Red Flag Noisy Breathing pada Bayi

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Red Flag pada bayi dengan noisy breathing, karena bisa menandakan kondisi serius seperti laringomalasia atau vallecular cyst. Perlu diketahui bahwa noisy breathing, baik dalam bentuk napas bunyi grok-grok, bersiul, ataupun mengorok, dapat terjadi dalam kondisi normal pada bayi, utamanya neonatus, karena fungsi bersihan mukosilier yang belum sempurna dan ukuran saluran napas yang kecil. Namun, bunyi napas tertentu yang diikuti dengan gejala lain dapat mengindikasikan adanya gangguan saluran pernapasan.[1-4]

Penyebab Noisy Breathing pada Bayi

Noisy breathing atau napas berbunyi pada bayi sering menimbulkan kekhawatiran pada orang tua pasien, karena mengira bunyi napas tersebut merupakan pertanda gangguan pernapasan atau kesulitan bernapas pada bayi. Dokter juga terkadang melakukan overdiagnosis karena memiliki persepsi bahwa bunyi napas tertentu pasti merujuk pada suatu penyakit.

redflag_noisy breathing

Padahal, noisy breathing pada bayi, utamanya neonatus, sering merupakan varian fisiologis tanpa kondisi medis yang mendasari. Meski demikian, pada beberapa keadaan, noisy breathing memang dapat disebabkan oleh penyakit seperti laringomalasia atau vallecular cyst.[1-4]

Noisy Breathing Sebagai Varian Normal pada Bayi

Dalam keadaan normal, dinding saluran napas menghasilkan mukus yang berfungsi untuk menangkap zat asing yang terhirup yang berpotensi menimbulkan gangguan saluran napas. Nantinya, mukus akan dikeluarkan melalui mekanisme bersihan mukosiliar (mucociliary clearance).

Pada bayi, bersihan mukosilier masih belum sempurna dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat tersisa mukus di dalam saluran napas. Suara udara napas yang melewati cairan lendir ini lah yang dapat menimbulkan noisy breathing atau suara grok-grok pada bayi. Suara grok-grok ini dapat terdengar lebih parah pada bayi dengan riwayat alergi atau kondisi lingkungan berisiko (misalnya paparan asap rokok, debu rumah, atau bulu binatang).[3-5]

Kemungkinan Penyebab Patologis Noisy Breathing

Meski noisy breathing dapat disebabkan oleh kondisi fisiologis, ada beberapa kondisi tertentu yang mengindikasikan terjadi peningkatan resistensi jalan napas akibat kondisi patologis.[3,6]

Stertor:

Stertor akan terdengar seperti berasal dari hidung atau nasofaring, biasanya bernada rendah dan mirip dengan suara hidung tersumbat atau seperti suara mendengkur. Beberapa etiologi patologis yang bisa menyebabkan stertor adalah kista duktus nasolakrimal, stenosis apertura piriformis, hipertrofi konka, atresia koana, hipertrofi adenoid, faringomalasia, dan glossoptosis.[3,6]

Stridor:

Stridor terdengar seperti suara musik bernada tinggi. Ada beberapa jenis stridor, yaitu stridor inspirasi, bifasik, atau ekspirasi.

  • Stridor inspirasi: laringomalasia, vallecular cyst, laryngocele, dan papiloma laringeal
  • Stridor bifasik: kista subglotis, paralisis pita suara bilateral, hemangioma subglotis, stenosis glotis, papiloma laringeal, dan benda asing jalan napas. Croup yang terjadi pada usia anak-anak 6 bulan sampai 3 tahun.
  • Stridor ekspirasi: trakeomalasia, stenosis trakea, massa mediastinum, vascular ring-tracheal compression, dan benda asing jalan napas.[3]

Mengi:

Mengi atau wheezing terdengar seperti bunyi siul (whistling), yaitu bunyi bernada tinggi, biasanya saat ekspirasi, polifonik, dan paling keras terdengar di dada. Mengi mengindikasikan adanya obstruksi saluran napas bawah, seperti akibat bronkiolitis, pneumonia, atau asthma.[3,6]

Grunting:

Grunting dapat terdengar seperti suara ekspirasi bernada rendah atau sedang yang disebabkan oleh penutupan mendadak glotis selama ekspirasi. Grunting dapat terjadi sebagai kompensasi atas komplians paru yang kurang baik, misalnya pada transient tachypnea of newborn, respiratory distress syndrome, pneumonia, atau atelektasis.[3,6]

Red Flag Noisy Breathing

Seperti telah disebutkan sebelumnya, noisy breathing atau napas berbunyi bisa disebabkan oleh kondisi fisiologis yang tidak berbahaya. Meski demikian, adanya penyebab patologis perlu diwaspadai pada pasien dengan red flag atau tanda bahaya berikut:

  • Peningkatan frekuensi pernapasan sesuai nilai referensi pada masing-masing kelompok usia
  • Peningkatan usaha napas, seperti adanya napas cuping hidung, retraksi dada, atau retraksi epigastrik
  • Sianosis
  • Penurunan asupan makanan (poor feeding)
  • Letargi
  • Demam
  • Penambahan berat badan tidak adekuat atau penurunan berat badan[2,3,6,7]

Sekilas tentang Manajemen Bayi dengan Red Flag Noisy Breathing

Apabila ditemukan red flag noisy breathing atau napas berbunyi pada bayi, dokter perlu menggali kemungkinan adanya penyebab patologis dan apakah dibutuhkan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan lanjutan. Setelah etiologi noisy breathing dapat diidentifikasi, tata laksana dilakukan sesuai dengan etiologi.

Tata laksana gangguan napas yang paling utama adalah bersihkan jalan napas dan pastikan saturasi oksigen adekuat, kemudian berikan bantuan napas sesuai kondisi bayi. Apabila didapatkan lendir atau sekret berlebih pada saluran napas atas, dapat dilakukan suction. Antibiotik digunakan apabila terdapat bukti infeksi bakteri. Pada kondisi tertentu, seperti laringomalasia, tindakan bedah mungkin diperlukan.[8,9]

Anamnesis

Pada anamnesis, tanyakan awitan noisy breathing. Awitan akut sering berhubungan dengan penyebab infeksi atau inflamasi, sedangkan gejala yang bertahap dan progresif umumnya mengindikasikan penyebab bawaan. Riwayat kelahiran, termasuk prematuritas dan apakah anak memerlukan intubasi setelah lahir juga perlu ditanyakan. Prematuritas dan riwayat intubasi dapat mengarah ke adanya stenosis jalan napas, terutama bila disertai stridor bifasik.

Tanyakan kepada orang tua apakah bayi mengalami retraksi, apnea, atau sianosis, serta apakah bunyi napas menjadi lebih baik atau lebih buruk dengan posisi tertentu. Pada laringomalasia, posisi telentang dapat memperburuk gejala.

Minta orang tua menirukan atau mendeskripsikan suara napas yang timbul. Mengi awitan baru pada anak yang sehat dapat mengindikasikan adanya benda asing saluran napas.

Riwayat pemberian makan juga perlu ditanyakan karena bayi bisa mengalami kesulitan makan akibat urutan hisap-menelan-napas yang tidak terkoordinasi. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan kenaikan berat badan. Saat menggali riwayat makan, tanyakan apakah bayi diberi ASI atau susu formula; berapa lama waktu yang dibutuhkan bayi untuk menyusu; apakah ada batuk, tersedak, atau menarik diri dari botol atau payudara selama menyusu; apakah pernapasan memburuk selama atau setelah menyusu; serta apakah terjadi regurgitasi berlebihan atau refluks.[3,6-8]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, observasi pernapasan bayi, termasuk frekuensi napas dan adakah peningkatan upaya pernapasan yang ditandai dengan retraksi otot bantu pernapasan (misalnya suprasternal atau subkostal). Adanya bunyi napas tambahan patologis umumnya disebabkan oleh turbulensi udara yang melewati jaringan lunak saluran napas yang sempit atau tersumbat. Bila bunyi napas tambahan dapat terdengar tanpa stetoskop, curigai penyebab dari supralaring atau trakea. Lanjutkan pemeriksaan napas dengan palpasi, auskultasi, dan perkusi.

Lakukan juga pemeriksaan fisik lengkap untuk mengidentifikasi fitur sindrom atau lesi terkait, misalnya massa leher atau hemangioma, yang dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan penyebab noisy breathing. Pada pemeriksaan rongga mulut dan orofaring, identifikasi adanya sumbing, hipertrofi tonsil, atau hipertrofi lingual akibat makroglosia atau glossoptosis. Pemeriksaan hidung dapat menunjukkan kongesti atau massa seperti kista duktus nasolakrimal.[3]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dibutuhkan adalah rontgen toraks untuk memeriksa apakah ada pneumonia atau ketika terdapat kecurigaan aspirasi benda asing. Pemeriksaan laringoskopi dapat dilakukan untuk evaluasi diagnostik stridor. Pemeriksaan ini dapat melihat daerah rongga hidung dan nasofaring, faring, laring supraglotis, dan pita suara.[3,6-8]

Penatalaksanaan

Tata laksana akan tergantung pada penyebab yang mendasari timbulnya noisy breathing. Laringomalasia adalah penyebab tersering, yaitu terjadi pada 60-70% bayi dengan noisy breathing. 10-20% bayi laringomalasia memerlukan intervensi bedah karena adanya obstruksi jalan napas berat yang mengakibatkan apnea, blue spells, kesulitan makan, dan gagal tumbuh.

Tata laksana pasien dengan subglotis stenosis akan tergantung pada tingkat keparahan dan jenis lesi. Lesi kongenital umumnya memerlukan rekonstruksi jalan napas terbuka, sedangkan lesi yang didapat bisa ditangani dengan dilatasi balon.[3]

 

Referensi