Antibiotik dapat digunakan dalam manajemen infark paru yang mengalami atau berisiko mengalami komplikasi infeksi. Infark paru biasanya terjadi sebagai komplikasi dari penyakit paru lainnya. Emboli paru merupakan etiologi paling banyak dari infark paru. Kondisi lain yang dapat menyebabkan infark paru adalah infeksi paru, neoplasma, amyloidosis, sickle cell disease, vaskulitis, serta prosedur bedah iatrogenik.
Infark paru terjadi akibat adanya oklusi total pada arteri pulmonalis distal, sehingga menyebabkan kondisi iskemia pada jaringan paru. Iskemia paru yang tidak diterapi akan berlanjut menjadi nekrosis dan menimbulkan infark paru. Nekrosis pada jaringan paru tersebut dapat mengalami infeksi sehingga berpotensi memperberat kondisi klinis pasien infark paru. Tingkat mortalitas infark paru yang melibatkan proses infeksi mencapai 73%.[1-4]
Mekanisme Terjadinya Infeksi pada Infark Paru
Oklusi total yang menyebabkan infark paru juga dapat menimbulkan ekstravasasi plasma darah pada jaringan yang telah nekrosis, menimbulkan edema jaringan, serta memicu peningkatan sekresi endobronkial. Kondisi tersebut menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan dan kolonisasi bakteri, sehingga mendukung terjadinya infeksi sebagai komplikasi infark paru.
Infeksi yang berat sebagai komplikasi dari infark paru umumnya berupa empiema atau abses paru. Abses paru dapat menimbulkan kavitasi pada jaringan paru. Kavitasi lebih berisiko terjadi pada infark paru dengan diameter lebih dari 4 cm. Kavitasi tersebut juga dapat mengalami ruptur dan menyebabkan perforasi hingga pleura viscera. Kavitasi yang ruptur dapat menjadi fistula atau empiema paru. Rerata waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya kavitasi pada infark paru adalah 14-18 hari.[3-6]
Faktor Risiko Komplikasi Infeksi pada Infark Paru
Prevalensi terjadinya infeksi pada kasus infark paru diperkirakan sebesar 2-7%. Meskipun angka tersebut relatif kecil, namun komplikasi berupa infeksi dapat secara signifikan memperburuk kondisi klinis dan prognosis pasien infark paru. Gambaran klinis yang meningkatkan kecurigaan adanya infeksi pada kasus infark paru adalah demam, berkeringat, takikardia, batuk berdahak purulen, penurunan keadaan umum, serta leukositosis.[3,7]
Faktor risiko yang paling menunjang terjadinya infark paru pada emboli paru adalah adanya komorbiditas kardiopulmoner, terutama gagal jantung kongestif. Hal ini dicurigai akibat adanya peningkatan tekanan vena paru dan penurunan aliran maju (forward flow) pada sirkulasi bronkus. Faktor risiko lain adalah adanya kondisi syok, keganasan paru, serta kebiasaan merokok.
Sementara itu, faktor risiko terjadinya infeksi pada kasus infark paru antara lain:
- Ukuran infark paru yang besar
- Atelektasis
- Infeksi orofaringeal atau gigi
- Tindakan ventilasi tekanan positif
- Dilakukannya pemasangan kateter vena sentral
- Kondisi pasien yang immunocompromised[6,7]
Manfaat Pemberian Antibiotik pada Infark Paru
Meskipun patofisiologi infark paru tidak berkaitan langsung dengan kondisi infeksi bakteri yang memerlukan antibiotik, beberapa pasien yang memiliki risiko komplikasi infeksi akibat infark paru perlu dipertimbangkan untuk segera mendapat terapi antibiotik. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya empiema atau fistula yang justru akan memerlukan terapi bedah invasif.
Segera setelah diagnosis infark paru ditegakkan, perlu dilakukan manajemen yang mengatasi etiologi infark paru serta menambahkan antibiotik pada pasien yang memiliki risiko tinggi infeksi. Antibiotik yang diberikan dipilih berdasarkan pedoman lokal mengenai terapi pneumonia nosokomial.[3,5,7]
Pilihan Antibiotik pada Dewasa
Di Indonesia, antibiotik yang disarankan untuk pasien dewasa antara lain:
Levofloxacin intravena 750 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari
Amikacin intravena 750-1000 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari.[8]
Pilihan Antibiotik pada Anak
Pada pasien anak, pilihan antibiotik yang dapat digunakan antara lain:
Ampicillin – sulbaktam 50 mg/kg intravena setiap 6 jam; ATAU
Ceftriaxone intravena 50 mg/kg setiap 12 jam
Salah satu dari ampicillin-sulbaktam atau ceftriaxone, diberikan dalam kombinasi dengan gentamicin 6-8 mg/kg intravena setiap 24 jam selama 7-14 hari.[8]
Kesimpulan
Pasien dengan infark paru berisiko mengalami infeksi dan komplikasi infeksi pada infark paru ini memiliki mortalitas yang sangat tinggi. Risiko infeksi akan meningkat pada kelompok pasien tertentu, misalnya pasien imunokompromais atau pasien dengan infark yang luas. Pemberian antibiotik akan bermanfaat pada kelompok pasien ini untuk meningkatkan luaran klinis. Antibiotik dipilih berdasarkan pola resistensi dan sensitivitas kuman setempat. Di Indonesia, antibiotik pilihan pada pasien dewasa adalah levofloxacin atau amikacin. Sementara itu, pada anak dapat diberikan ampicillin-sulbaktam atau ceftriaxone yang dikombinasikan dengan gentamicin.