Kortikosteroid pada Syok Sepsis: Hasil Studi ADRENAL dan APROCCHSS

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Studi ADRENAL dan APROCCHSS dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan kortikosteroid terhadap outcome pasien syok sepsis. Manfaat penggunaan steroid dalam tata laksana syok septik telah lama menjadi perdebatan.

Pedoman Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2021 merekomendasikan pemberian kortikosteroid, yaitu hydrocortisone, dalam penatalaksanaan pasien syok sepsi jika resusitasi cairan adekuat dan terapi vasopresor tidak mampu memperbaiki stabilitas hemodinamik. Akan tetapi, bukti ilmiah yang mendukung hal ini dianggap masih belum memadai.[1,12]

steroid untuk syok sepsis, kortikosteroid syok sepsis, studi kortikosteroid untuk syok sepsis, studi steroid untuk syok sepsis, steroid septic shock, kortikosteroid septic shock, corticosteroid septic shock, studi adrenal dan aprocchss untuk syok sepsis, studi adrenal dan aprocchss, alomedika

Syok septik memiliki tingkat mortalitas yang tinggi, mencapai 30–50%. Steroid diduga mampu memodulasi sistem imun, sehingga akan berperan meningkatkan outcome pasien, termasuk lama rawat inap dan mortalitas. Meskipun begitu, studi yang ada terkait hal ini masih menunjukkan hasil dan kesimpulan yang berbeda–beda.[2–6]

Di tahun 2018, muncul kembali dua penelitian randomized controlled trial (RCT) plasebo tentang ini, yaitu studi Adjunctive Corticosteroid Treatment in Critically Ill Patients with Septic Shock (ADRENAL) oleh Venkatesh et al dan studi Activated Protein C and Corticosteroids for Human Septic Shock (APROCCHSS) oleh Annane et al.[7,8]

Rasionalitas Pemberian Steroid pada Syok Septik

Bukti ilmiah terdahulu menunjukkan bahwa penyakit kritis, termasuk sepsis dan syok sepsis, dapat menginduksi insufisiensi adrenal absolut atau relatif yang bisa menimbulkan syok.

Pemberian steroid pada kondisi ini diharapkan akan mengembalikan keseimbangan yang terganggu pada aksis hypothalamus–pituitary–adrenal (HPA) dan meningkatkan luaran klinis pasien, termasuk lama rawat inap dan mortalitas.[9]

Perbedaan Temuan pada Studi ADRENAL dan APROCCHSS

Studi ADRENAl dan APROCCHSS merupakan studi RCT berskala besar yang melihat perbandingan penggunaan kortikosteroid dengan plasebo terhadap outcome pasien dengan syok sepsis.[7,8]

Studi ADRENAL

Studi ADRENAL adalah uji klinis RCT dengan double–blind berskala internasional yang merekrut sekitar 3.800 pasien. Peneliti pada studi ADRENAL mengevaluasi apakah pemberian hydrocortisone infus kontinyu selama 7 hari mampu menurunkan mortalitas pada syok septik dibandingkan plasebo.[7,8]

Hasil primary outcome berupa mortalitas 90 hari tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Akan tetapi, didapatkan manfaat signifikan  pada kelompok yang mendapat hydrocortisone dalam hal shock reversal, peningkatan durasi hari bebas ventilator, penurunan lama rawat di ICU, dan penurunan kebutuhan transfusi darah.

Meskipun efek samping ditemukan lebih banyak pada kelompok yang mendapat hydrocortisone, hal ini tidak signifikan secara klinis.[7,8]

Studi APPROCCHSS

Sementara itu, studi APROCCHSS adalah uji klinis RCT multisenter dengan double–blind yang dilakukan di Perancis. Studi ini merekrut 1.241 pasien, atau sekitar ⅓ dari jumlah partisipan studi ADRENAL.

Peneliti mencoba melihat apakah pemberian kombinasi hydrocortisone dan fludrocortisone memberikan manfaat dalam hal mortalitas 90 hari pasien syok sepsis dibandingkan plasebo.[7,8]

Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid (hydrocortisone 50 mg setiap 6 jam selama 1 minggu dan fludrocortisone 50 μg per hari) menghasilkan penurunan mortalitas signifikan dibandingkan plasebo.

Studi ini juga menemukan bahwa pasien yang mendapat kortikosteroid lebih cepat terbebas dari penggunaan vasopresor maupun ventilasi mekanik, serta memiliki waktu resolusi syok yang lebih singkat.[7,8]

Penyebab Perbedaan Hasil pada Studi ADRENAL dan APROCCHSS

Kedua studi ini menggunakan intervensi yang berbeda. Studi ADRENAL menggunakan 200 mg hydrocortisone infus intravena secara kontinyu per hari (maksimum 7 hari) tanpa tapering dose.[7]

Sedangkan, studi APROCCHSS menggunakan 50 mg hydrocortisone bolus intravena setiap 6 jam yang dikombinasikan dengan 50 μg fludrocortisone tablet melalui nasogastric tube (NGT) selama 7 hari tanpa tapering dose.[8]

Penambahan fludrocortisone bisa saja mempengaruhi tingkat mortalitas, dan diduga berhubungan dengan kemampuan fludrocortisone untuk merestorasi ekspresi adrenoreseptor alfa–1 pada pasien dengan persistent vasopressor–dependent septic shock and organ failure.[10,11]

Selain itu, kedua studi ini juga memiliki sampel yang berbeda. Studi ADRENAL mengikutsertakan pasien dari 5 negara dan dilakukan selama 4 tahun. Sedangkan, studi APROCCHSS yang dilakukan selama 7 tahun hanya mengikutsertakan pasien di Perancis saja. Jumlah partisipan studi ADRENAL 3 kali lebih banyak dibandingkan studi APROCCHSS.[7,8,10]

Dosis vasopresor dan waktu pemberiannya juga berbeda pada kedua studi ini. Dosis vasopresor lebih rendah dan waktu pemberian vasopresor pada percobaan ADRENAL lebih singkat.

Selain itu, jumlah pasien yang mengalami pneumonia dan yang mendapat terapi pengganti ginjal pada penelitian APROCCHSS hampir 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan pasien serupa pada percobaan ADRENAL.[7,10]

Kesimpulan

Walaupun hasil dari studi ADRENAL dan APROCCHSS tampak berlawanan, keduanya menunjukkan tren secondary outcome yang serupa. Kortikosteroid dilaporkan mampu menimbulkan shock reversal, menurunkan keperluan terhadap vasopressor, meningkatkan waktu tanpa ventilator, dan menurunkan lama rawat di ICU.

Kendati efeknya terhadap mortalitas pasien masih belum dapat disimpulkan secara lebih pasti, dengan adanya profil keamanan yang baik dan potensi manfaat yang cukup besar, penggunaan kortikosteroid pada tata laksana syok septik cukup masuk akal.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi