Nirsevimab dalam Pencegahan Infeksi Respiratory Syncytial Virus pada Neonatus Sehat Prematur Akhir dan Cukup Bulan – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan

Nirsevimab for Prevention of RSV in Healthy Late-Preterm and Term Infants

Hammitt LL, Dagan R, Yuan Y, et al; MELODY Study Group. N Engl J Med. 2022. 386(9):837-846. doi: 10.1056/NEJMoa2110275.

studiberkelas

Abstrak

Latar BelakangRespiratory syncytial virus (RSV) adalah penyebab infeksi saluran napas bawah dan rawat inap neonatus yang cukup sering. Nirsevimab adalah antibodi monoklonal terhadap protein fusi RSV dengan waktu paruh yang lebih panjang. Efikasi dan keamanan nirsevimab pada neonatus prematur akhir dan cukup bulan belum dapat dipastikan.

Metode: Studi ini melakukan pengacakan dalam rasio 1:2 tiap neonatus yang lahir pada usia kehamilan setidaknya 35 minggu untuk mendapatkan injeksi nirsevimab atau plasebo dosis tunggal intramuskular sebelum awal musim RSV. Luaran efikasi primer adalah kejadian infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV yang mendapatkan tata laksana medis dalam 150 hari setelah injeksi. Luaran efikasi sekunder adalah kebutuhan rawat inap kasus infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV dalam 150 hari setelah injeksi.

Hasil: Terdapat 1.490 neonatus yang menjadi subjek penelitian, di mana 994 masuk grup nirsevimab dan 496 masuk grup plasebo. Infeksi saluran napas bawah terkait RSV yang mendapat tata laksana medis terjadi pada 12 neonatus (1,2%) dalam grup nirsevimab dan pada 25 neonatus (5,0%) dalam grup plasebo; temuan ini dapat disamakan dengan efikasi nirsevimab sebesar 74,5% (95% confidence interval (CI), 49,6 – 87,1; P<0,001).

Rawat inap bagi infeksi saluran napas bawah terkait RSV dilakukan terhadap 6 neonatus (0,6%) dalam grup nirsevimab dan 8 neonatus (1,6%) dalam grup plasebo. Di antara neonatus yang datanya tersedia hingga hari ke-361, antibodi antidrug terdeteksi pada 58 dari 951 neonatus (6,1%) dalam grup nirsevimab dan 5 dari 473 neonatus (1,1%) dalam grup plasebo. Efek samping serius dilaporkan pada 67 dari 987 neonatus (6,8%) dalam grup nirsevimab dan pada 36 dari 491 neonatus (7,3%) dalam grup plasebo.

Kesimpulan: Injeksi nirsevimab dosis tunggal yang dilakukan sebelum musim RSV melindungi neonatus sehat preterm akhir dan cukup bulan dari infeksi saluran napas bawah terkait RSV yang memerlukan penatalaksanaan medis.

Nirsevimab dalam Pencegahan Infeksi Respiratory Syncytial Virus pada Neonatus-min

Ulasan Alomedika

Infeksi RSV merupakan salah satu penyebab tersering infeksi saluran napas bawah anak dengan kebutuhan rawat inap yang tinggi akibat bronkiolitis dan pneumonia. Nirsevimab sendiri merupakan antibodi monoklonal yang berikatan dengan protein fusi RSV subunit F1 dan F2, sehingga virus tidak dapat masuk ke dalam sel inang. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan sebagai uji klinis fase ketiga dengan tujuan mengetahui efikasi dan keamanan nirsevimab dalam pencegahan infeksi RSV bila diberikan sebelum musim RSV.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini melibatkan neonatus sehat yang lahir pada usia kehamilan setidaknya 35 minggu dan berumur paling tinggi 1 tahun pada saat uji klinis dilakukan, serta belum pernah memasuki musim RSV sebelumnya. Subjek penelitian terbagi secara acak menjadi dua grup dengan rasio 2:1, yaitu grup nirsevimab dan grup plasebo. Nirsevimab diberikan dalam dosis 50 mg pada neonatus dengan berat badan <5 kg atau dosis 100 mg pada neonatus dengan berat badan ≥5 kg. Jurnal ini tidak membahas mengenai keperluan dan pengaruh rasio 2:1 dalam pembagian subjek penelitian ke dalam kedua grup. Kedua grup juga terbagi menjadi beberapa kelompok kecil berdasarkan hemisfer tempat tinggal (utara dan selatan) dan usia (≤3 bulan, 3 – 6 bulan, atau >6 bulan).

Luaran yang diharapkan dari uji klinis ini adalah efikasi dan keamanan nirsevimab. Luaran efikasi primer adalah kejadian infeksi saluran napas bawah terkait RSV yang terdeteksi melalui polymerase-chain-reaction (PCR) dan memerlukan tata laksana medis dalam 150 hari setelah injeksi. Luaran efikasi sekunder adalah kebutuhan rawat inap akibat kondisi infeksi RSV tersebut. Luaran keamanan obat berupa kejadian efek samping dan beratnya kejadian tersebut.

Selain itu, uji klinis ini juga mengambil sampel serum sebelum dan pada hari ke-31, 151, dan 361 setelah injeksi untuk menilai farmakokinetik obat melalui deteksi antibodi obat. Hasil antibodi positif adalah pada titer setidaknya 1:50.

Ulasan Hasil Penelitian

Terdapat 1.478 subjek penelitian yang terbagi secara acak menjadi dua grup, yaitu 987 neonatus menerima injeksi nirsevimab dan 491 neonatus menerima injeksi plasebo. 69% subjek penelitian berasal dari hemisfer utara, sedangkan sisanya (31%) berasal dari hemisfer selatan. Penelitian ini memiliki angka partisipasi yang tinggi, di mana 98,3% subjek penelitian menyelesaikan follow-up 150 hari dan 91,7% menyelesaikan follow-up 360 hari.

Studi ini menemukan efikasi 74,5% pada nirsevimab dalam pencegahan kejadian infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV yang memerlukan penanganan medis. Analisis time-to-event menemukan bahwa neonatus yang menerima nirsevimab memiliki risiko lebih rendah terhadap kejadian infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV bila dibandingkan dengan neonatus yang menerima plasebo (HR 0,23). Dalam 150 hari setelah penyuntikan, 0,6% subjek penelitian dari grup nirsevimab dan 1,6% dari grup plasebo memerlukan perawatan di rumah sakit akibat infeksi RSV, di mana efikasi perlindungan nirsevimab terhadap kejadian infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV yang membutuhkan rawat inap berada pada 59,0%.

Konsentrasi serum nirsevimab ditemukan menurun seiring berjalannya waktu, dengan rerata waktu paruh obat pada 68,7±10,9 hari. Konsentrasi serum nirsevimab pada 151 hari berkisar 19,6±7,7 µg pada neonatus dengan berat kurang dari 5 kg dan 31,2±13,7 µg pada neonatus dengan berat 5 kg atau lebih. Antibodi obat terdeteksi pada 6,1% subjek penelitian dari grup nirsevimab dan 1,1% dari grup plasebo. Namun, tidak ditemukan pengaruh terdeteksinya antibodi terhadap farmakokinetik obat.

Jenis efek samping dan tingkat keparahannya hampir serupa pada kedua grup, di mana sebagian besar efek samping yang terjadi bersifat ringan (grade 1 dan 2). Efek samping grade 3 atau lebih dilaporkan pada 3,6% subjek penelitian dari grup nirsevimab dan 4,3% dari grup plasebo. Insidensi efek samping yang terjadi segera dalam 1 hari penyuntikan obat sangat rendah, yaitu 1,8% pada grup nirsevimab dan 0,6% pada grup plasebo. Tidak ditemukan adanya reaksi anafilaksis dan hipersensitivitas serius pada kedua grup.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang cukup banyak, sehingga dapat meminimalisir bias. Penelitian ini melibatkan berbagai negara, sehingga terdapat sebaran sampel penelitian dari berbagai ras atau grup etnis.

Penelitian ini menilai efikasi, keamanan, dan farmakokinetik nirsevimab sekaligus pada subjek penelitian. Selain manfaat dalam efisiensi biaya penelitian, jurnal ini memberikan informasi yang dibutuhkan klinisi sebagai dasar pemberian nirsevimab pada neonatus, yaitu efikasinya dalam mencegah infeksi RSV dan menurunkan kebutuhan rawat inap, efek samping, serta gambaran farmakokinetik obat.

Kelebihan lain penelitian ini adalah penggunaan berbagai jenis faktor stratifikasi dalam rancangan metode penelitian. Peneliti mempertimbangkan adanya pengaruh usia dan lokasi tempat tinggal subjek penelitian (hemisfer utara atau selatan) dalam terjadinya infeksi RSV, meskipun pada tahap analisis kovariat tempat tinggal tidak digunakan karena peneliti menilai tidak ada perbedaan tertentu antara hemisfer utara dan selatan dalam hal infeksi RSV.

Limitasi Penelitian

Limitasi dari penelitian ini adalah waktu pengumpulan sampel yang bersamaan dengan terjadinya pandemi COVID-19Lockdown di berbagai negara akibat pandemi menyebabkan terhalangnya subjek penelitian untuk melakukan kontrol, sehingga peneliti tidak mencapai target jumlah subjek penelitian. Protokol kesehatan yang dilakukan secara ketat juga dicurigai sebagai faktor eksternal yang menurunkan insidensi infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV, di mana hal ini dapat menyebabkan bias terhadap efikasi nirsevimab.

Meskipun 91,7% subjek penelitian mengikuti follow-up hingga hari ke-360, jurnal ini tidak menampilkan data efikasi, keamanan, serta farmakokinetik obat yang didapatkan dari hasil follow-up tersebut. Jurnal ini hanya menyampaikan hasil follow-up hari ke-150 sebagai hasil analisis utama, sehingga tidak diketahui apakah nirsevimab masih memberikan efek perlindungan terhadap infeksi RSV hingga lebih dari 150 hari.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Infeksi saluran napas bawah terkait infeksi RSV merupakan penyakit yang juga ditemukan di Indonesia. Nirsevimab sendiri merupakan obat yang belum dapat diperoleh di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Metode penelitian yang melibatkan berbagai negara, ras, dan grup etnik pada jurnal ini menyebabkan hasil penelitian dapat menjadi dasar pencegahan RSV di Indonesia. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap populasi di Indonesia, karena lokasi geografis Indonesia pada garis khatulistiwa, sehingga mungkin terdapat perbedaan musim RSV yang akan mempengaruhi kapan waktu pemberian terbaik. Selain itu, penelitian lebih lanjut mengenai efikasi biaya juga perlu dilakukan.

Referensi