Efektivitas Penggunaan Masker untuk Mencegah COVID-19 dalam Tempat Umum Tertutup (Indoor) – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan

Effectiveness of Face Mask or Respirator Use in Indoor Public Settings for Prevention of SARS-CoV-2 Infection — California, February–December 2021

Andrejko KL, Pry JM, Myers JF, et al. Effectiveness of face mask or respirator use in indoor public settings for prevention of SARS-CoV-2 infection—California, February–December 2021. Morbidity and Mortality Weekly Report. 2022 Feb 11;71(6):212. PMID: 35143470

Abstrak

Latar Belakang: Penggunaan masker, termasuk jenis respirator, yaitu N95/KN95, telah lama direkomendasikan sebagai bagian dari pencegahan penyebaran infeksi SARS-CoV-2. Masker yang sesuai dengan muka pemakainya efektif menyaring partikel berukuran virus pada penelitian di laboratorium, meskipun beberapa studi telah menilai keefektivitasannya dalam real-world (bukan dalam laboratorium) dalam mencegah terjadinya infeksi SARS-CoV-2.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Desain: Studi case control dengan desain test-negative dilakukan terhadap penduduk California, Amerika Serikat secara acak yang menerima hasil tes untuk deteksi SARS-CoV-2 dari tanggal 18 Februari sampai 1 Desember 2021. Penggunaan masker, termasuk masker respirator, dinilai pada partisipan penelitian, baik yang menerima hasil positif maupun negatif, yang memiliki riwayat berada dalam ruangan publik 2 minggu sebelum tes deteksi SARS-CoV-2 dilakukan dan menyangkal riwayat kontak dengan COVID-19, baik terkonfirmasi maupun suspek.

Hasil: Terdapat 652 partisipan penelitian yang mendapatkan hasil positif COVID-19 dan 1.176 kontrol yang mendapatkan hasil negatif. Selalu menggunakan masker dalam ruangan publik dikaitkan dengan risiko hasil deteksi positif lebih rendah bila dibandingkan dengan partisipan yang tidak pernah menggunakan masker dalam ruangan publik (adjusted odds ratio [aOR] 0,44; 95% CI 0,24 – 0,82). Di antara 534 partisipan penelitian yang menyampaikan jenis masker yang biasanya digunakan, penggunaan respirator N95/KN95 (aOR 0,17; 95% CI 0,05 – 0,64) atau masker bedah (aOR 0,34; 95% CI 0,13 – 0,90) dikaitkan dengan risiko hasil positif yang lebih rendah secara signifikan bila dibandingkan dengan tidak menggunakan masker apapun.

Kesimpulan: Selain vaksinasi COVID-19, penggunaan masker secara konsisten dalam ruangan publik mengurangi risiko infeksi COVID-19. Penggunaan masker jenis respirator memberikan manfaat perlindungan yang paling tinggi dalam mencegah infeksi, meskipun pemilihan masker maupun respirator yang nyaman dan dapat digunakan secara konsisten.

Efektivitas Penggunaan Masker untuk Mencegah COVID-19 dalam Tempat Umum Tertutup-min

Ulasan Alomedika

Jurnal ini membandingkan kebiasaan menggunakan dan tidak menggunakan masker  terhadap risiko infeksi COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami efek penggunaan masker dalam 14 hari sebelum tes deteksi SARS-CoV-2 terhadap transmisi COVID-19 dalam masyarakat yang mengunjungi tempat umum yang indoor.

Penelitian ini adalah studi case-control yang merupakan studi observasional dan tidak memberikan tingkat evidence yang sama dengan studi randomized control trial (RCT). Hal ini karena, hasilnya dipengaruhi oleh berbagai faktor pengganggu lain yang mungkin berisiko mempengaruhi hasil penelitian yang dapat memberikan jawaban yang berlawanan apabila faktor pengganggu ini dihilangkan. Maka dari itu, hasil yang didapat dari penelitian ini bukan hasil definitif.

Ulasan Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah test-negative case-control, dimana pemilihan partisipan penelitian dilakukan secara acak dari seluruh penduduk California, Amerika Serikat, yang menerima uji molekuler deteksi SARS-CoV-2. Penelitian dilakukan pada 18 Februari hingga 1 Desember 2021. Akan tetapi, penilaian pengaruh jenis masker dilakukan mulai tanggal 9 September 2021.

Penelitian ini tidak menganalisis faktor luar yang mungkin mempengaruhi penyebaran SARS-CoV-2, seperti kebiasaan menjaga jarak, kebiasaan mencuci tangan, tingkat keramaian ruangan publik, kondisi ruangan, maupun durasi paparan. Padahal faktor-faktor ini adalah faktor pengganggu yang sangat mempengaruhi hasil penelitian.

Orang dengan riwayat hasil positif atau diagnosis klinis COVID-19 sebelumnya di eksklusi dari penelitian. Partisipan penelitian yang mendapatkan hasil deteksi SARS-CoV-2 positif masuk ke dalam kelompok kasus (case), sedangkan partisipan yang mendapatkan hasil negatif masuk ke dalam kelompok kontrol.

Hampir seluruh pengambilan data penelitian dilakukan dengan wawancara (recall) melalui telepon, kecuali hasil tes positif infeksi SARS-CoV-2 dan status vaksinasi yang dibuktikan dengan kartu vaksinasi. Hal ini sangat mempengaruhi penelitian, karena kemungkinan lupa, tidak menyadari adanya kontak dengan kasus suspek atau terkonfirmasi COVID-19 dalam 14 hari terakhir, serta definisi dan penggunaan masker yang berbeda-beda.

Cara penggunaan masker yang berbeda-beda misalnya, mereka yang menggunakan masker di dagu, tidak pas dengan ukuran wajah, maupun selalu memakai masker tapi dilepas pasang, tentunya akan tetap mengakui pakai masker.

Analisis primer melihat pengaruh penggunaan masker dalam tempat umum yang tertutup atau indoor antara grup case yakni positif COVID-19 dan kontrol yakni negatif COVID-19. Analisis sekunder menilai pengaruh konsistensi penggunaan masker dalam pencegahan COVID-19, efek penggunaan masker dalam proses penularan COVID-19 di masyarakat, dan perbedaan jenis masker yang digunakan.

Ulasan Hasil Penelitian

Hasil analisis primer penelitian ini didapatkan bahwa risiko hasil positif lebih rendah pada partisipan yang selalu melaporkan menggunakan masker dalam tempat umum yang indoor (aOR 0,44; 95% CI 0,24 – 0,82). Akan tetapi, analisis primer hanya dilakukan terhadap 652 partisipan penelitian kelompok kasus dan 1.176 kelompok kontrol tanpa disertai penjelasan mengenai hal ini.

Pada awal penelitian, terdapat total 1.528 partisipan penelitian kelompok kasus dan 1.511 grup kontrol yang diikutsertakan dalam penelitian. Alasan partisipan penelitian melakukan tes SARS-CoV-2 sangat berbeda antara kedua kelompok dan hanya diidentifikasi berdasarkan laporan partisipan saja.

Pada analisis sekunder, didapatkan bahwa kejadian infeksi SARS-CoV-2 atau hasil tes positif pada kelompok yang selalu menggunakan masker secara konsisten lebih rendah. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa, penggunaan masker respirator N95/KN95 (aOR 0.17; 95% CI 0.05 – 0.64) maupun masker bedah (aOR 0,34; 95% CI 0,13 – 0,90) dikaitkan dengan risiko deteksi positif yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tidak memakai masker sama sekali. Penggunaan masker kain dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah, namun tidak signifikan secara statistik.

Akan tetapi, evaluasi jenis masker baru dilakukan mulai 9 September 2021 tanpa penjelasan lebih penyebabnya, sehingga hanya 534 partisipan yang menyampaikan jenis masker yang dipakai. Hal ini tentu menyebabkan hasil penelitian menjadi bias. Selain itu, jumlah partisipan kelompok kasus mengaku tidak pernah memakai masker di dalam tempat umum yang indoor lebih banyak yaitu 6,7%, bila dibandingkan dengan grup kontrol yaitu 3,6%.

Kemudian, banyak faktor lain yang mempengaruhi penggunaan masker, tapi tidak dilaporkan dalam hasil penelitian dan analisis. Faktor lain ini cukup banyak, seperti cara memakai masker, kesesuaian masker dengan ukuran wajah, serta aktivitas tertentu yang mempengaruhi intensitas dan durasi pemakaian masker yang mungkin tidak dilaporkan responden. Hal ini dapat menyebabkan biasnya hasil analisis hasil penelitian.

Selanjutnya, proporsi partisipan yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 lengkap lebih tinggi pada kelompok kasus, yaitu 78,4%, dibandingkan dengan kelompok kontrol, yaitu 57,5%. Hal ini mungkin karena apabila partisipan tidak dapat menunjukkan bukti kartu vaksinasi, status vaksinasi dianggap tidak diketahui. Akan tetapi, timpangnya persentase vaksinasi ini menjadi faktor pengganggu yang menyebabkan hasil penelitian menjadi bertambah bias.

Vaksinasi juga mempengaruhi klinis penyakit yang kebanyakan menjadi salah satu alasan mengapa partisipan melakukan tes pada awalnya. Selain itu, partisipan yang divaksin mungkin memiliki kebiasaan upaya pencegahan penyakit yang lebih baik daripada mereka yang tidak divaksin.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan dari penelitian ini adalah jumlah partisipan yang cukup banyak dan bervariatif, seperti usia dan ras, dimana bertujuan untuk merepresentasikan variabilitas populasi pada umumnya. Selain itu, penelitian ini menganalisis konsistensi penggunaan masker dan jenis masker yang dipakai dalam pencegahan penyebaran infeksi SARS-CoV-2, sehingga pengaruh konsistensi penggunaan dan jenis masker dapat diketahui.

Penelitian ini didesain untuk mengurangi recall bias, dengan segera menghubungi partisipan penelitian dalam 48 jam setelah hasil deteksi COVID-19 diketahui. Akan tetapi, kedua kelompok memiliki alasan melakukan tes deteksi SARS-CoV-2 yang sangat berbeda dan hasil tes telah diinformasikan sebelum wawancara, sehingga bias akibat metode ini sudah tinggi dari awal wawancara dilakukan. Wawancara segera ini dapat membantu peneliti dalam mendapatkan data yang diperlukan secara lebih akurat.

Kelebihan lain dari penelitian ini adalah eksklusi partisipan penelitian dengan riwayat terdeteksi infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya, sehingga bias hasil tes dan efek perlindungan terhadap COVID-19 akibat adanya antibodi dari infeksi sebelumnya dapat dikurangi.

Limitasi Penelitian

Limitasi utama dalam penelitian ini adalah desain penelitian dengan test-negative case-control. Desain penelitian ini mengambil partisipan yang datang ke fasilitas kesehatan dan berdasarkan pemeriksaan molekuler COVID-19, positif sebagai kelompok case dan negatif sebagai kelompok kontrol. Alasan partisipan datang sangat bervariatif pada kedua kelompok, termasuk mengalami gejala COVID-19.

Pada kelompok yang mendapat hasil tes positif, kebanyakan dari mereka dilakukan tes deteksi SARS-CoV-2 karena sudah memiliki gejala dari awal. Sedangkan pada mereka yang negatif, kebanyakan dari mereka melakukan tes karena keperluan administratif, seperti karena masuk sekolah atau tempat kerja. Hal ini dapat menyebabkan bias, dimana jumlah partisipan yang mendapatkan hasil deteksi positif akan lebih banyak karena pemeriksaan didasarkan pada kebutuhan partisipan penelitian masing-masing

Penelitian ini juga tidak mengontrol faktor pelindung terhadap COVID-19, seperti kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan menjaga jarak, hingga riwayat vaksinasi yang variatif. Pada jurnal ini, tidak terdapat keseimbangan antara jumlah partisipan yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap dari kedua grup.

Selain itu, faktor lain, seperti lamanya paparan di ruangan publik, jumlah orang dalam sebuah ruangan, proporsi pengguna masker dalam ruangan, hingga sistem ventilasi ruangan juga perlu menjadi bagian dalam analisis. Pemilihan partisipan pada kedua kelompok yang tidak mempertimbangkan faktor lain selain penggunaan masker dapat menyebabkan bias, dimana efek perlindungan terhadap COVID-19 yang terjadi pada partisipan penelitian mungkin dipengaruhi oleh faktor pelindung maupun faktor lain selain penggunaan masker.

Partisipan juga telah mengetahui hasil tes sebelum wawancara dimulai, hal ini tentunya mempengaruhi laporan mereka, bagaimana mereka menggunakan masker beberapa minggu sebelum tes dilakukan.

Selain evaluasi jenis masker yang tidak dimulai dari awal penelitian, studi ini juga tidak menilai pengetahuan partisipan mengenai penggunaan masker yang benar dan ketepatan ukuran masker dengan wajah. Hal ini dapat menyebabkan bias, dimana kurangnya efek proteksi dari masker dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan partisipan dan ketidaktepatan ukuran masker, bukan pada efikasi masker yang kurang.

Selain itu, penilaian penggunaan masker hanya berdasarkan self-reporting pada berbagai keadaan saat partisipan berada di tempat umum yang indoor. Hal ini tentu menambah bias, karena pengaruh tempat yang sudah dikatakan sebelumnya dan dipengaruhi oleh stigma sosial bagi pengguna masker.

Sebaran populasi yang luas pada berbagai usia, pendapatan tahunan, dan lokasi regional, mempengaruhi tingkat pengetahuan partisipan penelitian, sehingga hal ini menjadi faktor pengganggu lain yang juga tidak dipertimbangkan dalam evaluasi hasil penelitian. Penelitian ini juga dilakukan sebelum gelombang varian Omicron dan vaksinasi penuh diwajibkan, sehingga tidak relevan dengan keadaan saat ini. Fokus saat ini yang lebih penting adalah bukan angka positivity rate, tapi angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi COVID-19, dimana ini adalah tujuan utama dari vaksinasi COVID.

Di samping banyaknya bias, penelitian ini yakin bahwa penggunaan masker merupakan proteksi utama melindungi dari infeksi SARS-CoV-2. Penelitian ini mengklaim bahwa, hasil studi ini menegaskan, di samping melakukan vaksinasi sesuai rekomendasi, selalu menggunakan masker pada tempat umum yang indoor melindungi dari infeksi SARS-CoV-2. Hal ini tentunya tidak dapat ditetapkan semudah itu, karena penelitian ini hanya studi observasional dan banyak faktor pengganggu yang menyebabkan biasnya hasil penelitian.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Penelitian ini tidak mendukung adanya keuntungan maupun risiko dari penggunaan masker. Hasil studi tidak membandingkan 2 kelompok dengan karakteristik yang sama, sehingga terlalu bias untuk memberikan informasi yang berguna. Bila hanya melihat penelitian ini saja, penelitian lebih lanjut seperti randomized control trial (RCT) dengan desain lebih baik perlu dilakukan untuk menerapkan rekomendasi kepada masyarakat Indonesia.

Pada era vaksinasi seperti sekarang ini, aplikasi hasil penelitian ini kurang relevan untuk Indonesia. Selain banyaknya faktor pengganggu, ketimpangan jumlah partisipan yang divaksinasi sangat berbeda dengan keadaan saat ini, dimana angka vaksinasi sampai minimal dosis kedua sudah lebih dari 90%.

Referensi