Penatalaksanaan Bronkitis Akut
Penatalaksanaan bronkitis akut secara umum berupa terapi suportif yang berfokus untuk mengontrol batuk. Hal ini disebabkan karena 90% penyebab penyakit adalah virus.
Antibiotik
Penggunaan antibiotik dalam penatalaksanaan bronkitis akut secara berlebihan telah menjadi isu kesehatan masyarakat selama beberapa dekade. Pada kenyataannya, sebagian besar bronkitis akut tidak memerlukan antibiotik karena disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik yang sampai saat ini rutin diberikan, seperti erithromycin, doxycycline, atau cotrimoxazole, hanya memberikan keuntungan yang minimal dan dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap obat tersebut. Meskipun demikian, 80% dokter memberikan antibiotik pada pasien dengan bronkitis akut.[5]
Beberapa data klinis menyatakan bahwa antibiotik tidak memiliki manfaat yang signifikan dalam mempercepat durasi penyembuhan dan hanya memberikan keuntungan yang minimal dibandingkan dengan risiko penggunaan antibiotik itu sendiri. Terdapat sebuah meta analisis yang menyatakan bahwa penggunaan antibiotik pada pasien dengan bronkitis akut secara signifikan menurunkan keluhan batuk, namun tidak didapatkan adanya perubahan pada keterbatasan aktivitas pasien. The American College of Chest Physicians (ACCP) tidak merekomendasikan penggunaan antibiotik rutin pada pasien dengan bronkitis akut.[9]
Antibiotik dapat diberikan hanya pada bronkitis akut yang disebabkan oleh Bordetella pertussis. Terapi yang diberikan adalah erythromycin 250 sampai 500 mg, 4 kali dalam sehari. Beberapa pilihan antibiotik yang bisa diberikan adalah golongan makrolida, seperti clarithromycin dan azithromycin.[5]
Terapi Simtomatik
Beberapa terapi yang umum diberikan pada pasien dengan bronkitis akut adalah antitusif, ekspektoran, dan medikasi inhaler.
Antitusif
Penggunaan antitusif seperti dextromethorphan dan codeine cukup sering diberikan untuk mengatasi keluhan batuk. Namun, bukti klinis efektivitas penggunaan codeine dalam penatalaksanaan bronkitis akut masih sangat terbatas. Didapatkan beberapa studi klinis bahwa penggunaan codeine tidak berbeda bermakna dengan placebo. Beberapa studi menyatakan bahwa dextromethorphan tidak efektif dalam supresi batuk pada anak dengan bronkitis dan lebih memberikan efek samping berupa sedasi. FDA tidak merekomendasikan pemberian antitusif pada anak dengan usia di bawah 6 tahun.[7,8,9]
Beta-2-agonis
Terapi dengan beta-2-agonis short acting ipratropium bromide dan teofilin dapat mengontrol keluhan, seperti bronkospasme dan dyspnea pada pasien bronkitis akut yang mengalami wheezing atau memiliki riwayat penyakit paru. Namun, penggunaan beta-2-agonis secara rutin belum direkomendasikan karena studi klinis yang masih terbatas. Pada sebuah Randomised Control Trial (RCT) didapatkan bahwa pasien tanpa penyakit paru sebelumnya yang mengalami bronkitis akut tidak mengalami perbaikan yang signifikan pada keluhan batuk dengan menggunakan beta-2-agonis.[7,8,9]