Asam Traneksamat untuk Kasus Trauma Parah Sebelum Tiba di Rumah Sakit – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Harris Bartimeus, Sp.B

Prehospital Tranexamic Acid for Severe Trauma

PATCH-Trauma Investigators and the ANZICS Clinical Trials Group; Gruen RL, Mitra B, Bernard SA, et al. Prehospital Tranexamic Acid for Severe Trauma. N Engl J Med. 2023 Jul 13;389(2):127-136. PMID: 37314244.

studilayak

Abstrak

Latar belakang: dalam advanced trauma system, ada ketidakpastian apakah pemberian asam traneksamat pada pasien trauma mayor dengan kecurigaan koagulopati traumatik sebelum pasien tiba di rumah sakit bisa meningkatkan survival dan luaran fungsional.

Metode: penelitian ini mengacak pasien dewasa dengan trauma mayor yang berisiko mengalami koagulopati akibat trauma untuk mendapatkan asam traneksamat (bolus intravena 1 gram sebelum sampai di rumah sakit lalu 1 gram secara intravena kontinu selama 8 jam saat di rumah sakit) atau mendapatkan plasebo.

Luaran primer yang dinilai adalah survival dengan luaran fungsional yang baik, yang dinilai dengan Glasgow Outcome Scale-Extended (GOS-E) 6 bulan setelah trauma. Skoring GOS-E berkisar antara 1 (meninggal) sampai 8 (pemulihan baik tanpa masalah klinis terkait trauma). Penelitian ini mendefinisikan luaran fungsional yang baik sebagai pasien dengan nilai GOS-E 5 (kecacatan ringan-sedang) atau lebih tinggi. Luaran sekunder adalah kematian dalam waktu 28 hari hingga 6 bulan setelah trauma.

Hasil: penelitian ini mengumpulkan 1.310 pasien trauma dari 15 pusat perawatan gawat darurat di Australia, Selandia Baru, dan Jerman. Dari total pasien tersebut, 661 pasien diberikan asam traneksamat dan 646 pasien diberikan plasebo, sedangkan 3 pasien tidak diketahui datanya.

Survival dengan luaran fungsional yang baik setelah 6 bulan sejak trauma tercapai pada 307 dari 572 pasien (53,7%) di kelompok asam traneksamat dan 299 dari 599 pasien (53,5%) di kelompok plasebo. Nilai RR (risk ratio) adalah 1,00 dengan 95% CI (confidence interval) 0,90–1,12 dan p=0,95.

Pada hari ke-28 setelah trauma, kematian terjadi pada 113 dari 653 pasien (17,3%) di kelompok asam traneksamat dan 139 dari 637 pasien (21,8%) di kelompok plasebo (RR 0,79; 95% CI 0,63–0,99). Lalu, memasuki bulan ke-6, kematian terjadi pada 123 dari 648 pasien (19,0%) di kelompok asam traneksamat dan 144 dari 629 pasien (22,9%) di kelompok plasebo (RR 0,83; 95% CI 0,67–1,03).

Kejadian efek samping yang serius pada kedua kelompok, misalnya oklusi pembuluh darah, tidak berbeda bermakna secara statistik.

Kesimpulan: pada pasien dewasa dengan trauma mayor dan kecurigaan koagulopati traumatik yang dirawat dalam advanced trauma system, pemberian asam traneksamat sebelum tiba di rumah sakit yang diikuti dengan pemberian secara infus selama 8 jam tidak meningkatkan survival dengan luaran fungsional yang baik dibandingkan plasebo.

AsamTraneksamatKasusTrauma

Ulasan Alomedika

Studi ini ingin mengonfirmasi apakah ada keuntungan pemberian asam traneksamat pada pasien trauma mayor sebelum pasien tersebut tiba di rumah sakit. Kebanyakan penyebab kematian pada kasus trauma adalah perdarahan yang mungkin bisa diatasi dengan pemberian asam traneksamat yang merupakan obat antifibrinolitik.

Studi-studi yang ada sebelumnya seperti studi CRASH-2 dan CRASH-3 menemukan bahwa pemberian asam traneksamat dalam 3 jam setelah trauma dapat menurunkan angka kematian dalam 28 hari pertama setelah trauma. Namun, studi-studi setelahnya tidak memberikan hasil yang konsisten dan belum ada studi yang mengobservasi luaran pasien hingga >28 hari. Oleh sebab itu, efek jangka panjang asam traneksamat pada pasien trauma mayor belum diketahui dengan pasti.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini dilakukan secara internasional dan multisenter dengan protokol yang diatur oleh Australian and New Zealand Intensive Care Society Clinical Trial Groups. Studi ini dilakukan secara acak dan double-blind.

Pasien yang masuk dalam studi adalah pasien dewasa (usia ≥18 tahun) yang memiliki risiko koagulopati akibat trauma dan yang bisa mendapatkan dosis pertama asam traneksamat dalam periode 3 jam setelah trauma.

Risiko terjadinya koagulopati dinilai dengan skor Coagulopathy of Severe Trauma atau COAST, di mana skor yang ≥3 dianggap memiliki risiko tinggi koagulopati. Pasien yang hamil dan geriatri yang tinggal di panti jompo tidak diikutsertakan dalam populasi studi. Eksklusi pasien tersebut bermanfaat untuk menghindari bias akibat koagulopati karena kondisi medis yang telah ada sebelumnya.

Pemberian asam traneksamat atau plasebo dilakukan secara acak dengan rasio 1:1.  Sediaan asam traneksamat dan plasebo dikemas secara serupa sehingga anggota tim studi tidak bisa membedakannya saat memberikan kepada pasien. Asam traneksamat atau plasebo diberikan sebagai injeksi bolus pada 3 jam pertama setelah trauma dan dilanjutkan secara intravena kontinu selama 8 jam.

Pembagian populasi studi dengan rasio 1:1 sangat baik agar kedua kelompok memiliki jumlah yang setara, sehingga perbandingan secara statistik bisa dilakukan dengan baik. Selain itu, desain studi yang merupakan uji klinis acak terkontrol juga mampu menilai efektivitas dan keamanan suatu intervensi medis dengan baik.

Luaran primer dan luaran sekunder yang dinilai dalam studi ini merupakan luaran yang bermakna secara klinis. Luaran primer adalah survival dengan luaran fungsional yang baik selama 6 bulan setelah trauma, yang dinilai dengan skor GOS-E. Luaran primer menurut GOS-E terbagi menjadi kelompok dengan skor GOS-E 1–4 dan GOS-E 5–8.

Sementara itu, luaran sekunder yang dinilai adalah angka kematian pada 24 jam, 28 hari, dan 6 bulan setelah trauma. Angka komplikasi vaskular dan sepsis yang terjadi dalam periode penelitian juga dinilai sebagai luaran sekunder.

Luaran primer tetap dinilai pada kelompok yang mengikuti protokol penelitian maupun yang menyimpang dari protokol penelitian. Luaran primer dianalisis dengan log-binomial regression. Sementara itu, luaran sekunder dinilai risk ratio dan perbedaan nilai median.

Ulasan Hasil Penelitian

Sejak 28 Juli 2014 hingga 28 September 2021, terkumpul 1.310 pasien dari 15 pusat penanganan gawat darurat dan 21 rumah sakit yang tersebar di Australia, Selandia Baru, dan Jerman. Setelah eksklusi, populasi penelitian menjadi 1.131 orang (572 di kelompok asam traneksamat dan 559 di kelompok plasebo).

Selama studi, terdapat penyimpangan protokol penelitian pada 215 pasien (32,7%) di kelompok asam traneksamat dan 238 pasien (37%) di kelompok plasebo, termasuk juga kejadian open-label pada 104 pasien (15,8%) di kelompok asam traneksamat dan 106 pasien (16,5%) di kelompok plasebo. Penyimpangan ini dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian.

Pada analisis luaran primer, survival dengan luaran fungsional yang baik (GOS-E ≥5) tercapai pada 307 pasien (53,7%) di kelompok asam traneksamat dan 299 pasien (53,5%) di kelompok plasebo. Tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik di antara kedua kelompok tersebut (p=0.95).

Dalam analisis lanjutan, pada pasien dengan skor abbreviated injury scale (AIS) >2, survival dengan luaran fungsional yang baik tercapai pada 35,4% pasien di kelompok asam traneksamat dan 38,2% pasien di kelompok plasebo. Sementara itu, pada pasien dengan skor AIS ≤2, survival dengan luaran fungsional yang baik tercapai pada 70,2% pasien di kelompok asam traneksamat dan 66,1% pasien di kelompok plasebo. Temuan ini juga tidak berbeda bermakna antara kedua grup.

Pada analisis luaran sekunder, dalam 24 jam pertama setelah trauma, angka kematian adalah 9,7% pada kelompok asam traneksamat dan 14,1% pada kelompok plasebo (RR 0,69). Dalam 28 hari pertama setelah trauma, angka kematian adalah 17,3% pada kelompok asam traneksamat dan 21,8% pada kelompok plasebo (RR 0,79). Dalam 6 bulan pertama setelah trauma, angka kematian adalah 19,0% pada kelompok asam traneksamat dan 22,9% pada kelompok plasebo (RR 0,83).

Dari data luaran sekunder mengenai kematian tersebut, ada kesan bahwa efek asam traneksamat untuk menurunkan risiko kematian paling tampak pada 24 jam pertama.  Namun, seiring bertambahnya periode observasi, tampak bahwa manfaat tersebut menurun, yang dibuktikan dengan angka risk ratio (RR) yang semakin meningkat.

Untuk luaran sekunder komplikasi, tampak bahwa kejadian oklusi pembuluh darah lebih banyak pada kelompok asam traneksamat daripada plasebo (23,6% vs 19,7%; RR 1,2).  Komplikasi lain memiliki angka kejadian yang relatif sama antara kedua kelompok.

Kekhawatiran mengenai trombosis akibat pemberian asam traneksamat juga dianalisis dalam studi ini. Selama studi, pasien menjalani skrining deep vein thrombosis. Studi ini tidak menemukan bukti klinis bahwa pemberian asam traneksamat dapat meningkatkan risiko trombosis pada kasus trauma mayor.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah desainnya sebagai penelitian prospektif yang acak dan terkontrol plasebo, yang dilakukan multisenter dan double-blind. Metode randomisasi yang memiliki rasio 1:1 memungkinkan jumlah partisipan dalam kedua kelompok tidak berbeda jauh, sehingga secara statistik dapat dibandingkan secara seimbang. Protokol intervensi medis, termasuk dosis obat sebelum dan sesudah tiba di rumah sakit, telah dijabarkan secara jelas.

Pada studi sebelumnya (CRASH-2), efek asam traneksamat hanya diteliti pada periode waktu observasi yang pendek (28 hari). Studi CRASH-2 lebih banyak berfokus pada kuantitas (jumlah) survival yang diobservasi selama periode penelitian. Studi ini punya keunggulan dari studi CRASH-2 karena tidak hanya menilai kuantitas survival tetapi juga kualitas survival dengan luaran fungsional yang baik. Bahkan, penilaian dilakukan hingga 6 bulan setelah trauma.

Limitasi Penelitian

Dalam prosesnya, data mengenai luaran primer 13% pasien hilang karena terputusnya follow-up. Meskipun angkanya kurang lebih sama antara kedua kelompok studi, masih ada kemungkinan bahwa data yang hilang tersebut sebenarnya memiliki luaran primer maupun sekunder yang cukup signifikan untuk memengaruhi hasil penelitian.

Selain itu, dalam pelaksanaan studi, ada penyimpangan dari protokol penelitian di mana dosis obat atau plasebo yang diberikan tidak sesuai. Beberapa pasien juga diberikan terapi secara open-label, yang dapat mengakibatkan bias.

Limitasi lain adalah terbatasnya jumlah sampel pada analisis subgrup tertentu, misalnya subgrup trauma tembus, yang menyebabkan penelitian kurang kuat untuk menganalisis luaran primer maupun sekunder pada subgrup tersebut. Penelitian ini juga berfokus secara eksklusif pada pasien trauma mayor dengan risiko koagulopati yang dirawat di advanced trauma system, yang belum tentu bisa diaplikasikan di setting lain.

Selain itu, penelitian ini hanya mempelajari regimen asam traneksamat bolus 1 gram sebelum tiba di rumah sakit dan infus kontinu selama 8 jam saat di rumah sakit. Dosis yang berbeda mungkin memberikan hasil yang berbeda.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada orang dewasa dengan trauma mayor dan risiko koagulopati traumatik yang dirawat di advanced trauma system, pemberian asam traneksamat sebelum tiba di rumah sakit bisa mengurangi mortalitas awal tetapi tidak meningkatkan persentase pasien yang bertahan hidup dengan luaran fungsional baik setelah 6 bulan (dibandingkan plasebo).

Asam traneksamat sebenarnya mudah didapatkan dan tersedia secara luas di fasilitas kesehatan Indonesia. Namun, mengingat hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa pemberian asam traneksamat prehospital tidak begitu bermanfaat untuk luaran jangka panjang, pemberiannya sebelum pasien tiba di rumah sakit belum memiliki basis bukti yang kuat untuk diterapkan.

Apalagi, Indonesia belum memiliki sistem penanganan trauma prehospital yang cukup baik. Layanan transportasi medis umumnya belum memiliki kecepatan respons yang adekuat dan belum memiliki jangkauan luas untuk menangani kasus-kasus trauma, terutama di daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau oleh ambulans. Hal ini mungkin membuat aplikasi hasil penelitian ini sulit dilakukan, terlepas dari luarannya.

Referensi