Hentikan Pemberian Obat Sirup Menggunakan Sendok Makan

Oleh :
dr. Nurul Falah

Kebiasaan pemberian obat sirup menggunakan sendok makan harus dihentikan karena berisiko menyebabkan kesalahan dosis obat. Banyak orang tua memberikan obat sirup untuk anak menggunakan sendok makan karena mengikuti instruksi dosis yang tertulis dalam satuan sendok makan (sdm) atau sendok teh (sdt). Padahal, ukuran sendok tersebut di berbagai tempat tidak selalu sama.[1,2]

Perbedaan ukuran berbagai sendok dapat menimbulkan kesalahan pemberian dosis obat. Berdasarkan hasil suatu studi, penggunaan sendok teh menyebabkan pemberian dosis obat 8,4% lebih sedikit dari seharusnya, sementara penggunaan sendok makan menyebabkan pemberian dosis obat 11,6% lebih banyak dari seharusnya.[2,3]

shutterstock_708809863-min

Konsumsi obat dengan takaran yang tidak tepat akan menyebabkan kerugian, seperti overdosis, obat tidak bekerja dengan maksimal, dan resistensi obat. Dokter perlu mengedukasi pasien untuk menggunakan sendok takar yang biasanya tersedia dalam kemasan obat ataupun pipet tetes dan syringe oral.[1,4]

Berbagai organisasi kesehatan seperti Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan United States Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan dokter untuk menggunakan alat ukur dengan label mililiter (mL) saat peresepan obat, serta menghindari penulisan dosis obat dengan satuan sendok makan atau sendok teh.[1,4]

Kesalahan Dosis dalam Pemberian Obat Sirup

Banyak penelitian klinis telah melaporkan kesalahan dosis dalam pemberian obat sirup. Orang tua dilaporkan 2 kali lebih mungkin untuk memilih sendok makan atau sendok teh sebagai alat ukur jika aturan dosis di kertas resep tertulis dalam satuan sendok teh atau sendok makan daripada dalam satuan mililiter.[2,4]

Studi acak terkontrol oleh Yin et al melaporkan bahwa 84,4% dari total 2.110 orang tua dengan anak berusia <8 tahun membuat kesalahan dosis dalam pemberian obat sirup. Instruksi dalam satuan sendok berkaitan dengan kesalahan pemberian dosis yang lebih besar daripada instruksi dalam satuan mL.[5]

Studi Safe Administration for Every Prescription for Kids juga pernah mempelajari 2.110 partisipan yang memiliki anak usia 8 tahun dan usia 1–5 tahun. Sebanyak 27,7% partisipan yang melihat instruksi berisi satuan sendok teh (tunggal atau dengan mL) memilih alat takar yang tidak standar (misalnya sendok teh dapur atau sendok makan). Persentase ini lebih tinggi daripada partisipan yang hanya melihat satuan mL (8,3%).[2]

Studi cross-sectional oleh Cheikh et al mencoba memberikan edukasi pada partisipan di farmasi. Dari total 396 partisipan, sepertiga tetap menggunakan sendok makan, sementara 54% memilih alat ukur yang terkalibrasi. Edukasi dilaporkan berdampak positif pada praktik pemberian obat.[6]

Perbandingan Alat Pengukur Dosis Obat

Berdasarkan studi oleh Wansink et al terhadap 195 mahasiswa yang mengunjungi klinik universitas, penggunaan sendok teh menyebabkan pemberian dosis 8,4% lebih sedikit dari seharusnya, sementara penggunaan sendok makan menyebabkan pemberian dosis 11,6% lebih banyak dari seharusnya.[3]

Studi observasional Joshi P et al juga meneliti kesalahan dosis yang dilakukan orang tua saat memberikan sirup paracetamol. Partisipan diminta untuk memperkirakan dosis 5 mL menggunakan tiap alat yang tersedia (sendok makan dengan kapasitas 5 mL, syringe 5 mL, serta sendok takar obat dengan garis tanda 2,5 mL, 5 mL, dan 10 mL).

Kesalahan dosis diklasifikasikan sebagai: tidak ada kesalahan (±10%); kesalahan ringan (±11–20%); kesalahan sedang (±21–40%); dan (kesalahan berat (±40%). Dari 386 partisipan, 72 orang (18,65%) salah memperkirakan dosis. Dari jumlah itu, 58 (15,02%) membuat kesalahan ringan dan 14 (3,62%) membuat kesalahan sedang.

Penggunaan syringe berkaitan dengan perkiraan dosis yang paling akurat, dengan hanya 3 partisipan (3,57%) yang memberikan dosis salah bila dibandingkan dengan pengguna sendok makan (56,25%) dan sendok takar obat (18,89%). Sendok makan dilaporkan paling tidak akurat.[7]

Edukasi untuk Pemberian Dosis yang Tepat

Dokter berperan untuk mengedukasi pasien tentang pemberian dosis yang tepat. Menurut studi van Ittersum et al, pilihan alat ukur obat sirup dipengaruhi oleh satuan dosis yang tertulis pada resep. Partisipan yang diberikan instruksi dosis obat dengan satuan sendok teh dilaporkan dua kali lebih mungkin untuk menggunakan sendok teh bila dibandingkan dengan partisipan yang diberikan instruksi dalam unit mililiter.

Sementara itu, partisipan yang diberikan instruksi dosis dengan satuan kombinasi dari sendok teh dan unit mililiter juga masih 1,5 kali lebih mungkin untuk memilih sendok teh bila dibandingkan dengan partisipan yang hanya diberikan instruksi dalam unit mililiter (23,1 vs 15,4%).[4]

Survei oleh Lovegrove et al menilai persepsi dan perilaku dokter umum dan dokter anak dalam pemberian dosis obat sirup. Hasil menunjukkan bahwa partisipan dokter umum yang meresepkan dalam satuan mL secara signifikan lebih sedikit daripada partisipan dokter anak. Sekitar 72% partisipan dokter umum menuliskan instruksi obat dalam satuan sendok karena sebagian besar pasien atau perawat lebih memilih instruksi dalam satuan sendok makan atau sendok teh.

Sementara itu, dokter anak lebih banyak berpendapat bahwa penggunaan satuan mL adalah yang paling aman (80,8% vs 54,7% bila dibandingkan dengan dokter umum). Dokter anak juga lebih sering menuliskan instruksi obat dalam satuan mL dibandingkan dokter umum (56,8% vs 30,9%). Edukasi dokter umum, perawat, maupun orang tua untuk mendukung peresepan dengan satuan mL masih sangat dibutuhkan.[8]

Rekomendasi Intervensi untuk Meningkatkan Akurasi Dosis Obat Sirup

Beberapa rekomendasi untuk dokter umum agar dokter dapat meningkatkan akurasi pemberian dosis obat sirup adalah sebagai berikut:

  • Dokter sebisa mungkin hanya menuliskan satuan mL pada resep obat sirup dan menghindari satuan sendok makan atau sendok teh
  • Dokter menyediakan sesi edukasi untuk pasien atau orang tua mengenai cara pemberian dosis obat dengan alat yang tepat
  • Dokter menjelaskan kelebihan dan kekurangan tiap alat ukur obat yang tersedia. Contohnya, kekurangan sendok takar obat adalah alat ini hanya memiliki batas 2,5 ml, 5 ml, dan 10 ml. Jika pasien membutuhkan dosis lain, dosis akan sulit diukur
  • Dokter menjelaskan kelebihan syringe untuk pemberian obat sirup dengan dosis lebih akurat. Syringe oral yang tersedia juga dapat dicuci bersih dengan sabun, dikeringkan, dan dipakai ulang
  • Dokter menunjukkan orang tua cara mengukur dosis obat yang tepat dengan menggunakan syringe atau sendok takar obat[7]

Kesimpulan

Pemberian obat sirup menggunakan sendok makan maupun sendok teh sebaiknya dihentikan. Studi menunjukkan bahwa penggunaan kedua alat ini dapat menyebabkan kelebihan maupun kekurangan dosis obat. Hal ini terutama lebih berisiko pada pasien anak-anak. Alat ukur yang terbukti memiliki akurasi paling baik adalah syringe oral.

Dokter berperan penting dalam mengedukasi pasien dan orang tua tentang pemberian obat dengan dosis yang tepat. Selain itu, dokter sebaiknya hanya menulis resep dalam satuan mL dan sebisa mungkin menghindari satuan sendok makan ataupun sendok teh. Hal ini dikarenakan studi menunjukkan bahwa penulisan satuan sendok makan dan sendok teh dalam resep membuat orang tua pasien cenderung menggunakan alat-alat tersebut daripada alat lain yang terstandar.

Tonton video terkait alasan untuk menghentikan pemberian obat sirup pakai sendok makan di sini.

Referensi