Epidemiologi Insufisiensi Vena Kronik
Data epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi insufisiensi vena kronik global sangat bervariasi, yaitu <1–17% pada laki-laki dan <1–40% pada perempuan. Perbedaan ini dipengaruhi variasi kriteria diagnosis, akses layanan medis, dan distribusi faktor risiko populasi.
Secara epidemiologi, insufisiensi vena kronik lebih sering ditemukan pada perempuan dan di negara-negara industri. Insufisiensi vena kronik berkontribusi pada ulkus tungkai yang mengenai 1–2% populasi dewasa dan meningkat hingga 3% pada individu usia >65 tahun.[1-3]
Global
Prevalensi insufisiensi vena kronik secara global sangat bervariasi, berkisar <1–17% pada laki-laki dan <1–40% pada perempuan. Variasi tersebut diduga dipengaruhi perbedaan kriteria diagnosis, akses layanan kesehatan, serta distribusi faktor risiko seperti usia lanjut, obesitas, riwayat trombosis vena, kehamilan, dan paparan pekerjaan yang melibatkan berdiri lama.
Insufisiensi vena kronik lebih sering terjadi pada perempuan di semua kelompok usia, dan lebih umum di negara industri seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. Kondisi ini berkontribusi pada ulkus tungkai (leg ulcers) yang mengenai 1–2% populasi dewasa dan meningkat hingga 3% pada usia >65 tahun.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa insufisiensi vena kronik mewakili hingga 5% kasus chronic venous disease. Hingga 25 juta orang di Amerika Serikat mengalami chronic venous disease, dan sekitar 6 juta di antaranya berada pada tahap lanjut termasuk insufisiensi vena kronik.[1,3]
Indonesia
Belum ada pencatatan epidemiologi insufisiensi vena kronik di Indonesia.
Mortalitas
Meskipun insufisiensi vena kronik jarang menjadi penyebab mortalitas langsung, kondisi ini berkontribusi terhadap morbiditas signifikan melalui proses inflamasi kronik, edema persisten, dan kerusakan jaringan yang dapat memicu ulkus vena. Ulkus tungkai vena (venous leg ulcers) memiliki angka kekambuhan tinggi, penyembuhan yang lambat, dan rentan terhadap infeksi sekunder.
Insufisiensi vena kronik juga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup yang bermakna akibat nyeri, gangguan mobilitas, dan keterbatasan aktivitas sehari-hari. Pada tingkat populasi, beban penyakit mencakup tingginya angka kunjungan layanan kesehatan, kebutuhan perawatan luka jangka panjang, absensi kerja, serta peningkatan biaya ekonomi.[1-4]
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha