Assesmen Penggunaan Kecerdasan Artifisial Ekokardiografi Diagnostik untuk Membedakan Sindrom Takotsubo dari Infark Miokard – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Assessment of Artificial Intelligence in Echocardiography Diagnostics in Differentiating Takotsubo Syndrome from Myocardial Infarction

Laumer F, Di Vece D, Cammann V et al. Assessment of Artificial Intelligence in Echocardiography Diagnostics in Differentiating Takotsubo Syndrome From Myocardial Infarction. JAMA Cardiol. 2022;7(5):494. doi:10.1001/jamacardio.2022.0183

Abstrak

Latar Belakang: Penggunaan mekanisme algoritma pembelajaran dengan mesin kecerdasan artifisial memungkinkan klasifikasi penyakit kardiovaskular secara otomatis berdasarkan data mentah dari pencitraan ultrasonografi. Walaupun demikian, penggunaan algoritma pembelajaran ini dalam membedakan sindrom takotsubo (STT) dan infark miokard akut (IMA) masih belum banyak penelitiannya.

Tujuan: Untuk menilai kemampuan pembelajaran mesin kecerdasan artifisial untuk membedakan STT dan IMA.

Desain, Setting, Partisipan: Studi kohort ini meliputi data klinis dan hasil echocardiography transtorakal pada pasien dengan IMA dari Zurich Acute Coronary Syndrome Registry dan pasien STT dari 7 pusat pelayanan kardiovaskular dalam International Takotsubo Registry. Data diambil dari April 2011 hingga Februari 2017. Sedangkan data dari training kohort didapatkan pada bulan Maret 2017 hingga Mei 2019. Data dianalisis dari September 2019 hingga Juni 2021.

Perlakuan: Dilakukan analisis hasil echocardiography transtorakal dari 224 pasien dengan STT dan 224 pasien dengan IMA.

Keluaran Utama dan Pengukuran: Untuk melakukan evaluasi sistem pembelajaran berbasis mesin kecerdasan artifisial, dilakukan pengolahan data secara terpisah dan dibandingkan berdasarkan interpretasi 4 kardiologis. Pengolahan data yang dilakukan adalah meneliti area under the receiving operating characteristic curve (AUC), akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas. Video echocardiography dari 228 pasien digunakan untuk pengembangan dan pelatihan deep learning model.

Evaluasi performa dari kecerdasan artifisial berbasis echocardiography dilakukan dengan memasukkan data independen yang meliputi 220 pasien. Data tersebut disesuaikan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan elevasi segmen-ST/non-elevasi-segmen-ST (1 pasien dengan IMA untuk setiap pasien dengan STT). Dilakukan perbandingan prediksi kecerdasan artifisial berdasarkan interpretasi 4 kardiologis dalam pengukuran sensitivitas, spesifisitas, dan perhitungan AUC dari confidence scores berdasarkan binary diagnosis.

Hasil Penelitian: Pada studi kohort ini, dilakukan evaluasi pada data independen terhadap potongan apical-2-chamber dan apical-4-chamber dengan ekokardiografi pada 110 pasien dengan STT (rerata usia: 68,4±12,1 tahun; 103 (90,4%) adalah perempuan) dan 110 pasien dengan IMA (69,1±12,2 tahun; 103 (90,4%) adalah perempuan). Dengan metode ini, didapatkan rerata AUC adalah 0,79±0,01 dan untuk akurasi keseluruhan adalah 74,8±0,7%. Sebagai perbandingan, pada evaluasi dari 4 kardiologis didapatkan AUC 0,71±0,03 dan akurasi 64,4±3,5% untuk data yang sama.

Pada subanalisis, didapatkan dari 61 pasien dengan apikal STT dan 56 pasien IMA dengan oklusi arteri koroner descendens sinistra, AUC kecerdasan artifisial dilaporkan 0,84±0,01 dan akurasi 78,6±1,6%, melebihi performa kardiologis dengan AUC 0,72±0,02 dan akurasi 66,9±2,8%.

Konklusi dan Relevansi: Pada studi kohort ini, dilaporkan bahwa sistem kecerdasan artifisial yang beroperasi otomatis penuh untuk interpretasi ekokardiografi video telah berjalan dengan baik dan dilatih untuk membedakan STT dari IMA. Walaupun dari studi ini dilaporkan bahwa akurasi mesin melebihi kardiologis untuk diagnosis berdasarkan ekokardiografi, masih diperlukan studi yang lebih lanjut yang banyak untuk mengkaji hasil penelitian ini lebih lanjut.

EKG, artificial intelligence, alomedika

Ulasan Alomedika

Kecerdasan artifisial diharapkan dapat membantu klinisi mendiagnosis sindrom Takotsubo (STT) dan infark miokard akut (IMA) yang kadangkala sulit dibedakan. Keduanya seringkali memiliki gambaran klinis dan temuan elektrokardiografi (EKG) yang hampir mirip, serta dapat ditemukan peningkatan biomarker jantung, seperti troponin T.

Mengingat tingginya morbiditas dan mortalitas pada kedua penyakit tersebut, penelitian ini mencoba membuat terobosan baru diagnosis dengan kecerdasan artifisial dengan machine learning methods berbasis echocardiography. Diharapkan hal ini dapat membantu klinisi membedakan penyakit kardiovaskular, seperti kardiomiopati takotsubo dan infark miokard akut (IMA).

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi kohort dengan data penelitian dari video ekokardiografi yang dihimpun dari Zurich Acute Coronary Syndrome Registry dan International Takotsubo Registry. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan algoritma deep learning untuk secara otomatis membedakan STT dan IMA berdasarkan data echocardiography.

Model prediksi dan neural network dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan diagnosis dari kecerdasan artifisial. Data diambil dari tahun 2011 hingga 2019 dan setiap 1 pasien dengan IMA dilakukan matching dengan setiap pasien STT berdasarkan usia, jenis kelamin, gambaran ST-elevation myocardial infarction (STEMI)/non-STEMI (NSTEMI).

Data yang diambil adalah hasil echocardiography dari apical 2-chamber dan 4-chamber view yang disegmentasi dengan neural networks, kemudian diekstraksi dengan convolutional autoencoder. Hasil ekstraksi dipakai untuk training temporal deep neural network, yang kemudian dapat mengklasifikasi STT atau IMA.

Hasil akurasi diagnosis dari mesin kecerdasan artifisial kemudian dibandingkan dengan hasil interpretasi echocardiography dari 4 kardiologis yang melakukan evaluasi secara independen.

Ulasan Hasil penelitian

Subjek penelitian ini untuk training mesin kecerdasan artifisial terdiri dari 114 STT dan 114 IMA, sedangkan untuk test cohort terdiri dari 110 STT dan 110 IMA dan mayoritas adalah wanita, karena kebanyakan STT terjadi pada wanita. Dari penelitian ini, secara garis besar tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kecerdasan artifisial dan diagnosis dari 4 kardiologis klinis. Pengembangan model kecerdasan artifisial tersebut memiliki AUC 0,79±0,01 dibandingkan keempat kardiologis dengan nilai AUC 0,68-0,74.

Selain itu, sub-analisis yang melibatkan gambaran apical STT dan IMA pada oklusi arteri koroner desendens sinistra didapatkan AUC kecerdasan artifisial tampak superior dibandingkan dengan kardiologis klinis. Walaupun demikian, penggunaan model artificial intelligence meningkatkan false negative diagnosis STT dari 51 menjadi 62 kasus dari 110 kasus. Hal ini mungkin karena training data dan testing data yang tidak sebanding atau dapat pula karena echocardiography bukan merupakan gold standard diagnosis baik untuk STT maupun IMA.

Dalam membedakan IMA dan STT, sensitivitas mesin kecerdasan artifisial adalah 75,5% dan spesifisitasnya adalah 74% dari gambaran 2-chamber dan 4-chamber. Sedangkan mean sensitivitas keempat kardiologis adalah 50% dan spesifisitasnya 79%. Akan tetapi, dalam membedakan STT apikal dan IMA inferior, kecerdasan artifisial memiliki sensitivitas 79% dan spesifisitas 78%, sedangkan keempat kardiologis mean sensitivitasnya adalah 62% dan spesifisitasnya 72%.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah pengukuran yang dilakukan secara objektif menggunakan pembanding kecerdasan artifisial dengan 4 kardiologis. Penelitian ini juga mengembangkan model analisis kecerdasan artifisial tidak hanya untuk membedakan IMA dan STT saja, tapi juga membedakan STT apikal dan IMA inferior.

Oklusi arteri desendens sinistra pada IMA anterior-inferior terkadang memiliki gambaran klinis hipokinetik maupun akinetik yang mimik STT pada gambaran echocardiography. Hal ini yang menyebabkan peneliti ingin mengembangkan model kecerdasan artifisial untuk membedakan subtipe STT dan IMA.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini memiliki jumlah sampel data yang relatif masih sedikit, yaitu 220 pasien total, sehingga belum dapat mewakili keseluruhan populasi. Selain itu, sampel data 224 pasien untuk algoritma training data pada mesin kecerdasan artifisial belum cukup banyak, dimana seharusnya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, presentasi training data adalah 70–80% dan testing data adalah 20–30%.[1]

Gambaran echocardiography adalah gambaran yang high dimensional, tidak terstruktur, banyak noise, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor pengganggu lainnya yang dapat menyebabkan bias hasil interpretasi. Maka dari itu, diperlukan data tambahan yang dapat mendukung hasil diagnosis, misalnya pemeriksaan troponin, dimana kadar troponin pasien STT dapat meningkat, tetapi tidak setinggi kadar troponin IMA.

Selain itu, beberapa karakteristik STT yang terdapat pada gambaran echocardiography dapat membantu diagnosis, akan tetapi tidak cukup untuk memberikan diagnosis definitif STT maupun IMA. Dibutuhkan lebih banyak data dan penelitian multisenter untuk mengevaluasi performa dari kecerdasan artifisial dalam membedakan STT dengan IMA dengan desain studi yang lebih baik.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Penelitian ini membuka wacana penggunaan kecerdasan artifisial di Indonesia dalam membantu diagnosis banding sindrom takotsubo (STT) dan infark miokard akut (IMA). Walaupun demikian, penelitian ini belum dapat diaplikasikan di Indonesia mengingat hasil studi yang masih perlu dibuktikan dengan jumlah sampel lebih besar dan bukti ilmiah yang lebih kuat untuk menguatkan penggunaan kecerdasan artifisial dalam diagnosis.

Akan tetapi, dengan penambahan data baru untuk melatih mesin kecerdasan artifisial ini, studi ini dapat menunjukkan bahwa kecerdasan artifisial dapat membantu klinisi untuk membuat diagnosis dengan lebih baik.

Referensi