Dilema Etik Hubungan dokter-pasien dan dokter-dokter - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo dokter, mau share pengalaman yang sering sekali saya alami di tempat kerja. Pasien sedang ditangani karena kritis sama dr A. Keluarga pasien menelpon dr...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Dilema Etik Hubungan dokter-pasien dan dokter-dokter

    Dibalas 04 April 2019, 17:01
    Anonymous
    Anonymous
    Dokter Umum

    Alo dokter, mau share pengalaman yang sering sekali saya alami di tempat kerja. Pasien sedang ditangani karena kritis sama dr A. Keluarga pasien menelpon dr B yang kebetulan kerja di tempat yg sama dengan alasan kenal baik, tapi bukan job desk-nya. Dia tidak periksa dan tidak tau tentang keadaan pasien. Bagaimana menurut TS ?

02 April 2019, 16:56
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Alo dokter!

Melanjutkan narasi sebelumnya, kalau dari sisi dokter y, kita harus sepakat dulu bahwa upaya kesehatan itu inspanning verbintenis, kita usahakan - upayakan - dan kita tidak menjanjikan hasil (resultaat verbintenis). Komponen dalam UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan:

a. Pasal 61 - Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.

b. Pasal 62 ayat (1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya.

 

kata kunci ada di "didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya", jadi balik dong kalau tidak ada kompetensi di bidang itu akan lebih baik menahan diri, memberi info boleh, sah-sah saja, dikembalikan lagi sesuai kewenangan tidak? sesuai kompetensi tidak? meriksa pasiennya tidak?

seperti itu y. Tapi memang antara Das Sein dengan Das Sollen akan selalu timbul perbedaan, disitulah membutuhkan kedewasaan menyikapi supaya tidak jatuh dalam kondisi distress. Tetap semangat untuk para TS yang mengalami kejadian serupa. Salam.

02 April 2019, 19:46
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Terimakasih dokter, penjelasannya.. Sangat bermanfaat.   
02 April 2019, 19:48
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Pasien kebetulan pada saat itu yang ditangani oleh dokter A kesadarannya soporcoma. .
02 April 2019, 17:19
Menarik sekali dok.
Sedikit pengalaman, ada keluarga pasien yang sulit mengerti dan selalu bertanya kepada dokter A yang merawat keluarganya dan keluarga pasien merasa bahwa pasien yang menjadi kritis akibat dokter A. Lalu keluarga pasien menelepon keluarganya yaitu dokter B. Dokter B akhirnya menelepon dokter A dan berdiskusi mengenai keadaan pasien.
Setelah terjadi diskusi, akhirnya dokter B menjelaskan kepada keluarganya mengenai keadaan kritis yang dialami pasien dan akhirnya keluarga pasien pun menerima keadaan yang terjadi.
Jadi terkadang hal ini dapat mempermudah dalam mengedukasi keluarga pasien yang sulit mengerti pernyataan dari dokter yang merawat, terutama saat keluarga pasien "kurang percaya" terhadap dokter yang merawat.
02 April 2019, 18:00
Berarti kuncinya ada didokter ya dok... tergantung kita mau jadi penengah yg baik atau malah memperkeruh.
02 April 2019, 18:08
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Seperti ini juga gpp, dikomunikasikan yg baik, nice share dok
04 April 2019, 10:26
Menarik sekali pembahasaannya. Saya ikut memberikan pendapat ya walau terlambat.



Dari kasus ini, saya rasa kita lihat dahulu dari hak pasien yang bisa kita ambil dari 3 pasal:



1) Pada Pasal 52 (b) UU no 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa pasien berhak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.



2) Pasal 45 ayat 5 UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

"Setiap tindakan kedokteran ... yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandangani oleh yang berhak memberikan persetujuan."



3) Pasal 56 ayat 2 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa hak menerima atau menolak tindakan medis salah satunya tidak berlaku pada keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.



Dari ketiga pasal di atas maka dapat disimpulkan di sini bahwa, jika pasien dalam keadaan kritis atau tidak sadarkan diri maka pihak keluarga terdekat boleh mengambil keputusan atau persetujuan tindakan medis. Selain itu, keluarga pasien juga berhak meminta second opinion dari dokter lain (dr.B) mengenai masalah kesehatan pasien jika masih dirasa ketidakpuasan oleh keluarga mengenai informasi kesehatan pasien dari dr. A.



Lalu sekarang bagaimana seharusnya peran dr. A dan dr. B dalam masalah ini agar seharusnya tidak terjadi pelanggaran etik dan tidak ada pihak yang dirugikan?



Berdasarkan Pasal 1 KODEKI Tahun 2012

"Setiap dokter wajib menjunjung tinggi sumpah dan janji dokter"

Di mana pada poin ke 10 dari isi sumpah dokter ditulis, "Saya akan memperlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung."

Dan juga ditulis di Pasal 18 KODEKI Tahun 2012, "Setiap dokter memperlakukan teman sejawat sebagaimana ingin diperlakukan."



Jadi dari kedua pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa diharapkan antara dr. A dan dr. B tidak saling menjatuhkan dan menjalin kerja sama yang baik selayaknya teman sejawat bahkan seperti saudara kandung.



Lalu ditulis pada pasal 7 KODEKI Tahun 2012

"Seorang dokter wajib hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya."



Jadi saya rasa, dr. B seharusnya tidak memberikan pendapat atau keterangan (seperti diagnosis atau terapi) kepada keluarga pasien jika tanpa mengetahui atau melihat atau tanpa melakukan pemeriksaan kepada pasien. Jikapun, dr. B ditanyai pendapat oleh keluarga, seharusnya dr. B hanya memberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut tanpa mengkritisi dan menjatuhkan dr. A di depan keluarga pasien tersebut.



Dan yang terakhir, berdasarkan pasal 9 KODEKI Tahun 2012

"Seorang dokter wajib bersikap jujur .... dan berupaya mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi ..."



Jadi menurut saya dr. B boleh mengingatkan dr. A jika misalnya dr. A masih ada kekurangan dalam hal penanganan pasien tersebut, namun harus berdasarkan bukti ilmiah dan asas kekeluargaaan dan tentunya tidak disampaikan di depan keluarga pasien.



Dan dr. A seyogyanya berterima kasih dan tidak tersinggung atau sakit hati bila secara pribadi diberi nasihat tentang kekurangannya oleh dr. B.
04 April 2019, 11:01
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Nice share, good job, saling melengkapi uraian diatas y dok.

Hanya memang kembali ke ketentuan awal, sesuai kewenangannya g sih klo dokter lain yg not on the right spot give more advance, sesuai kompetensinya g sih, dan yg paling penting tuh komunikasi. 
Apapun itu well done.. semoga semua TS tetap aman & nyaman dalam bekerja. 
04 April 2019, 17:01
Nice share dok, 

Menurut pengalaman sebagai dokter gigi pun seringkali terjadi hal serupa, saya setuju dengan ini bahwa yang perlu diingat saat memberikan second opinion ke pasien walaupun berbeda dgn dokter yang pertama, disampaikan dengan komunikasi yang baik tanpa menjatuhkan atau menyalahkan dokter tsb. Ini bertujuan agar nantinya pasien tidak berpikiran jelek atau menyalahkan dokter yang pertama menangani CMIIW
02 April 2019, 19:52
dr.Tri Gunawan, SpOG
dr.Tri Gunawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Setuju jika ada kasus seperti ini memang sebaiknya dokter A dan B saling berkomunikasi, bukan saaling menyalahkan.
02 April 2019, 20:02
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Betul dok. Tetapi seringnya di lapangan rekan dokter sering lupa. Tujuannya sama2 baik. Hanya kadang penyampaiannya dari dokter B ke dokter A seperti pada kasus, terkadang mengintervensi terapi dokter A . 
02 April 2019, 20:34
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
02 April 2019, 19:48
Pasien kebetulan pada saat itu yang ditangani oleh dokter A kesadarannya soporcoma. .
Baik dokter, sesuai dalam pasal tersebut diatas y
Kalau memang ada intervensi dari dokter lain selain dr. A yg berwenang memberikan tatalaksana maka perlu dikomunikasikan karena per-UU jelas hanya yg berwenang sesuai kompetensinya

It's ok gpp, jadi pembelajaran untuk kita semua, perlu berbesar hati & terus berbenah. 
02 April 2019, 20:38
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Terimakasih dok atas penjelasannya. Sangat membantu sekali. 👍👍
02 April 2019, 07:54
Benar dok ini sering sekali terjadi di jaman sekarang terutama pasien yg memiliki kolega dokter. Dari pengalaman saya selama kita mengikuti pedoman yg tepat dan memberikan terapi secara rasional maka tidak perlu khawatir dok. Pinter2nya kita KIE pada pasien. Kita tidak perlu melarang untuk mereka meminta pendapat kedua atau bersikap kontra, dan tetap terbuka terhadap saran bila memang itu rasional (terkadang memang dokter yg memberikan saran itu lebih tahu riwayat pasien sebelumnya). Namun ttp objektif dan menjelaskan pada pasien bahwa saat ini yg memeriksa langsung adalah kita. Biasanya pasien akan mengerti. Intinya memang Cara komunikasi dok🙏
02 April 2019, 07:54
Benar dok ini sering sekali terjadi di jaman sekarang terutama pasien yg memiliki kolega dokter. Dari pengalaman saya selama kita mengikuti pedoman yg tepat dan memberikan terapi secara rasional maka tidak perlu khawatir dok. Pinter2nya kita KIE pada pasien. Kita tidak perlu melarang untuk mereka meminta pendapat kedua atau bersikap kontra, dan tetap terbuka terhadap saran bila memang itu rasional (terkadang memang dokter yg memberikan saran itu lebih tahu riwayat pasien sebelumnya). Namun ttp objektif dan menjelaskan pada pasien bahwa saat ini yg memeriksa langsung adalah kita. Biasanya pasien akan mengerti. Intinya memang Cara komunikasi dok🙏
02 April 2019, 08:15

Alodokter

Kalau di tempat saya kadang terjadi juga Dok. Untung saja di sini semua dokter, perawat, residen, smpai konsulen sudah memahami peran masing-masing, dan memaklumi apabila ada pasien yang mencari saran-saran alternatif dan kadang pasien juga kembali diingatkan oleh sejawat kita untuk tetap menjaga komunikasi dengan dokter yang pertama menangani, jadi saling paham. 

Setuju dengan TS lain, intinya pada komunikasi pasien-dokter-teman sejawat secara transparan dan selalu siap sedia menerima saran-kritikan apabila itu membangun dan demi kesembuhan pasien.

Terimakasih

 

02 April 2019, 08:47
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Betul dok. Memang sepertinya masih sulit pelaksanaannya terutama di tempat kerja saya. . 
Terimakasih penjelasannya,dokter . . 😃
02 April 2019, 16:24
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Alo dokter!

Stay cool & calm y dok... Menyimak pertanyaan dokter (anonymous) diatas, agaknya kasus ini sering terjadi di berbagai sentra layanan kesehatan. Lalu bagaiman menyikapi hal tersebut? perlu dilihat dari dua sisi y dok, dari sisi pasien & keluarga sebagai pengguna layanan kesehatan dan dari sisi dokter. 

Kita refresh lagi mengenai hak pasien yang diatur dalam :

a. Pasal 52 ayat b UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. 

b. Pasal 56 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (mengenai perlindungan pasien) dijelaskan bahwa (1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. (2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

(a). penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;

(b). keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau

(c). gangguan mental berat.

 

Nah, saya tidak mengetahui yang dimaksud kritis oleh dokter (anonymous) tersebut apakah sampai kondisi delirium yang tidak sadarkan diri atau seperti apa. Keluarga pasien punya hak menerima, menolak dalam artian memang secara UU diperkenankan mencari pendapat lain.

 

Akhirnya kembali pada dokter yang diminta sebagai pemberi saran, apabila tidak melakukan pemeriksaan langsung, maka lebih baik menahan diri untuk memberikan saran pribadi ataupun profesional sebagai dokter kepada keluarga pasien. Kurang lebih seperti itu yang bisa saya sampaikan, jika ada tambahan akan saya susulkan segera sebagai bahan baca untuk TS semua. Semoga bermanfaat. Salam.

02 April 2019, 17:07
Pembahasan yg menarik Dok.. Ikut menyimak 
02 April 2019, 19:51
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Terimakasih share nya dok. . Memang hal seperti ini memerlukan diri kita juga untuk berbesar hati. . Hehe. . 
02 April 2019, 19:51
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
Terimakasih share nya dok. . Memang hal seperti ini memerlukan diri kita juga untuk berbesar hati. . Hehe. . 
04 April 2019, 11:25
04 April 2019, 11:01
Nice share, good job, saling melengkapi uraian diatas y dok.

Hanya memang kembali ke ketentuan awal, sesuai kewenangannya g sih klo dokter lain yg not on the right spot give more advance, sesuai kompetensinya g sih, dan yg paling penting tuh komunikasi. 
Apapun itu well done.. semoga semua TS tetap aman & nyaman dalam bekerja. 
Setuju dok. Terima kasih atas sharingnya 🙏