Empowering recovery: a remote spirometry system and mobile app for monitoring and promoting pulmonary rehabilitation in patients with rib fracture.
Liao C-A, Young T-H, Kuo L, et al. Trauma Surg Acute Care Open. 2025; 10: e001309. DOI : https://doi.org/10.1136/tsaco-2023-001309
Abstrak
Latar Belakang: Fraktur iga multipel umumnya diakibatkan oleh trauma tumpul pada dada. Fraktur ini dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang berkepanjangan dan sering kali memerlukan rehabilitasi jangka panjang.
Tujuan: Untuk mengevaluasi kelayakan perangkat spirometri jarak jauh untuk pemantauan fungsi paru secara terus menerus pada pasien dengan fraktur iga multipel.
Metode: Antara Januari 2021 dan April 2021, diterapkan sistem spirometri jarak jauh untuk pasien dewasa dengan fraktur iga multipel dan data klinis mereka dikumpulkan. Peneliti menggunakan sistem Restart untuk memantau parameter pernapasan pasien. Sistem ini mencakup spirometer nirkabel dan aplikasi seluler Healthy Lung. Spirometer portabel digunakan untuk mengukur Forced Vital Capacity (FVC), Peak Expiratory Flow (PEF), dan Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1).
Hasil: Sebanyak 21 pasien diikutsertakan dalam studi ini. Peserta dikategorikan dalam dua kelompok usia: di atas dan di bawah 65 tahun. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam karakteristik demografis maupun tingkat adopsi perangkat. Namun, pasien berusia di bawah 65 tahun menunjukkan perbaikan fungsi paru yang lebih signifikan dibanding kelompok usia lebih tua, dengan perbedaan bermakna pada nilai FVC (110% vs 10%, p=0,032) dan PEF (64,2% vs 11,9%, p=0,003).
Kesimpulan: Tingkat adopsi perangkat spirometri jarak jauh serupa antara pasien tua dan muda dengan fraktur iga. Namun, perangkat ini memberikan peningkatan fungsi paru yang lebih besar pada pasien usia lebih muda. Alat ini berpotensi efektif sebagai sistem pemantauan fungsi paru secara real-time dan kontinu bagi pasien dengan fraktur iga multipel.
Ulasan Alomedika
Pasien dengan fraktur iga multipel sering mengalami gangguan fungsi paru jangka panjang yang meningkatkan risiko komplikasi seperti pneumonia dan atelektasis, sehingga pemantauan fungsi paru yang akurat menjadi penting. Studi ini mengangkat relevansi penggunaan spirometri jarak jauh berbasis aplikasi sebagai solusi alternatif yang lebih praktis dan berkelanjutan dibandingkan metode konvensional yang terbatas pada fasilitas rumah sakit.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan pilot study kohort prospektif yang dilakukan di Pusat Trauma Chang Gung Memorial Hospital, Taiwan, untuk menilai kelayakan dan efikasi sistem spirometri jarak jauh (Restart system) yang dilengkapi dengan aplikasi seluler "Healthy Lung" dalam memantau dan mendukung rehabilitasi paru pasien dengan fraktur iga multipel. Studi ini dilakukan antara Januari hingga April 2021 dengan total 21 partisipan dewasa yang memiliki lebih dari tiga fraktur iga.
Kriteria inklusi meliputi pasien dengan kondisi stabil secara hemodinamik dan kemampuan untuk mengikuti instruksi penggunaan aplikasi dan perangkat spirometri. Kriteria eksklusi mencakup pasien dengan gangguan hemodinamik yang membutuhkan resusitasi dan intubasi, GCS<13, gangguan jalan napas, gangguan neurologis, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi kognitif yang membuat penggunaan spirometri tidak bisa dilakukan.
Sistem Restart terdiri dari spirometer nirkabel dan aplikasi ponsel, yang memungkinkan pasien mengukur FVC, FEV1, dan PEF secara mandiri. Pasien dilatih selama rawat inap untuk dapat menggunakan perangkat, dan data hasil pemeriksaan spirometri dikirimkan ke petugas medis secara daring.
Penilaian efikasi dilakukan berdasarkan peningkatan nilai FVC, FEV1, dan PEF dari baseline hingga minggu ke-8 pasca rawat inap. Adopsi penggunaan sistem dinilai berdasarkan frekuensi penggunaan lebih dari 3 kali/minggu selama lebih dari 10 hari pada masa follow up. Pasien yang gagal untuk mencapai kriteria ini dikategorikan sebagai kelompok adopsi buruk. Evaluasi juga melibatkan System Usability Scale (SUS) untuk menilai kemudahan penggunaan sistem dan tugas yang diberikan.
Ulasan Hasil Penelitian
Dari 113 pasien yang diperiksa dengan diagnosis fraktur iga multipel, 67 pasien masuk kriteria eksklusi. Dari 46 pasien yang tersisa, 25 menolak untuk berpartisipasi dan hanya tersisa 21 pasien yang memenuhi kriteria dan menyetujui partisipasi. Usia rerata partisipan adalah 59 tahun, 81% laki-laki, dengan skor SUS rata-rata 85 (menunjukkan sistem sangat dapat diaplikasikan).
Separuh pasien (11 pasien) menunjukkan tingkat adopsi baik. Peneliti membagi 2 kelompok analisis, yaitu kelompok muda (16 pasien) dan kelompok lansia dengan usia >65 tahun (5 pasien), yang mana ditemukan bahwa kelompok muda menunjukkan peningkatan fungsi paru yang jauh lebih tinggi dibandingkan lansia (FVC meningkat 110% vs 10%, p=0.032; dan PEF 64% vs 12%, p=0.003).
Sebagian besar pasien (rata-rata 6.3 kali/minggu) menggunakan perangkat sesuai instruksi selama dua bulan pertama, namun terjadi penurunan penggunaan pada bulan ketiga. Komplikasi terjadi pada 43,75% kelompok muda dan 40% kelompok lansia, yaitu berupa pneumonia, efusi pleura persisten dan readmisi dalam 30 hari. Tidak ditemukan kejadian kematian pada penelitian ini.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelebihan dalam pendekatan inovatif dengan mengintegrasikan teknologi spirometri jarak jauh berbasis aplikasi untuk memantau fungsi paru secara real-time pada pasien fraktur iga multipel. Selain itu, studi ini menggunakan desain prospektif dengan evaluasi tingkat adopsi pasien terhadap teknologi, yang memberikan wawasan awal mengenai kelayakan penerapan telemedicine dalam pengawasan fungsi paru pasca trauma.
Limitasi Penelitian
Sebagai pilot study, penelitian ini memiliki ukuran sampel yang sangat kecil (hanya 21 pasien). Selain itu, ada kemungkinan bias seleksi karena tingginya tingkat penolakan partisipan (25 dari 46 yang memenuhi kriteria inklusi menolak ikut). Parameter luaran yang digunakan seperti FVC, PEF, dan FEV1 memang relevan untuk menilai fungsi paru, tetapi belum dikaitkan langsung dengan luaran klinis yang lebih bermakna, seperti kejadian pneumonia, durasi rawat inap, atau kualitas hidup.
Keterbatasan lain adalah validitas dan reliabilitas dari perangkat yang digunakan tidak diterangkan. Meski peneliti menjelaskan mekanisme teknisnya, peneliti tidak menjabarkan lebih lanjut apakah perangkat yang digunakan sudah menjalani uji akurasi diagnostik bila dibandingkan baku emas. Tidak ada juga penjelasan mengenai apakah ada verifikasi kualitas manuver spirometri yang dilakukan pasien secara mandiri, sehingga akurasi dari data yang dianalisis juga meragukan.
Perlu pula dicatat bahwa spirometri tidak rutin digunakan dalam pemantauan pasien fraktur iga di praktik klinis. Tidak semua pasien fraktur iga membutuhkan spirometri jangka panjang, terutama jika fungsi paru membaik dengan mobilisasi dan analgesia. Pemantauan fungsi paru jangka lama bisa dipertimbangkan pada pasien dengan gejala menetap, nyeri berat, atau risiko gagal napas tinggi, sehingga kegunaan klinis dari perangkat yang dipelajari dalam studi ini juga mengundang tanda tanya.
Mengingat tidak adanya intervensi rehabilitatif aktif dalam studi ini, kata ‘rehabilitasi’ yang digunakan pada judul studi ini menjadi rancu. Meski begitu, mungkin saja kata ‘rehabilitasi’ digunakan untuk mengacu pada pemantauan dan pemulihan fungsi paru pasca trauma.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Mengingat tantangan geografis dan demografis di Indonesia, perangkat berbasis jarak jauh atau telemedicine sangat bermanfaat dan berpotensi besar untuk diterapkan di Indonesia. Meski demikian, validitas dan reliabilitas dari perangkat yang digunakan dalam studi ini masih perlu diverifikasi lebih lanjut dalam penelitian yang lebih baik.