Data mengenai manfaat profilaksis deep vein thrombosis (DVT) untuk operasi tulang belakang masih sangat kurang. DVT atau trombosis vena dalam merupakan suatu kelainan tromboemboli vena (venous thromboembolism / VTE) di mana terdapat bekuan darah yang terbentuk pada satu atau lebih pembuluh darah vena bagian dalam, paling sering pada tungkai bawah. Bekuan darah pada DVT bisa terlepas dan menyebabkan emboli pada paru.[1,2]
Meskipun insiden kejadian DVT pascaoperasi tulang belakang rendah, DVT berpotensi tinggi menjadi komplikasi pascaoperasi yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, penggunaan profilaksis DVT pada operasi tulang belakang sering direkomendasikan. Profilaksis DVT dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologi seperti antikoagulan dan antitrombotik. Selain itu, profilaksis DVT dapat dilakukan dengan metode mekanis seperti stocking kompresi yang elastis.[1,3-5]
Manfaat potensial profilaksis DVT pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang harus dipertimbangkan dengan cermat mengingat adanya risiko perdarahan terkait dengan penggunaan obat antikoagulan. Selain itu, salah satu potensi komplikasi perdarahan adalah epidural hematoma, yang dapat menyebabkan kompresi saraf lokal dengan paralisis dan hidrosefalus akut.[1,6,7]
Metode Profilaksis Deep Vein Thrombosis untuk Operasi Tulang Belakang
Terdapat dua metode profilaksis deep vein thrombosis (DVT), yaitu metode primer dan sekunder. Metode primer profilaksis DVT dilakukan dengan pemberian agen farmakologi ataupun metode mekanis. Metode profilaksis dengan obat-obatan (kemoprofilaksis) adalah yang paling sering dipilih oleh klinisi karena efikasinya yang dianggap lebih baik. Sementara itu, metode sekunder meliputi deteksi dini dengan penapisan dan terapi DVT subklinis.[4-6]
Metode Farmakologi
Terdapat beberapa agen farmakologi yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya DVT seperti low-molecular-weight heparins (LMWH), unfractionated heparin (UFH), dan fondaparinux. LMWH seperti dalteparin dan enoxaparin merupakan agen yang menjadi pilihan utama dalam profilaksis DVT, terutama untuk kelompok risiko menengah hingga tinggi seperti pasien yang menjalani operasi tulang belakang.[4,6,7]
LMWH memiliki beberapa keunggulan dibandingkan UFH yaitu risiko perdarahan dan efek samping trombositopenia yang lebih rendah, serta mampu mencegah terjadinya rekurensi dini dari thrombus LMWH juga menjadi pilihan bila dibandingkan dengan UFH karena kemudahan pemberian, yakni LMWH diberikan sekali sehari dibandingkan UFH yang perlu diberikan 2-3 kali sehari.[6,7]
Metode Mekanis
Metode mekanis telah terbukti bermanfaat sebagai adjuvan agen farmakologi dalam mengurangi kejadian DVT. Perangkat pasif pada metode mekanis profilaksis DVT adalah stocking kompresi yang elastis setinggi lutut atau paha. Perangkat aktif dapat berupa external pneumatic compress, intermittent pneumatic compression devices (IPC), pneumatic sequential compression devices (PSCD), dan venous foot pumps (VFP).[4,7]
Basis Bukti Efikasi Profilaksis Deep Vein Thrombosis pada Operasi Tulang Belakang
Sebuah tinjauan sistematik mengevaluasi 5 studi, termasuk 3 studi retrospektif, 1 studi prospektif, dan 1 serial kasus, melibatkan total lebih dari 8000 pasien. Temuan menunjukkan bahwa tidak ada manfaat signifikan dari penggunaan kemoprofilaksis dibandingkan dengan non-kemoprofilaksis dalam mencegah DVT pada operasi spinal. Selain itu, tidak ada peningkatan risiko hematoma epidural atau kejadian tromboemboli fatal yang terkait dengan kemoprofilaksis.[12]
Sebuah studi retrospektif terhadap 97 pasien menunjukkan bahwa pemberian kemoprofilaksis dalam 24 jam setelah operasi terkait dengan tingkat VTE dan DVT yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian dalam 24-72 jam. Tidak ada komplikasi perdarahan postoperatif yang diamati, dan tidak ada perbedaan signifikan dalam produksi drainase antara kedua kelompok.[13]
Sebuah tinjauan sistematik mengevaluasi 28 artikel, melaporkan bahwa akumulasi insiden DVT pada operasi tulang belakang, terlepas dari metode profilaksis, adalah 0,9%. Insiden DVT yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok yang menerima profilaksis mekanik bila dibandingkan dengan kelompok kemoprofilaksis dan tanpa profilaksis. Tidak terdapat perbedaan signifikan kejadian DVT pada pasien yang tidak menerima profilaksis, menerima profilaksis mekanik, ataupun kemoprofilaksis. Meski demikian, studi yang diikutkan dalam analisis adalah studi-studi kecil dan heterogen, sehingga masuh diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk menarik kesimpulan lebih baik.[14]
Stratifikasi Risiko Deep Vein Thrombosis pada Operasi Tulang Belakang
Stratifikasi risiko DVT secara efektif mengelompokkan risiko trombotik perioperatif dan konsekuensi hemoragik pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang. Stratifikasi ini juga dapat digunakan untuk memandu klinisi dalam memilih metode tromboprofilaksis yang aman dan efektif untuk pasien.[1,3,5]
Sistem stratifikasi DVT berupa VTE Prophylaxis Risk/Benefit Score merupakan suatu algoritma berbasis bukti untuk memandu klinisi dalam mengambil keputusan terkait pemberian profilaksis VTE. Sistem skoring ini bermanfaat pada pasien operasi tulang belakang, khususnya degenerative spinal surgery pada pasien dewasa.[8,9]
Stratifikasi ini mempertimbangkan beberapa parameter yakni:
- Risiko VTE terkait pasien
- Risiko VTE terkait prosedur operasi tulang belakang
- Risiko gangguan neurologis dan perdarahan [4,8,9]
Tabel 1. Stratifikasi Risiko DVT pada Pasien Operasi Tulang Belakang
Risiko Terkait Pasien | ||
Risiko Rendah (0) | Risiko Sedang (+1 bila hanya terdapat 1 faktor risiko, +2 untuk faktor risiko multiple) | Risiko Tinggi (+3) |
Tidak ada penyakit penyerta | Usia > 60 tahun | Riwayat penyakit VTE pada pasien |
Diabetes mellitus | Indeks massa tubuh ≥ 30 kg/m2 | Spinal cord injury |
Hipertensi | Merokok | Trauma multiple |
Hiperlipidemia | Menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen | Sedang menderita keganasan |
Alat kontrasepsi suntik progestin | ||
Terapi pengganti hormon | ||
Kehamilan | ||
Gagal jantung kongestif | ||
Cadangan paru yang terbatas | ||
Gangguan sirkulasi | ||
Riwayat penyakit VTE pada keluarga pasien | ||
Mobilisasi yang buruk setelah operasi | ||
Klasifikasi ASA kelas 3 |
Risiko Terkait Prosedur Operasi Tulang Belakang | ||
Risiko Rendah (0) | Risiko Sedang (+1) | Risiko Tinggi (+3) |
Posterior lumbar decompression | Posterior lumbar fusion | Extensive (≥ 4 level) posterior thoracolumbar fusion |
Anterior cervical fusion/disk replacement | Posterior cervical fusion (± anterior fusion) | |
Posterior cervical decompression | Anterior lumbar interbody fusion / disk replacement | Combined open anterior / posterior major reconstructive thoracolumbar fusion |
Oblique lumbar atau extreme lateral interbody fusion (± minimally invasive posterior instrumentation) |
Risiko Terkait Gangguan Neurologis dan Komplikasi Perdarahan | ||
Risiko Rendah (+1) | Risiko Sedang (0) | Risiko Tinggi (-1) |
Tidak terdapat dekompresi (tidak terdapat risiko neurologis) | Dekompresi pada lumbar central canal / cauda equina (risiko neurologis sedang) | Dekompresi pada cervical / thoracic spinal cord (risiko neurologis yang tinggi) |
Nerve root decompression (risiko neurologis dapat diabaikan) | Perdarahan yang berlebihan intraoperative |
Keterangan: ASA (American Society of Anesthesiologists).
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[1,4,8,9]
Interpretasi dari sistem stratifikasi tersebut adalah:
- Skor ≤1: PSCD (pneumatic sequential compression devices) dan CS (compression stockings) dengan mobilisasi dini
- Skor 2: PSCD dan CS dengan mobilisasi dini. Pasien dapat diberikan profilaksis DVT dengan agen farmakologi yang sesuai dengan klinis pasien dan kebijaksanaan ahli bedah
- Skor ≥3: PSCD dan CS dengan mobilisasi dini; dapat diberikan profilaksis DVT dengan agen farmakologis seperti enoxaparin 40 mg setiap hari (dosis pertama 24-36 jam pascaoperasi). Durasi pemberian agen farmakologis adalah selama pasien menjalani rawat inap dan tindak lanjut hingga 2 minggu untuk pasien yang kurang mobile.[1,4,8,9]
Rekomendasi Pedoman Klinis Terkait Pemberian Profilaksis DVT pada Pasien Operasi Tulang Belakang
Pedoman American College of Clinical Pharmacy (ACCP) menyatakan pasien yang menjalani operasi spinal elektif yang tidak memiliki risiko DVT tidak direkomendasikan mendapat kemoprofilaksis secara rutin. Untuk pasien yang memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi, seperti usia lanjut atau riwayat penyakit VTE, dapat diberikan salah satu dari: unfractionated heparin dosis rendah, LMWH, intermittent pneumatic compressions, dan compression stockings.[8-10]
North American Spine Society (NAAS) merekomendasikan inisiasi profilaksis mekanis sesaat sebelum atau pada awal operasi tulang belakang elektif dan dilanjutkan sampai pasien dapat melakukan mobilisasi sepenuhnya. Pedoman dari NAAS juga menyatakan bahwa kemoprofilaksis DVT aman diberikan saat perioperatif tindakan elektif, namun durasi pemberian yang ideal belum ditentukan. Di sisi lain, American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) belum mengeluarkan rekomendasi spesifik.[9,11]
Risiko Epidural Hematoma Akibat Profilaksis Deep Vein Thrombosis pada Operasi Tulang Belakang
Risiko utama dari pemberian profilaksis DVT dengan agen farmakologi pada pasien operasi tulang belakang adalah epidural hematoma, potensi penurunan neurologis, dan perdarahan.
Epidural hematoma memiliki gejala klinis berupa rasa sakit yang semakin meningkat dan secara progresif menyebabkan gangguan neurologis. Sebuah tinjauan literatur melaporkan bahwa tingkat epidural hematoma pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang dengan tromboprofilaksis berkisar antara 0,2% hingga 0,9%.[4,9,10]
Kesimpulan
Meskipun beberapa pedoman klinis menganjurkan pemberian profilaksis deep vein thrombosis (DVT) pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang, bukti yang menyokong manfaat pemberiannya, terutama pada operasi elektif, masih sangat kurang. Belum ada uji klinis skala besar dengan level of evidence tinggi yang tersedia untuk menunjukkan efikasi dan tingkat risiko dari pemberian profilaksis DVT pada operasi tulang belakang.
Atas dasar ini, uji klinis lebih lanjut masih diperlukan dan dokter harus mempertimbangkan potensi manfaat pencegahan DVT, stratifikasi risiko pasien, serta potensi komplikasi perdarahan dari profilaksis DVT pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang.