Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi

Oleh :
Dr. drg. Paulus Januar S., MS

Undang-Undang Kesehatan menetapkan bahwa untuk menyelesaikan sengketa medis secara hukum harus terlebih dahulu dilakukan mediasi. Sengketa medis dalam bentuk pasien yang menggugat dokter yang merawatnya cenderung semakin meningkat.[1-3]

Tenaga kesehatan perlu memahami penyelesaian sengketa medis melalui mediasi.  Apalagi mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa secara adil, yang lebih efektif dan memuaskan daripada penyelesaian melalui peradilan.[4,5]

Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi-min

Sengketa Medis

Sengketa medis adalah perselisihan yang dapat terjadi antara pasien dengan tenaga kesehatan, atau antara pasien dengan rumah sakit/fasilitas kesehatan. Sengketa medis dapat muncul sebelum, saat, maupun pasca perawatan.[1,2,4,6,7]

Penyebab Sengketa Medis

Hal ini mungkin saja terjadi, karena pelayanan kesehatan tidak selalu memberikan hasil seperti yang diharapkan pasien. Pasien dapat merasa tidak puas atau tidak menerima proses maupun hasil pelayanan kesehatan yang diperolehnya. Pasien memandang penyebab ketidakpuasan ini merupakan kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan.[1,2,4-7]

Sebagian besar sengketa medis bukan karena kesengajaan, tetapi utamanya karena masalah komunikasi dokter-pasien. Penyebab kerugian umumnya bersifat kelalaian atau bahkan murni suatu kecelakaan yang tidak dikehendaki (pure accident).[5,7]

Pelaporan Sengketa Medis

Sengketa medis dapat berlangsung pada ranah etika kedokteran, ranah disiplin kedokteran, atau ranah hukum. Laporan sengketa medis dapat sebagai pelanggaran etik kedokteran kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) di organisasi profesi, dan dapat pula sebagai pelanggaran disiplin kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran (MKDI).[1,2,4]

Jika menempuh jalur hukum, sengketa medis dapat diajukan sebagai gugatan ganti rugi perdata, atau tuntutan pidana sehingga tenaga medis mendapatkan hukuman penjara.[1,2,4]

Pilihan Penyelesaian Sengketa Medis

Masyarakat umumnya berpandangan bahwa sengketa medis lebih baik diselesaikan melalui jalur pengadilan. Cara lain untuk menyelesaikan sengketa medis adalah negosiasi atau mediasi. Cara ini merupakan alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) dari para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan.[4,5,10]

Negosiasi

Negosiasi merupakan pembahasan bersama yang dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa, untuk mencapai kesepakatan penyelesaian. Namun, melakukan negosiasi seringkali tidak mudah dan mengalami kegagalan, karena para pihak bertahan dengan sudut pandang serta kepentingan masing-masing.[8,9]

Mediasi

Dalam proses pembahasan bersama para pihak yang bersengketa, mediasi menggunakan mediator sebagai pihak yang netral untuk membantu tercapainya titik temu. Terutama mediator resmi bersertifikat yang telah menempuh pendidikan dan pelatihan, sehingga menguasai metode untuk musyawarah dan mufakat.[5,11-13]

Peradilan

Proses pengadilan untuk mencapai pembuktian bukan sesuatu yang mudah. Jalur pengadilan membutuhkan waktu relatif lama, berbelit-belit, dengan biaya yang tidak sedikit. Kemungkinan pencemaran nama baik karena pemberitaan yang tidak mencerminkan kebenaran juga patut dikhawatirkan.[4,5]

Bila sengketa medis hendak diselesaikan melalui jalur hukum, maka semua perkara perdata yang akan diselesaikan wajib diupayakan melalui mediasi terlebih dahulu. Pertimbangan putusan pengadilan wajib menyebutkan adanya upaya mediasi, jika tidak maka maka putusan pengadilan batal demi hukum.[1,4,5]

Mediasi Sengketa Medis

Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 29 tertulis: Dalam hal tenaga medis diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.[3]

Berdasarkan peraturan, landasan hukum mediasi ditetapkan pada pasal 6 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sedangkan rincian pelaksanaan mediasi ditetapkan pada Peraturan Mahkamah Agung  nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.[12-14]

Peraturan perundang-undangan tersebut telah mengubah proses penegakan hukum di Indonesia secara signifikan. Penegakkan hukum tidak hanya melakukan penyelidikan, penyidikan, serta mengadili perkara, tetapi juga mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa.[4,5,13]

Keuntungan Mediasi Sengketa Medis

Mediasi dapat memberikan hasil yang memuaskan semua pihak, jika keputusan berdasarkan kesepakatan bersama yang win-win solution. Keputusan mediasi tidak sekedar siapa yang menang atau kalah, melainkan hasil yang memuaskan semua pihak sehingga terjalin hubungan yang tetap baik.[5,13]

Proses mediasi berlangsung secara tertutup, sehingga rahasia kedokteran akan tetap terjaga. Terungkapnya rahasia kedokteran dapat menimbulkan dampak yang merugikan, terutama bagi pasien.[5]

Kesulitan Mediasi Sengketa Medis

Mediasi hanya dapat berhasil jika para pihak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan sengketa. Kendalanya bila ada pihak yang tidak memiliki keinginan yang sama, maka mediasi tidak akan pernah terlaksana dengan efektif.[4,5]

Mediator dalam Sengketa Medis

Mediator adalah hakim atau pihak lain, terutama yang memiliki sertifikat dari lembaga yang terakreditasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.  Mediator adalah pihak netral yang berperan mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa, tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan suatu penyelesaian.[12,13]

Dalam sengketa medis, memang diharapkan mediator profesional yang netral dan memahami permasalahan kesehatan. Saat ini, terdapat tenaga kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, dan perawat, yang telah menempuh pendidikan mediator bersertifikat.[5]

Prosedur Mediasi

Mediasi dapat dilaksanakan di luar atau dalam pengadilan. Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun lembaga independen alternatif. Sedangkan perkara yang sudah dalam proses peradilan,  masih dapat ditempuh upaya perdamaian melalui mediasi sebelum perkara diputuskan pada tingkat upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali.[5]

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung no 1 tahun 2016, terdapat tiga tahap mediasi yakni pramediasi, proses mediasi, dan pasca mediasi.[11,12]

Pramediasi

Tahap pramediasi merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum mediasi dilaksanakan. Prosedur secara rinci sebagai berikut:

  • Para pihak memilih mediator bersertifikat.
  • Penetapan jadwal pertemuan untuk pelaksanaan mediasi.[11,12]

Apabila perkara sudah sampai pada proses peradilan dan para pihak tidak dapat menentukan mediator, maka majelis hakim akan menetapkan mediator dari para hakim.[11,2]

Proses Mediasi

Tahap proses mediasi adalah pelaksanaan kegiatan mediasi, yang terdiri atas awal mediasi, pembahasan mediasi, dan akhir mediasi.

Awal Mediasi:

Awal mediasi secara rinci adalah:

  • Memperkenalkan diri antara mediator dan para pihak yang bersengketa
  • Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi
  • Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan
  • Membuat aturan tata tertib pelaksanaan mediasi bersama para pihak
  • Menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya (kaukus), untuk mengatasi kebuntuan[11,2]

Pembahasan Mediasi:

Tugas terperinci mediator dalam pembahasan mediasi adalah:

  • Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian
  • Menginventarisasi permasalahan dan menyusun agenda pembahasan berdasarkan skala prioritas
  • Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk menelusuri permasalahan dan menggali kepentingan masing-masing pihak, kemudian bekerja sama dalam mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik untuk mencapai kesepakatan[11,2]

Dalam proses pembahasan mediasi, pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses sidang pengadilan perkara. Demikian pula, mediator tidak dapat menjadi saksi dalam persidangan perkara yang bersangkutan.[11,2]

Akhir Mediasi:

Pada akhir mediasi, alternatif hasil berupa mediasi berhasil, tidak berhasil, dan tidak dapat dilaksanakan. Mediasi dikatakan tidak dapat dilaksanakan jika salah satu pihak telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan sesuai jadwal yang telah disepakati.[11,12]

Mediasi yang berhasil akan menghasilkan kesepakatan perdamaian untuk dilaksanakan oleh para pihak. Mediator membantu dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian secara tertulis, yang akan ditandatangani para pihak dan mediator.[11,21]

Kesepakatan perdamaian tidak boleh memuat ketentuan yang bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; merugikan pihak ketiga; dan tidak dapat dilaksanakan. Kesepakatan tersebut merupakan keputusan bersama para pihak yang bersengketa, di mana mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban atas isi kesepakatan.[11,12]

Pasca Mediasi

Tahap pasca mediasi adalah tindak lanjut yang dilakukan setelah proses mediasi berakhir. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pengadilan untuk dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian yang bersifat final dan mengikat serta dapat dilakukan eksekusi.[11,12]

Apabila para pihak tidak menghendaki Akta Perdamaian, maka harus memuat klausul pencabutan gugatan  atau menyatakan perkara telah selesai.[11,12]

Apabila tidak tercapai kesepakatan atau tercapai kesepakatan sebagian, maka proses hukum berlanjut sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dalam pelaksanaan proses peradilan.[11,12]

Mediasi sebagai Perwujudan Keadilan Restoratif

Prinsip dasar keadilan restoratif adalah pemulihan atau perbaikan para pihak. Dengan demikian, keterlibatan para pihak sangat penting sebagai upaya untuk melakukan perbaikan, rekonsiliasi, dan jaminan kesinambungan relasi.[15,16]

Saat ini dalam penegakan hukum berlangsung pergeseran paradigma dari keadilan retributif  menjadi keadilan restoratif.  Keadilan retributif cenderung menghukum sebagai pembalasan. Penyelesaian sengketa tidak hanya berakhirnya konflik, tetapi adalah terpenuhinya kepentingan para pihak secara adil dan memuaskan.[15-17]

Mediasi terhadap sengketa medis sebagai perwujudan keadilan restoratif sama sekali bukan upaya impunitas, melainkan diharapkan akan meningkatkan profesionalisme pelayanan kesehatan.[7,16]

Pembahasan bersama terhadap sengketa medis bukan untuk menghukum tenaga kesehatan, melainkan untuk mencegah terjadinya kasus yang sama di kemudian hari. Pada hakikatnya, kalangan profesi kedokteran dan kedokteran gigi senantiasa hendak menegakkan keluhuran profesi.[7,16]

Kesimpulan

Sengketa medis adalah perselisihan antara pasien dengan tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan yang merawatnya. Sengketa medis terjadi karena pasien tidak puas atau tidak dapat menerima pelayanan kesehatan yang diperolehnya, serta dipandang penyebabnya adalah kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan.

Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa medis yang pelaksanaannya difasilitasi mediator. Mediator adalah pihak yang netral dan membantu perundingan untuk mencapai kesepakatan bersama, sehingga menghasilkan penyelesaian secara adil, efektif, dan memuaskan.

Mediasi dalam penyelesaian sengketa medis merupakan perwujudan keadilan restoratif, di mana para pihak dilibatkan untuk mendapatkan penyelesaian yang menekankan pemulihan dan perbaikan. Dalam praktik sehari-hari, dokter juga dianjurkan untuk menerapkan prinsip pengambilan keputusan bersama pasien untuk mengurangi risiko ketidakpuasan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya.

Referensi