Hubungan Vaksin COVID-19 dari Pfizer dan Insidensi COVID-19 Simtomatik dan Asimtomatik pada Tenaga Kesehatan – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Association between Vaccination with BNT162b2 and Incidence of Symptomatic and Asymptomatic SARS-CoV-2 Infections among Health Care Workers

Angel Y, Spitzer A, Henig O, Saiag E, Sprecher E, Padova H, Ben-Ami R. JAMA. 2021 Jun 22;325(24):2457-2465. PMID: 33956048.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 600x250

Abstrak

Tujuan: Uji klinis acak telah melaporkan estimasi efektivitas vaksin COVID-19 dari Pfizer terhadap COVID-19 (infeksi SARS-CoV-2) yang simtomatik. Namun, efeknya terhadap infeksi asimtomatik belum jelas. Studi ini bertujuan untuk memperkirakan hubungan vaksin Pfizer-BioNTech BNT162b2 dengan insidensi infeksi SARS-CoV-2 simtomatik maupun asimtomatik pada tenaga kesehatan.

Desain, Tempat, dan Partisipan: Studi ini adalah studi kohort retrospektif single-center yang dilakukan di rumah sakit tersier di Tel Aviv, Israel. Data dikumpulkan berdasarkan infeksi SARS-CoV-2 yang terkonfirmasi melalui tes polymerase chain reaction (PCR).

Partisipan adalah tenaga kesehatan yang rutin menjalani skrining COVID-19 dengan swab nasofaring pada tanggal 20 Desember 2020 sampai 25 Februari 2021. Regresi logistik dilakukan untuk menghitung rasio insidensi (incidence rate ratios atau IRR) yang membandingkan kejadian infeksi antara peserta yang divaksinasi dan tidak divaksinasi.

Pajanan: Vaksinasi dengan vaksin BNT162b2 dibandingkan dengan status tidak vaksin, yang dipastikan dari database kesehatan pegawai. Vaksinasi lengkap didefinisikan sebagai kondisi >7 hari setelah menerima dosis vaksin kedua.

Luaran Primer dan Pengukuran: Luaran primer adalah incidence rate ratios (IRR) yang disesuaikan dengan regresi untuk infeksi SARS-CoV-2 simtomatik dan asimtomatik dari tenaga kesehatan yang divaksinasi lengkap dan yang tidak divaksinasi. Luaran sekunder meliputi IRR untuk tenaga kesehatan yang divaksinasi sebagian (hari 7–28 setelah dosis pertama) dan yang terlambat vaksinasi (>21 hari setelah dosis kedua).

Hasil: Total 6.710 tenaga kesehatan (usia rerata 44,3 tahun dan 66,5% perempuan) dipantau selama 63 hari. Sebanyak 5.953 tenaga kesehatan (88,7%) telah menerima paling tidak 1 dosis vaksin BNT162b2, sementara 5.517 orang (82,2%) menerima 2 dosis dan 757 orang (11,3%) tidak melakukan vaksinasi.

Partisipan yang menerima vaksinasi memiliki rerata usia yang lebih tua daripada yang tidak menerima vaksinasi (44,8 vs. 40,7 tahun) dan jenis kelamin laki-laki (31,4% vs. 17,7%). Infeksi SARS-CoV-2 simtomatik terjadi pada 8 partisipan yang telah divaksinasi lengkap dan 38 partisipan yang tidak divaksinasi (angka kejadian 4,7 vs. 149,8 per 100.000 person-days; IRR 0,03; 95% CI 0,001–0,06).

Infeksi SARS-CoV-2 asimtomatik terjadi pada 19 partisipan yang telah divaksinasi lengkap dan 17 partisipan yang tidak divaksinasi (angka kejadian 11,3 vs. 67,0 per 100.000 person-days; IRR 0,14; 95% CI, 00,7–0,31). Hasilnya secara kualitatif tidak berubah dengan analisis sensitivitas skor kecenderungan.

Kesimpulan: Pada tenaga kesehatan di suatu fasilitas kesehatan di Tel Aviv, Israel, insidensi infeksi SARS-CoV-2 simtomatik dan asimtomatik terbukti secara signifikan lebih rendah pada penerima vaksin BNT162b2 lengkap (>7 hari setelah dosis kedua) daripada pada partisipan yang tidak divaksinasi. Namun, temuan studi ini memiliki keterbatasan, yaitu desain studi yang observasional.

shutterstock_1690179541-min

Ulasan Alomedika

Menurut hasil uji klinis fase 3, vaksin COVID-19 BNT162b2 yang diproduksi oleh Pfizer dan BioNTech memiliki efektivitas hingga 95% dalam mencegah infeksi SARS-CoV-2 simtomatik. Namun, pengaruh vaksin ini terhadap insidensi infeksi asimtomatik masih belum diketahui dengan jelas.

Studi ini bertujuan untuk mempelajari hubungan vaksin BNT162b2 dengan insidensi infeksi SARS-CoV-2 yang simtomatik dan juga asimtomatik. Studi dilakukan terhadap tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan merupakan salah satu sasaran utama vaksinasi COVID-19.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini menggunakan metode kohort retrospektif untuk memperkirakan hubungan vaksinasi BNT162b2 dengan kejadian infeksi SARS-CoV-2 pada tenaga kesehatan. Studi dilakukan di suatu pusat kesehatan tersier di Tel Aviv, Israel.

Grup vaksin terdiri dari tenaga kesehatan yang telah menerima paling tidak 1 dosis vaksin di antara tanggal 20 Desember 2020 sampai 25 Februari 2021. Sementara itu, grup kontrol adalah tenaga kesehatan yang belum divaksin selama periode studi.

Semua tenaga kesehatan menjalani tes PCR. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang tidak menjalani PCR selama masa penelitian, memiliki data yang tidak lengkap tentang tanggal vaksinasi, atau telah tertular infeksi SARS-CoV-2 sebelum periode studi.

Luaran primer yang diteliti adalah insidensi infeksi SARS-CoV-2 pada grup vaksinasi lengkap dan grup yang tidak divaksinasi. Sementara itu, luaran sekunder adalah  insidensi infeksi SARS-CoV-2 pada grup yang divaksinasi belum lengkap dan yang terlambat divaksinasi, yang kemudian dibandingkan dengan grup yang tidak divaksin.

Data juga dianalisis secara subkelompok menurut usia, jenis kelamin, sektor pekerjaan, dan perkiraan tingkat paparan SARS-CoV-2. Data dianalisis dengan menggunakan tes T untuk variabel dengan distribusi normal dan tes X2 untuk variabel kategorikal. Studi ini menggunakan analisis incidence rate ratio (IRR) untuk memperkirakan efektivitas vaksin antara tenaga kesehatan yang telah divaksin dengan yang tidak divaksin.

Ulasan Hasil Penelitian

Ada 6.710 tenaga kesehatan yang memenuhi kriteria studi. Sekitar 88,7% partisipan mendapatkan minimal 1 dosis vaksin, sementara sekitar 82,2% mendapatkan 2 dosis dan sekitar 11,3% tidak divaksinasi.

Infeksi SARS-CoV-2 simtomatik terdeteksi pada 64 tenaga kesehatan yang telah menerima minimal 1 dosis vaksin (incidence rate 19,4 per 100.000 person-days) dan pada 85 tenaga kesehatan yang tidak divaksinasi (incidence rate 186,1 per 100.000 person-days). Sementara itu, incidence rate infeksi SARS-CoV-2 simtomatik adalah 4,7 vs. 149,8 per 100.000 person-days pada tenaga kesehatan yang telah divaksinasi lengkap dibandingkan yang belum divaksinasi (IRR = 0,03).

Infeksi SARS-CoV-2 asimtomatik terdeteksi pada 63 tenaga kesehatan yang telah menerima minimal 1 dosis vaksin (19,1 per 100.000 person-days) dan pada 31 tenaga kesehatan yang tidak divaksin (67,9 per 100.000 person-days). Incidence rate infeksi SARS-CoV-2 asimtomatik adalah 11,3 vs. 67 per 100.000 person-days pada tenaga kesehatan yang telah divaksinasi lengkap dibandingkan dengan yang belum divaksinasi (IRR = 0,14).

Estimasi dari keseluruhan IRR untuk infeksi SARS-CoV-2 simtomatik dan asimtomatik pada analisis subgrup konsisten dengan hasil analisis primer. Hasil studi menunjukkan bahwa vaksinasi dua dosis BNT162b2 secara signifikan menurunkan angka kejadian infeksi SARS-CoV-2 simtomatik maupun asimtomatik.

IRR untuk luaran primer adalah 0,03 untuk infeksi simtomatik dan 0,14 untuk infeksi asimtomatik, sesuai dengan perkiraan efektivitas vaksin (1-IRR) yaitu 97% dan 86%. Hubungan antara status vaksinasi dan infeksi SARS-CoV-2 simtomatik sesuai dengan efikasi 95% yang dilaporkan pada studi klinis fase 3.

Kelebihan Penelitian

Mayoritas studi tentang efek vaksin COVID-19 umumnya hanya menganalisis infeksi yang simtomatik. Kelebihan penelitian ini adalah inklusinya terhadap infeksi yang asimtomatik. Metode pengumpulan data terbilang cukup baik untuk mendeteksi kasus asimtomatik, yakni dengan mengumpulkan hasil PCR tenaga medis secara sistematis.

Kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini juga sudah cukup jelas, sehingga bisa meminimalkan bias. Selain itu, penggunaan populasi tenaga medis dalam studi ini juga memberikan kontribusi data yang baik, karena mayoritas studi yang ada umumnya tidak mempelajari populasi tenaga medis dengan tingkat pajanan yang mungkin lebih tinggi daripada populasi umum.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dan melibatkan hanya satu fasilitas layanan kesehatan, sehingga hasil belum tentu dapat diaplikasikan secara umum untuk semua populasi. Selain itu, tenaga kesehatan yang telah divaksinasi lebih sedikit menjalani tes PCR daripada tenaga kesehatan yang tidak divaksin. Hal ini berpotensi menimbulkan bias terhadap infeksi yang lebih diamati pada grup yang tidak divaksin.

Selain itu, faktor-faktor perancu seperti kepatuhan terhadap rekomendasi vaksin, status kesehatan awal, dan perilaku hidup bersih-sehat dapat memengaruhi hasil penelitian.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang menerima vaksinasi BNT162b2 memiliki insidensi infeksi SARS-CoV-2 simtomatik maupun asimtomatik yang lebih rendah daripada tenaga kesehatan yang belum divaksin. Hal ini tentu akan sangat bermanfaat untuk mengurangi insidensi infeksi pada tenaga medis di Indonesia ketika vaksin BNT162b2 memasuki Indonesia suatu hari nanti.

Tenaga kesehatan merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami COVID-19 karena kecenderungannya untuk menerima paparan yang lebih lama atau lebih tinggi saat bekerja. Vaksinasi tenaga medis diharapkan dapat mengurangi risiko infeksi dan mengurangi mortalitas akibat COVID-19 pada populasi ini.

Referensi