk hubungan dengan ayah dna keluarga lainnya baik2 saja. untuk riwayat kekerasan seksual dna lingkungan pergaulan user tidak menjawab dok. dia hanya mengatakan sejak kecil, dia merasa lebih tertarik pada laki2. sudah mwncoba untuk dekat dengan wanita tetapi tidak ada rasa dok katanya. 

lalu saya sarankan untuk ke psikolog, pendekatan secara agama dan menghindari lingkungan yg mendukung ke arah sana dok. 
Menarik sekali bahwa user ini mulai mengalami ketertarikan dgn sesama jenis pada usia 10 tahun. Berdasarkan teori perkembangan psikoseksual Freud, usia 5-12 tahun merupakan fase latency dimana terjadi perkembangan dari hasrat seksual pada lawan jenis. Adanya gangguan pada fase ini, atau fase2 sebelumnya bisa saja menyebabkan pasien tidak dapat mengembangkan hasrat terhadap lawan jenis. Kita perlu menggali lebih dalam dan cermat mengenai situasi/konflik tertentu yg bermakna pada periode waktu tsb

Namun tentunya sulit menggali informasi tsb hanya melalui chat konsultasi ya doc. Kita tidak dapat melihat ekspresi wajah pasien/ nada suaranya saat kita menanyakan topik2 tertentu. Padahal perubahan ekspresi wajah/ nada suara bisa menjadi penanda penting bahwa kita telah 'menyentuh' topik yg sensitif bagi pasien. 
12 Mei 2019, 20:10
terimakai dokter. membantu sekali informasinya :)
07 Mei 2019, 10:28
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.
Dokter Spesialis Bedah Thoraks Kardio Vaskuler
Alo dok! Menarik sekali ya topik yang ditanyakan oleh user tersebut.

Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien. 

Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc

Terimakasih informasinya dok
07 Mei 2019, 13:03
dr. Muhammad Fariz, SpN
dr. Muhammad Fariz, SpN
Dokter Spesialis Saraf
Diskusi yg menarik, terima kasih 
09 Mei 2019, 16:18
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
dr. Karina Evelyn S, Sp.U
Dokter Spesialis Urologi
Saya ingin ikut bertanya terutama kepada TS SpKJ. Sepengetahuan saya, berdasarkan American Psychiatric Association, homoseksual bukan merupakan penyakit ataupun kelainan, melainkan hanya merupakan variasi ekspresi atau preferensi seksual. Bila demikian, apakah sebetulnya perlu diterapi? Mengingat tidak semua orang juga beragama atau benar-benar mengikuti ajaran agama. Terima kasih.
09 Mei 2019, 21:08
Alodokter, 
Menarik sekali topiknya. Ikut menyimak jawaban TS semua. 
10 Mei 2019, 11:40
dr. Dian Kartika Rezia, Sp.U
dr. Dian Kartika Rezia, Sp.U
Dokter Spesialis Urologi
Alo dok! Menarik sekali ya topik yang ditanyakan oleh user tersebut.

Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien. 

Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc

Menarik sekali topiknya.
Ikut menyimak dok. Terima kasih ๐Ÿ˜Š