Perangkat Berbasis Artificial Intelligence untuk Diagnosis Kelainan Kulit – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
Meili Wati

Development and Assessment of an Artificial Intelligence-Based Tool for Skin Condition Diagnosis by Primary Care Physicians and Nurse Practitioners in Teledermatology Practices

Jain A, Way D, Gupta V, et al. JAMA Network Open. 2021 Apr 1;4(4):e217249. doi: 10.1001/jamanetworkopen.2021.7249. PMID: 33909055

Abstrak

Latar belakang: Sebagian besar evaluasi awal kasus dermatologi dilakukan bukan oleh dokter spesialis kulit, melainkan dokter di layanan kesehatan primer atau perawat.

Tujuan: Untuk mengevaluasi penggunaan perangkat berbasis artificial intelligence (AI) dalam membantu menegakkan diagnosis kelainan dermatologi oleh dokter non-spesialis.

Desain, Tempat, dan Partisipan: Studi diagnostik multi-evaluator, multi-kasus mengembangkan alat berbasis AI dan mengevaluasi kegunaannya. Dokter perawatan primer dan praktisi perawat secara retrospektif meninjau serangkaian kasus yang mewakili 120 kondisi kulit yang berbeda. Pengacakan dilakukan untuk memastikan setiap dokter meninjau setiap kasus baik dengan atau tanpa bantuan AI; setiap dokter bergantian antara batch 50 kasus di setiap modalitas. Peninjauan dilakukan dari 21 Februari hingga 28 April 2020. Data dianalisis dari 26 Mei 2020 hingga 27 Januari 2021.

Paparan: Alat bantu berbasis AI untuk menafsirkan gambar klinis dan riwayat medis terkait.

Parameter dan Luaran: Analisis primer mengevaluasi kesamaan dengan diagnosis referensi yang diberikan oleh panel yang terdiri dari 3 dokter kulit. Analisis sekunder termasuk akurasi diagnostik untuk kasus yang dikonfirmasi dengan biopsi, tingkat biopsi dan rujukan, waktu peninjauan, dan keyakinan diagnostik.

Hasil: 40 dokter bersertifikat, termasuk 20 dokter layanan primer (14 wanita [70,0%]; pengalaman rata-rata 11,3 tahun) dan 20 praktisi perawat (18 wanita [90,0%]; pengalaman rata-rata, 13,1 tahun) meninjau 1048 kasus retrospektif (672 perempuan [64,2%]; usia rata-rata, 43  tahun; 41.920 total tinjauan) dari praktik teledermatologi yang melayani 11 situs dan memberikan 0 hingga 5 diagnosis banding per kasus. Dokter layanan primer yang dilibatkan berlokasi di 12 negara bagian, dan praktisi perawat berpraktik di layanan primer tanpa pengawasan dokter di 9 negara bagian.

Bantuan AI secara signifikan terkait dengan kesamaan lebih tinggi dengan diagnosis referensi. Untuk dokter layanan primer, peningkatan kesamaan diagnostik adalah 10%, dari 48% menjadi 58%. Untuk praktisi perawat, peningkatannya adalah 12%, dari 46% menjadi 58%.

Pada analisis sekunder, kesamaan dengan kategori diagnosis yang diperoleh dari biopsi untuk keganasan, prakanker, atau jinak meningkat sebesar 3% bagi dokter dan sebesar 8% bagi praktisi perawat. Tingkat keinginan untuk biopsi menurun 1% untuk dokter dan 2% untuk praktisi perawat. Tingkat keinginan untuk rujukan menurun 3% untuk keduanya. Kesepakatan diagnostik pada kasus yang tidak diindikasikan untuk rujukan dokter kulit meningkat 10% untuk dokter dan 12% untuk praktisi perawat, dan median waktu peninjauan sedikit meningkat, yaitu 5 detik untuk dokter dan 7 detik untuk praktisi perawat per kasus.

Kesimpulan: Penggunaan AI berhubungan dengan peningkatan kesepakatan diagnosis oleh dokter layanan primer dan praktisi perawat untuk 1 dalam 8 hingga 10 kasus, yang mengindikasikan potensinya dalam meningkatkan kualitas perawatan dermatologi.

Perangkat Berbasis Artificial Intelligence untuk Diagnosis Kelainan Kulit-min

Ulasan Alomedika

Artificial intelligence (AI) telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran, misalnya untuk pemeriksaan patologi dan prediksi psikosis. Jurnal ini mengevaluasi peran AI terhadap peningkatan ketepatan diagnosis dermatologi yang dilakukan oleh dokter dan praktisi perawat di fasilitas layanan kesehatan primer.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini melibatkan total 40 tenaga kesehatan nonspesialitik, yang merupakan dokter layanan primer dengan rata-rata pengalaman bekerja selama 11,3 tahun dan praktisi perawat dengan rata-rata pengalaman bekerja selama 13,1 tahun. Sebelum memulai penelitian, partisipan diberikan kesempatan untuk belajar cara menggunakan perangkat artificial intelligence (AI).

Partisipan dibagi secara menjadi 2 kelompok dan masing-masing kelompok akan menganalisa 1048 kasus yang sama tetapi dengan modalitas yang berbeda, yaitu dengan atau tanpa bantuan AI. Untuk mengurangi efek bias, kasus yang ada diberikan bertahap dan dipastikan partisipan meninjau kasus hanya sekali dengan atau tanpa bantuan AI.

Diagnosis yang dijadikan referensi untuk analisis luaran primer adalah diagnosis dari panel yang terdiri atas 3 dokter spesialis kulit. Evaluasi luaran sekunder juga mencakup akurasi diagnosis terhadap hasil biopsi (jinak, prakanker, dan ganas), keperluan melakukan biopsi dan rujukan, waktu yang diperlukan untuk mengevaluasi kasus, dan keyakinan terhadap diagnosis.

Ulasan Hasil Penelitian

Dalam studi ini, bantuan artificial intelligence (AI) ditemukan secara signifikan meningkatkan kesepakatan diagnosis saat dibandingkan dengan diagnosis referensi. Hasil studi menunjukkan peningkatan kesepakatan diagnosis 10% untuk dokter layanan primer dan 12% untuk praktisi perawat. Kesepakatan diagnosis dengan biopsi juga meningkat, yaitu sebanyak 3% untuk dokter layanan primer dan 8% untuk praktisi perawat. Selain itu, ditemukan penurunan rujukan dan biopsi, serta pemendekan waktu peninjauan.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini melibatkan sampel kasus yang banyak. Adapun perangkat artificial intelligence (AI) yang digunakan merupakan perangkat dengan algoritma yang sudah terbukti melalui penelitian pendahuluan.

Studi ini juga membahas topik yang relevan secara klinis, karena dokter layanan primer dan praktisi perawat merupakan evaluator yang pertama ditemui oleh pasien pada kebanyakan kasus. Pemanfaatan AI dalam bidang dermatologi diharapkan dapat membantu diagnosis dini kondisi kulit dan menurunkan keperluan pemeriksaan penunjang dan rujukan yang tidak perlu sehingga mengurangi beban biaya perawatan.

Limitasi Penelitian

Pada penelitian ini, dokter layanan primer dan praktisi perawat sudah memiliki jam terbang yang tinggi, sehingga hasil studi mungkin tidak dapat diterapkan pada dokter atau perawat muda dengan pengalaman yang masih sedikit.

Pada penelitian ini, perangkat AI yang digunakan menggunakan algoritma dan contoh kasus dari suatu bagian negara yang mungkin berbeda dengan kasus dermatologi di negara lain. Perbedaan warna kulit, usia, dan riwayat penyakit lain juga dapat mempengaruhi jenis penyakit kulit yang muncul.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Sebagai negara berkembang dengan iklim tropis, penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang cukup banyak dijumpai di Indonesia. Padatnya penduduk, faktor suhu, kurangnya kebersihan lingkungan dan kebersihan diri turut ikut serta memperbanyak kasus yang ada. Kondisi demografi dan ketersediaan dokter spesialis juga masih menjadi permasalahan pada praktik klinis di Indonesia. Penggunaan artificial intelligence (AI) tentu menjadi harapan besar dalam membantu praktisi kesehatan layanan primer.

Referensi