Terapi Antidepresan untuk Pasien dengan Epilepsi

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Epilepsi bukan merupakan kontraindikasi pemberian antidepresan. Meski demikian, pemilihan terapi depresi pada pasien epilepsi perlu dilakukan dengan hati-hati. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatri tersering pada pasien dengan epilepsi. Depresi juga telah dilaporkan sebagai prediktor kuat terhadap kualitas hidup yang rendah pada pasien epilepsi.[1-3]

Kaitan Depresi dengan Epilepsi

Terdapat sejumlah mekanisme yang diduga dapat menjelaskan terjadinya depresi pada pasien epilepsi. Depresi dapat timbul sebagai efek samping dari beberapa obat antiepilepsi (OAE), terutama golongan GABAnergik seperti benzodiazepine, vigabatrin, gabapentintopiramat, dan levetiracetam. Depresi juga bisa terjadi pada fokus epilepsi tertentu, misalnya epilepsi lobus temporal. Meski begitu, faktor psikososial, seperti stres, dukungan moral yang rendah, dan stigma, dianggap sebagai faktor prediktor utama terjadinya depresi pada pasien dengan epilepsi.[1-4]

Terapi Antidepresan untuk Pasien dengan Epilepsi-min

Meski mekanisme terjadinya masih belum terlalu jelas, peneliti menemukan hasil yang konsisten terkait risiko depresi pada pasien epilepsi. Penanganan depresi pada pasien dengan epilepsi menjadi suatu tantangan, karena adanya data yang mengindikasikan bahwa penggunaan antidepresan dapat memicu serangan epilepsi. Selain itu, dokter perlu mewaspadai kemungkinan interaksi obat antidepresan dan antiepilepsi.[1,3]

Antidepresan pada Pasien Epilepsi

Pada kasus depresi dengan komorbid epilepsi, masih terdapat ketidakpastian mengenai golongan antidepresan mana yang paling efektif. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan peningkatan risiko kejang pada pasien yang mendapat terapi antidepresan.

Penggunaan Antidepresan dan Risiko Kejang pada Pasien Epilepsi

Memang betul terdapat bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan antidepresan memiliki efek pro-konvulsan, namun hal ini timbul hanya jika obat digunakan dalam dosis sangat tinggi. Sebagai contoh terdapat studi yang menunjukkan bahwa penggunaan citalopram yang berkaitan dengan timbulnya kejang adalah penggunaan dalam dosis 400 mg (dosis terapeutik umumnya berkisar antara 10-20 mg).

Pada penggunaan dengan dosis terapeutik yang sesuai, antidepresan umumnya aman dan tidak mempengaruhi ambang kejang pada pasien dengan epilepsi. Hingga kini, obat antidepresan yang dianggap berisiko tinggi mencetuskan kejang pada pasien epilepsi adalah bupropion, clomipramine, amoxapine, dan maprotiline.[5-7]

Bukti Ilmiah Efikasi dan Keamanan Antidepresan untuk Terapi Depresi pada Pasien Epilepsi

Tinjauan sistematik Cochrane (2021) menganalisis data dari 10 studi, terdiri dari 4 randomised controlled trials (RCT) dan 6 non-randomised studies of interventions (NRSI). Total partisipan adalah 626 orang dengan epilepsi dan depresi. Peneliti menyimpulkan bahwa bukti ilmiah yang tersedia masih sangat terbatas, terutama untuk digunakan memandu pilihan antidepresan pada kasus depresi pasien dengan epilepsi.

Terdapat bukti kualitas rendah dari sebuah studi kecil yang menunjukkan bahwa venlafaxine dapat memperbaiki gejala depresi pada epilepsi. Meski begitu, hasil ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Dari segi keamanan, tinjauan ini melaporkan adanya bukti kualitas sedang bahwa penggunaan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti sertraline, tidak meningkatkan risiko kejang pada pasien epilepsi. Meski demikian, secara umum data yang tersedia belum cukup untuk memandu pilihan antidepresan pada kasus depresi pasien epilepsi.[1]

Pemilihan Antidepresan untuk Terapi Depresi pada Pasien Epilepsi

Meskipun masih diperlukan uji klinis lebih lanjut, secara umum antidepresan dianggap aman diberikan pada pasien epilepsi yang mengalami depresi bila diberikan dalam dosis terapeutik. Pengecualian perlu diterapkan pada empat obat yang telah disebutkan di atas (amoxapine, bupropion, clomipramine dan maprotiline).

Walau begitu, potensi interaksi obat dan efek samping dari obat antiepilepsi dan antidepresan perlu dipertimbangkan. Peningkatan berat badan dapat terjadi pada penggunaan obat antiepilepsi seperti gabapentin, asam valproat, dan carbamazepine. Risiko peningkatan berat badan juga meningkat pada penggunaan SSRI dan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI) seperti duloxetine. Selain itu, obat antiepilepsi golongan barbiturat seperti phenobarbital, serta obat antidepresan sama-sama dapat menyebabkan disfungsi seksual.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih antidepresan adalah profil terapeutik dari obat tersebut. Sebagai contoh, ansietas sering menyertai depresi pada pasien epilepsi, sehingga obat antidepresan dengan efek antiansietas lebih dipilih pada kondisi klinis tersebut, misalnya fluoxetine atau citalopram. Dokter juga perlu mempertimbangkan karakteristik gejala depresi. Sebagai contoh, SNRI lebih dipilih pada kondisi depresi dengan gejala lelah dan gangguan psikomotor.

Berikut adalah beberapa contoh obat antidepresan yang dapat dipilih untuk pasien epilepsi:

  • Citalopram 20 mg/hari
  • Escitalopram 10 mg/hari
  • Fluoxetine 20 mg/hari
  • Sertraline 50 mg/hari
  • Mirtazapine 15-45 mg
  • Reboxetine 4-12 mg[3]

Kesimpulan

Penggunaan antidepresan pada pasien dengan epilepsi dikhawatirkan dapat menurunkan ambang kejang. Meski demikian, efek pro-konvulsan dari antidepresan dilaporkan hanya timbul pada dosis yang sangat tinggi.

Secara umum, antidepresan dalam dosis terapeutik, terutama golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti sertraline, dianggap aman digunakan pada pasien epilepsi yang mengalami depresi. Meski demikian, edukasi pasien dan pemantauan terkait efek samping, utamanya peningkatan risiko kejang, penting dilakukan. Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memandu pemilihan obat depresi pada pasien epilepsi. Bukti yang tersedia saat ini masih berkualitas rendah karena jumlah sampel yang kecil dan risiko bias yang tinggi.

Referensi