Etripamil Intranasal untuk Atrioventricular Nodal Dependent Takikardia Supraventrikular Paroksismal – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Self-administered Intranasal Etripamil using symptom-prompted, repeat dose regimen for atrioventricular-nodal dependent supraventricular Tachycardia (RAPID): Multicentre, randomised trial

Bruce S Stambler, A John Camm, Marco Alings, Paul Dorian, Hein Heidbuchel, et al, RAPID Investigators. Lancet. 2023. 402(10396):118-128. doi: 10.1016/S0140-6736(23)00776-6. PMID: 37331368.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Etripamil merupakan obat golongan penyekat kanal kalsium kerja cepat yang digunakan secara intranasal. Obat ini dikembangkan sebagai salah satu pengobatan untuk takikardia supraventrikular di luar fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan dari etripamil 70 mg nasal spray berdasarkan panduan gejala, regimen dosis berulang untuk konversi akut dari atrioventricular-nodal-dependent takikardia supraventrikular paroksismal menjadi irama sinus dalam 30 menit.

Metode: RAPID merupakan uji klinis multisenter dengan randomisasi, kontrol plasebo, dengan event-driven yang dilakukan pada 160 tempat di Amerika Utara dan Eropa sebagai bagian kedua dari studi NODE-301. Kriteria inklusi penelitian ini adalah usia ≥18 tahun, memiliki riwayat takikardia supraventrikular paroksismal dengan sustained, episode simptomatik ≥20 menit yang didokumentasikan dengan EKG.

Pasien kemudian diberikan dua dosis percobaan etripamil intranasal masing-masing 70 mg, interval 10 menit, saat irama sinus. Pasien yang mentoleransi pemberian dosis tersebut kemudian menjalani randomisasi dengan peluang 1:1 menggunakan sistem teknologi interaktif untuk menerima etripamil atau plasebo.

Berdasarkan panduan adanya gejala dari takikardia supraventrikular paroksismal, pasien melakukan pemberian etripamil intranasal 70 mg atau plasebo secara mandiri. Jika gejala tetap ada dalam waktu 10 menit, maka pemberian dosis kedua dilakukan. Masing-masing pasien menjalani perekaman data EKG secara kontinyu terlepas dari perlakuan yang diterima pasien.

Luaran primer dari penelitian ini adalah konversi takikardia supraventrikular paroksismal minimal selama 30 detik dalam 30 menit setelah pemberian dosis pertama, yang diukur pada semua pasien terlepas dari perlakuan yang diterima.

Hasil Penelitian: Dalam rentang waktu 13 Oktober 2020 hingga 20 Juli 2022, sebanyak 692 pasien menjalani randomisasi. 184 partisipan, 99 dari kelompok etripamil dan 85 dari kelompok plasebo, melakukan penggunaan dosis mandiri untuk atrioventricular-nodal-dependent takikardia supraventrikular paroksismal dengan diagnosis dan waktu yang dikonfirmasi.

Estimasi waktu konversi dalam 30 menit menurut kurva Kaplan-Meier adalah 64% (63/99) pada kelompok etripamil dan 31% (26/85) pada kelompok plasebo. Median waktu konversi adalah 17,2 menit dengan etripamil vs 53,5 menit dengan plasebo. Analisis sensitivitas umum dari asesmen primer dilakukan untuk menguji kelayakan tes dengan hasil tambahan yang mendukung.

Efek samping dari tata laksana terjadi pada 68 (50%) dari 99 pasien yang mendapatkan etripamil dan 12 (11%) dari 85 pasien yang mendapatkan plasebo. Mayoritas terlokalisir pada tempat pemberian obat, dengan intensitas ringan atau sedang. Efek samping yang timbul pada minimal 5% pasien yang diobati dengan etripamil adalah rasa tidak nyaman pada hidung (23%), kongesti nasal (13%), dan rhinorrhea (9%). Tidak ditemukan efek samping serius terkait etripamil atau kematian yang dilaporkan.

Interpretasi: Menggunakan pengobatan yang berbasis gejala secara mandiri dengan dosis inisial dan dosis ulangan etripamil intranasal dapat ditoleransi dengan baik, aman, dan lebih baik dibandingkan plasebo untuk konversi cepat dari atrioventricular nodal dependent takikardia supraventrikular paroksismal menjadi irama sinus.

Pendekatan ini dapat menguatkan pemahaman pasien bahwa takikardia supraventrikular paroksismal bisa diobati walaupun di luar fasilitas kesehatan dan pengobatan dini dapat mengurangi kebutuhan akan intervensi medis tambahan, seperti obat intravena yang diberikan di unit gawat darurat.

White,Nose,Spray,Bottle,On,The,Blue,Background.

Ulasan Alomedika

Gejala takikardia supraventrikular sering membuat pasien merasa tidak nyaman, sedangkan pendekatan tata laksana yang ada saat ini adalah tata laksana intravena dan memerlukan supervisi medis. Di sisi lain, pendekatan intervensi dengan obat oral kurang memiliki efikasi yang baik.

Fokus organik dari takikardia supraventrikular sering melibatkan sekitar nodus AV, sehingga intervensi pada daerah tersebut diharapkan dapat menghilangkan takikardia supraventrikular dan mengkonversi irama pasien kembali menjadi irama sinus. Pemberian etripamil intranasal secara mandiri diharapkan mampu menjadi tata laksana pertolongan pertama agar luaran klinis takikardia supraventrikular menjadi lebih baik dan intervensi menjadi lebih praktis.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu uji klinis dengan randomisasi menggunakan repons teknologi interaktif untuk mengelompokkan pasien ke dalam kelompok perlakuan atau plasebo. Masking juga dilakukan sehingga pihak sponsor dan peneliti tidak mengetahui pasien yang masuk ke dalam kelompok pengobatan untuk menghindari adanya bias.

Untuk pemberian dosis mandiri secara intranasal, pasien mendapatkan pelatihan terlebih dahulu. Selain pelatihan pemberian dosis etripamil secara mandiri, pelatihan yang diberikan juga mencakup pemasangan EKG ambulatory, manuver vagal, serta prosedur pemberian dosis ulangan.

Tujuan Penelitian:

Uji klinis ini bernama RAPID, bertujuan untuk menilai kemanjuran dan keamanan etripamil intranasal dosis 70 mg untuk mengobati takikardia supraventrikular paroksismal (PSVT) di luar setting layanan kesehatan. Etripamil merupakan penghambat kanal kalsium kerja cepat yang dirancang untuk terapi on-demand secara mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan PSVT menjadi irama jantung normal dalam waktu 30 menit setelah penggunaan obat.

Partisipan dan Intervensi Penelitian:

Uji klinis ini dilakukan di beberapa pusat layanan kesehatan di Amerika Utara dan Eropa dan merupakan bagian dari studi NODE-301. Pasien yang memenuhi syarat untuk uji klinis adalah pasien yang berusia minimal 18 tahun dengan riwayat episode gejala PSVT yang berkelanjutan (berlangsung setidaknya 20 menit), sebagaimana dikonfirmasi oleh rekaman elektrokardiogram (EKG).

Saat merasa mengalami gejala PSVT, partisipan diinstruksikan untuk memakai etripamil intranasal 70 mg atau plasebo. Selanjutnya, dapat diberikan dosis kedua jika gejala masih menetap dalam selang waktu 10 menit. Data EKG berkelanjutan dikumpulkan dan dinilai oleh individu yang tidak mengetahui kelompok perawatan pasien.

Luaran Penelitian:

Luaran primer dalam penelitian ini adalah waktu yang diperlukan irama jantung untuk berubah dari PSVT menjadi irama sinus setidaknya selama 30 detik dalam 30 menit setelah dosis pertama. Parameter ini diukur pada semua pasien yang mengikuti studi. Luaran keamanan juga dievaluasi pada semua pasien yang mengikuti studi.

Ulasan Hasil penelitian

Uji klinis ini melibatkan total 692 pasien yang secara acak dimasukkan ke dalam dua kelompok. Di antara pasien-pasien ini, 184 orang (99 dari kelompok etripamil dan 85 dari kelompok plasebo) menggunakan obat secara mandiri saat mengalami gejala PSVT.

Luaran Efikasi:

Studi ini menemukan bahwa tingkat konversi irama sinus normal dalam waktu 30 menit secara signifikan lebih tinggi pada kelompok etripamil (64%) dibandingkan dengan kelompok plasebo (31%). Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak pasien dalam kelompok etripamil mengalami kembalinya irama jantung normal dengan cepat. Median waktu konversi adalah 17,2 menit pada kelompok etripamil dan 53,5 menit pada kelompok plasebo.

Keamanan dan Tolerabilitas:

Efek samping yang muncul akibat pengobatan terjadi pada 50% pasien yang diobati dengan etripamil dan 11% pasien pada kelompok plasebo. Sebagian besar efek samping ini ringan atau sedang dan berhubungan dengan reaksi lokal pada tempat pemberian. Semua efek samping yang dilaporkan dalam studi bersifat transien dan selesai tanpa intervensi. Efek samping yang umum ditemukan pada kelompok etripamil adalah rasa ketidaknyamanan pada hidung, hidung tersumbat, dan rinorrhea.

Efek Samping Serius:

Tidak ada efek samping serius terkait etripamil yang dilaporkan selama uji klinis, dan tidak ada kematian yang terkait dengan pengobatan.

Kelebihan Penelitian

Uji klinis ini menggunakan desain acak terkontrol plasebo, yang merupakan pendekatan yang baik untuk mengevaluasi efikasi dari suatu pendekatan pengobatan baru. Desain ini dapat meminimalkan bias dan mengontrol variabel perancu.

Uji klinis ini dilakukan di beberapa lokasi di Amerika Utara dan Eropa, yang melibatkan total 692 pasien. Ukuran sampel ini cukup besar, sehingga meningkatkan generalisasi dan kekuatan statistik dari hasil.

Uji klinis ini menggunakan pendekatan berbasis gejala, yakni pasien menggunakan etripamil secara mandiri ketika mengalami gejala PSVT. Pendekatan ini bermanfaat dalam skenario klinis dunia nyata dan dapat menjadi pilihan praktis untuk digunakan pasien di luar setting layanan kesehatan. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien datang ke layanan kesehatan ataupun menjalani intervensi medis yang lebih rumit.

Limitasi Penelitian

Uji klinis ini dilakukan pada pasien dari Amerika Utara dan Eropa, yang mungkin dapat membatasi generalisasi temuan untuk populasi lain. Keterbatasan lain adalah luaran efikasi primer dinilai dalam jangka waktu singkat, yakni 30 menit setelah pemberian. Meskipun hal ini relevan untuk intervensi akut, tindak lanjut jangka panjang akan diperlukan untuk memahami daya tahan efek pengobatan dan apakah muncul efek samping yang tertunda.

Dalam uji klinis ini, tingkat respons plasebo relatif tinggi (31%). Hasil ini mungkin mengindikasikan bahwa efek plasebo memainkan peran penting dalam hasil.

Studi ini juga berfokus pada efikasi etripamil saja dibandingkan dengan plasebo. Dalam skenario dunia nyata, pasien mungkin menggunakan beberapa obat atau intervensi secara bersamaan, sehingga hasil uji klinis ini mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kompleksitas terapi kombinasi.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Hasil uji klinis ini pada dasarnya menunjukkan potensi pendekatan baru untuk pasien yang mengalami PSVT. Pemberian etripamil intranasal secara mandiri berpotensi diterapkan secara klinis untuk mengurangi kebutuhan pasien datang ke layanan kesehatan ataupun kebutuhan menjalani pendekatan terapi yang lebih kompleks.

Di Indonesia, etripamil intranasal juga dapat menjadi solusi PSVT untuk kondisi klinis yang tidak memiliki fasilitas untuk melakukan kardioversi dengan pengobatan IV atau secara elektrik, seperti klinik layanan kesehatan terpencil dan primer.

Meski demikian, pada pemakaian terapi secara mandiri dan berbasis gejala, edukasi memainkan peranan penting dalam penggunaan terapi. Selain itu, uji klinis acak terkontrol serupa juga perlu dilakukan pada populasi Indonesia atau Asia untuk memastikan bahwa tingkat efikasi dan keamanan adalah setara pada populasi tersebut.

Referensi