Peran Tenaga Kesehatan dalam Mengatasi Keraguan Terhadap Vaksinasi COVID-19

Oleh :
Dr. drg. Paulus Januar S., MS

Peran tenaga kesehatan dalam mengatasi keraguan terhadap vaksinasi COVID-19 sangat dibutuhkan. Masih terdapat cukup banyak masyarakat yang tidak menghendaki divaksin COVID-19. Vaksinasi COVID-19 merupakan salah satu cara pengendalian pandemi melalui  kekebalan komunitas atau herd immunity.[1-4]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Survei oleh Kementerian Kesehatan RI bersama dengan UNICEF dan WHO di 34 provinsi di Indonesia pada September 2020 menunjukkan bahwa sekitar 64,8% responden setuju menjalani vaksinasi COVID-19, 27,6% ragu-ragu, bahkan 7,6% menolak. Survei SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting) pada Desember 2020 menunjukkan hanya 37% warga yang bersedia menjalani vaksinasi COVID-19, sedangkan 17% tidak akan mengikuti, dan 40% masih pikir-pikir. Hasil ini merupakan penurunan dari survei SMRC sebelumnya dimana yang bersedia sebesar 54%. Kemudian, survei IPI (Indikator Politik Indonesia) pada Februari 2021 menunjukkan masyarakat yang bersedia di vaksin hanya 55%.[2-4]

Vaccine Hesitancy

Keraguan terhadap vaksinasi, yang dalam literatur disebut vaccine hesitancy, menurut SAGE (Strategic Advisory Group of Expert on immunization) dari WHO didefinisikan sebagai penundaan penerimaan ataupun penolakan terhadap vaksinasi, meski tersedia pelayanan untuk vaksinasi. Menurut WHO, keraguan terhadap vaksinasi merupakan salah satu dari 10 ancaman kesehatan global.[5,6]

shutterstock_1905834751-min

Faktor utama timbulnya keraguan terhadap vaksinasi COVID-19 adalah marak beredarnya informasi yang tidak benar hingga menimbulkan ketidakpercayaan. Penelitian oleh Nuzhath et al menyimpulkan bahwa terdapat 7 tema informasi negatif yang menimbulkan keraguan terhadap vaksinasi COVID-19, yaitu:

  • Meragukan keamanan dan efektivitas vaksin
  • Menerima informasi yang tidak benar mengenai vaksin
  • Menganggap terdapat teori konspirasi, seperti wabah dan vaksin merupakan tipu muslihat dari industri farmasi
  • Memiliki ketidakpercayaan terhadap para ilmuwan dan pemerintah
  • Merasa enggan untuk mendapatkan vaksinasi
  • Meyakini bahwa kewajiban vaksinasi merupakan pelanggaran terhadap kebebasan individu

  • Memiliki alasan keyakinan/religi [7]

Media sosial, seperti facebook, twitter, youtube, whats up, dan website,  paling sering menjadi sarana beredar informasi yang tidak benar. Meningkatnya arus informasi mengenai kesehatan terutama melalui internet dan media sosial sebenarnya bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, tetapi dapat pula berakibat buruk bila yang beredar adalah informasi yang tidak benar. Apalagi COVID-19 sebagai penyakit yang tiba-tiba muncul dan banyak hal yang tidak diketahui, sehingga mudah memunculkan dugaan spekulatif.[7,8]

COVID-19 bukan hanya pandemi, tetapi juga menimbulkan infodemi atau lubernya informasi secara cepat dan meluas. Di era infodemi COVID-19, yang beredar dapat merupakan informasi yang faktual, tapi sayangnya banyak juga yang tidak benar. Berdasarkan kenyataan ini, terutama dari kalangan profesi kesehatan dan otoritas kesehatan, perlu senantiasa memantau dan menangkal bila terdapat informasi yang tidak benar. [8,9]

Peran Tenaga Kesehatan

Berdasarkan berbagai survei mengenai COVID-19, termasuk yang dilakukan di Indonesia, ternyata tenaga kesehatan dan medis merupakan sumber informasi yang paling diandalkan masyarakat. Masyarakat memandang tenaga kesehatan terutama tenaga medis merupakan pihak yang paling dapat dipercaya dan paling memahami mengenai vaksinasi.[2-4,6]

Tenaga kesehatan dapat berperan penting dalam mengatasi keraguan masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19 agar terbentuk herd immunity, yaitu dalam bentuk mengkomunikasikan informasi yang tepat, menumbuhkan motivasi dan perilaku, memberikan keteladanan, dan melakukan kolaborasi  dengan dokter sejawat atau dengan pihak lain.[1,10-14]

Mengkomunikasikan Informasi

Penyampaian informasi yang benar dan jelas dibutuhkan untuk menepis keraguan maupun misinformasi. Tenaga kesehatan seharusnya dapat menyampaikan informasi mengenai keamanan, efektivitas, proses pembuatan, serta cara pemberian vaksin COVID-19. Termasuk akibat sampingan dan persiapan untuk mengatasinya, serta perlu juga disampaikan mengenai vaksinasi yang harus dilakukan secara luas untuk tercapainya kekebalan komunitas.[1,10,11]

Agar menumbuhkan kepercayaan masyarakat, informasi perlu disampaikan secara transparan, akuntabel, konsisten, dan sesuai dengan konteks sosial masyarakat. Informasi dapat dikomunikasikan dengan cara yang konvensional, seperti pada waktu konsultasi pasien atau melalui penyuluhan kesehatan. Namun, saat ini berkembang pula metode yang sangat efektif untuk diseminasi informasi melalui media sosial.[10-12]

Mengenai COVID-19 selama ini masyarakat telah dibanjiri informasi dari berbagai sumber serta seringkali satu sama lain saling bertentangan. Tenaga kesehatan sebagai yang dipercaya masyarakat berperan penting untuk menyampaikan informasi yang benar, komprehensif, serta bermanfaat. Selain itu Informasi mengenai COVID-19 sangat dinamis dan selalu berkembang, sehingga tenaga kesehatan perlu senantiasa memutakhirkan diri.[11,12]

Menumbuhkan Motivasi dan Perilaku

Seringkali, hanya dengan mengetahui informasi saja tidak cukup untuk membuat seseorang melakukan sesuatu. Kesalahan yang sering terjadi adalah bila seseorang sudah mengetahui maka dianggap sudah pasti akan mengerjakannya, tetapi sebenarnya masih dibutuhkan seperangkat modalitas untuk mewujudkan perilaku dari pengetahuan.[13,14]

WHO mengembangkan kerangka teori model BeSD (Behavioral and Social Drivers of vaccination) untuk mengatasi keraguan terhadap vaksinasi, serta meningkatkan pelaksanaan vaksinasi. Menurut Model BeSD tersebut, motivasi merupakan inti dari perilaku menjalani vaksinasi.[13,14]

Motivasi merupakan sikap bersedia dan ingin menjalani vaksinasi. Motivasi terbentuk dari apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang, juga dari proses sosial yang terdapat di lingkungan seseorang. Terutama menyangkut pertimbangan manfaat dan risiko vaksinasi, serta kepercayaan pada tenaga kesehatan yang melakukan vaksinasi. Dengan demikian, untuk menumbuhkan motivasi perlu dikembangkan pola pikir dan lingkungan sosial yang sesuai. [13,14]

Setelah adanya motivasi, baru akan terwujud perilaku menjalani vaksinasi bila vaksin tersedia dan dapat dijangkau. Selain itu, juga dibutuhkan tersedianya pelayanan vaksinasi yang bermutu, aman, dan efektif.[13,14]

Memberikan Keteladanan

Mengingat tenaga kesehatan dipercaya oleh masyarakat, maka keteladannya akan menjadi penting dalam mendukung pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Selain itu, diperlukan pula keteladanan menjalani vaksinasi dari pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, pemimpin agama, serta para pesohor. [10,11]

Masyarakat lazimnya akan mengikuti perilaku dari tokoh yang dipandangnya memberikan makna bagi dirinya. Keteladanan terutama dalam bentuk menjalani vaksinasi. Lebih jauh lagi dapat pula dalam bentuk menceritakan alasan menjalani vaksinasi, pengalaman menjalani vaksinasi serta apa yang terjadi setelahnya.[10,11]

Melakukan Kolaborasi

Tenaga kesehatan dalam mendukung vaksinasi COVID-19 dapat secara individual, tetapi yang lebih baik bila dijalankan bersama dalam suatu kolaborasi. Kolaborasi dapat dilakukan dengan para sejawat dalam kegiatan organisasi profesi.  Secara meluas kolaborasi dapat juga dilakukan dengan otoritas kesehatan, media massa, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan kalangan usaha.[10,11]

Kolaborasi dengan berbagai unsur masyarakat akan sangat menguntungkan. Selain akan memperluas jangkauan, juga mereka dapat menyampaikan pesan sesuai dengan konteks sosial yang dikuasainya. Kerjasama luas yang mengikutsertakan para tokoh masyarakat akan semakin menambah kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi COVID-19. Meski mungkin tidak terlalu mudah dalam pelaksanaanya, tetapi kolaborasi diharapkan dapat mendukung vaksinasi COVID-19 terlaksana secara serasi, selaras, dan saling menunjang.[10,11]

Kesimpulan

Vaksinasi massal merupakan suatu cara yang efektif untuk mengakhiri pandemi COVID-19, tetapi di tengah masyarakat masih terdapat keraguan terhadap vaksinasi COVID-19 tersebut. Keraguan tersebut terutama karena ketidakpercayaan yang ditimbulkan dari informasi yang tidak benar.

Tenaga kesehatan terutama tenaga medis paling diandalkan masyarakat dalam rangka menyampaikan informasi dan pemahaman mengenai vaksinasi COVID-19. Tenaga kesehatan mengemban peranan penting dalam mengatasi keraguan terhadap vaksinasi COVID-19 dalam bentuk mengkomunikasikan informasi, menumbuhkan motivasi dan perilaku, keteladanan, dan menyelenggarakan program kegiatan dalam kolaborasi dengan kalangan profesi kesehatan maupun juga bersama-sama dengan masyarakat luas.

Referensi