Penentuan Kematian Batang Otak

Oleh :
dr. Nurul Falah

Hingga kini konsep, kriteria, praktik, dan dokumentasi penentuan kematian batang otak masih inkonsisten antar negara dan lembaga. Dari berbagai literatur medis, kematian hanya didefinisikan sebagai berhentinya konsumsi oksigen akibat henti jantung dan henti napas. Namun, meskipun dengan sejumlah kontroversi, kini kematian telah didefinisikan sebagai kondisi dimana keseluruhan alat vital (jantung, paru-paru, dan otak) telah hilang atau berhenti secara permanen.[1-3]

Kematian batang otak adalah hilangnya fungsi otak yang irreversibel, yaitu kesadaran dan fungsi integrasi sistemik terhadap organ secara keseluruhan, termasuk hilangnya fungsi inspirasi dan ekspirasi dari paru-paru tanpa dukungan external positive pressure (apnea). Etiologi kematian batang otak adalah peningkatan tekanan intrakranial yang dipicu faktor intrakranial ataupun ekstrakranial. Pada orang dewasa, yang sering menjadi penyebab kematian batang otak adalah cedera otak traumatik ataupun perdarahan subarachnoid. Sementara itu, pada anak-anak penyebab tersering adalah non accidental head injury seperti perdarahan subdural ataupun ensefalopati akut.[1,4]

Asian,Women,40s,Years,Old,Is,A,Patient,Relative,Taking

Pemeriksaan untuk Menentukan Kematian Batang Otak

Untuk menentukan kematian batang otak, dapat dilakukan berbagai evaluasi, mulai dari evaluasi secara klinis maupun penggunaan pemeriksaan penunjang.

Memenuhi Persyaratan Evaluasi Klinis

Penentuan kematian batang otak harus dimulai dengan menggali riwayat klinis, etiologi dan pemeriksaan radiologi yang memastikan adanya kerusakan otak ireversibel dan tidak terdapat faktor pembias reversibel yang menyerupai kematian batang otak.

  • Bukti etiologi koma harus diketahui. Kondisi pembias perlu disingkirkan, misalnya gangguan metabolik, endokrin, atau asam-basa yang berat. Jika intoksikasi obat dicurigai, pemeriksaan terhadap klirens obat perlu dilakukan
  • Suhu pusat tubuh (core body temperature) harus di atas 36 Celsius
  • Tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg, dapat dibantu dengan penggunaan vasopresor[1,5,8]

Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis berguna untuk memastikan arefleksia batang otak meliputi tidak adanya respons terhadap cahaya, tidak adanya refleks kornea, tidak adanya refleks vestibulo-okular, tidak adanya respons motorik terhadap rangsangan adekuat dalam distribusi saraf kranial, dan tidak ada refleks muntah atau refleks batuk.[1]

Koma:

Koma adalah keadaan tidak adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungan, sehingga seseorang tidak dapat memberikan respons terhadap semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri).[1,2]

Pemeriksaan Refleks Cahaya:

Pemeriksaan refleks cahaya langsung dilakukan satu per satu pada kedua mata. Hasil yang konsisten dengan kematian batang otak adalah tidak ada respons pupil ipsilateral dan kontralateral, dimana pupil tetap dalam posisi sedang atau melebar di kedua mata.[1,5]

Pemeriksaan Refleks Okulosefalik dan Refleks Vestibulo-Okular:

Pemeriksaan refleks okulosefalik dilakukan jika sudah dipastikan tidak ada trauma servikal. Pada pemeriksaan ini, kepala pasien diputar secara horizontal, cepat, dan berhenti sesaat pada posisi terjauh. Yang diobservasi adalah gerakan bola mata selama 1 menit.

Pemeriksaan refleks vestibulo-okular dimulai dengan memastikan patensi kanal auditori eksteral. Bersihkan lubang telinga dari serumen atau debris. Pastikan membran timpani masih dalam keadaan intak. Kepala pasien diangkat 30 derajar. Air dingin dialirkan ke dalam salah satu kanal auditori eksternal selama 60 detik. Kemudian observasi pergerakan bola mata.

Pada kedua pemeriksaan ini, dianggap konsisten dengan kematian batang otak bila tidak dijumpai gerakan ekstraokuler.[1,5]

Pemeriksaan Refleks Kornea:

Pada pemeriksaan refleks  kornea, pemeriksa menggoreskan ujung kapas secara lembut atau meniupkan udara ke kornea. Dikatakan konsisten dengan kematian batang otak bila tidak terdapat pergerakan kelopak mata. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai kornea.[1,5]

Pemeriksaan Respon Motorik Wajah dan Tungkai:

Penekanan dalam dilakukan pada kondilus setingkat sendi temporomandibular, supraorbital notch bilateral, sternal notch, dan semua ekstremitas baik proksimal dan distal. Pemeriksaan refleks nasal dilakukan dengan memasukkan cotton swab ke tiap nostril. Pemeriksaan dianggap konsisten dengan kematian batang otak jika tidak terdapat refleks apapun pada stimulasi yang adekuat.[1,5]

Pemeriksaan Refleks Muntah dan Batuk:

Pemeriksaan refleks muntah dilakukan dengan menggunakan tongue depressor atau kateter hisap ke dinding faring posterior bilateral. Pemeriksaan refleks batuk dilakukan menggunakan kateter hisap yang dimasukkan ke dalam trakea setingkat karina. Pemeriksaan dianggap konsisten dengan kematian batang otak jika tidak terdapat muntah atau batuk. Pada pemeriksaan refleks batuk harus dilakukan dengan hati hati agar tidak mencederai korda vokalis.[1,5]

Memastikan Keadaan Apnea Yang Menetap.

Cara memastikan keadaan henti napas yang menetap adalah:

  • Preoksigenasi dengan oksigenasi 100% selama 10 menit
  • Memastikan pCO2 awal 40-60 mmHg dengan memakai kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD)
  • Melepaskan ventilator dari pasien, insuflasi trakea dengan oksigen 100% 6L/ menit melalui kateter intratrakeal melewati karina
  • Observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan positif atau berarti henti napas telah menetap
  • Pemeriksaan apnea harus dihentikan bila terdapat pernapasan spontan, tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) kurang dari 60 mmHg, desaturasi oksigen (<85%), dan unstable arrhythmia

  • Jika pemeriksaan inkonklusif atau tidak mencapai target PaCO2, namun status pernapasan dan hemodinamik pasien stabil selama pemeriksaan, disarankan untuk mengulang pemeriksaan dengan memastikan lagi preoksigenasi 100%, normokapnea, pH normal, dan waktu pemeriksaan ditambah beberapa menit[1,9]

Konfirmasi Ulang Arefleksia Batang Otak dan Apnea

Jumlah pemeriksaan klinis yang dibutuhkan untuk memastikan kematian batang otak bervariasi tergantung usia, rumah sakit, kota, dan negara. Secara umum, bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas dinyatakan positif, maka tes harus diulang sekali lagi dengan selang waktu 25 menit sampai 24 jam. Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas kembali dinyatakan positif pada pemeriksaan kedua, pasien dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.[1,5]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan jika tidak tercapai batas minimum dari pemeriksaan klinis (terutama pemeriksaan apnea), faktor pembias tidak dapat ditangani, ataupun ketidakpastian dari interpretasi pemeriksaan refleks motorik. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk memberi penjelasan yang lebih meyakinkan keluarga yang memberikan penolakan dari kesimpulan pemeriksaan klinis dan apnea.[1,5]

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menilai ketiadaan aliran darah ataupun aktivitas elektrik di otak. Pemeriksaan yang bisa dilakukan antara lain digital subtraction angiography (conventional 4-vessel cerebral angiography), pemeriksaan radionuklir, dan transcranial Doppler ultrasonography. Pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan lagi sebagai pemeriksaan penunjang rutin pada orang dewasa, dan hanya direkomendasikan bila terdapat aturan regional yang mewajibkan, adanya impedansi kraniovaskular akibat fraktur terbuka, kraniektomi dekompresi, atau fontanel yang terbuka pada bayi. Sementara itu, pemeriksaan computed tomography angiography dan magnetic resonance angiography ataupun pemeriksaan lain untuk diagnosis sirkulasi darah otak juga tidak direkomendasikan karena belum tersedia studi yang memadai dari modalitas ini.[1,10]

Digital Subtraction Angiography:

Hasil pemeriksaan digital subtraction angiography (DSA) dikatakan konsisten dengan kematian batang otak jika tidak dijumpai adanya pengisian pada poin dimana karotid internal dan arteri vertebral memasuki basis kranii dengan sirkulasi karotid eksternal yang paten. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.[1]

Pemeriksaan Radionuklir:

Pemeriksaan radionuklir atau scintigraphic digunakan sebagai alternatif dari DSA. Pemeriksaan ini dapat mengilustrasikan ketiadaan isotop intrakranial yang konsisten dengan kematian batang otak. Pemeriksaan menggunakan diffusible radiopharmaceuticals, dengan teknik yang lebih disarankan adalah single-photon emission computed tomography (SPECT). Sensitivitas  dan spesifisitas dari SPECT adalah 88,4% dan 100%.

Pemeriksaan scintigraphy perfusi dengan pencitraan planar anterior dan lateral dapat dilakukan bila SPECT tidak tersedia, dengan interval waktu yang telah disesuaikan agar bisa menemukan pengisian yang statis dari fossa posterior. Sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan ini adalah 77,8% dan 100%.[1,11]

Transcranial Doppler Ultrasonography:

Pemeriksaan transcranial Doppler ultrasonography digunakan sebagai alternatif jika pemeriksaan DSA dan radionuklir tidak tersedia. Pemeriksaan ini dilakukan oleh 2 dokter dengan waktu yang berbeda (jarak 30 menit). Pemeriksaan dapat dilakukan secara bilateral, anterior, dan posterior untuk menilai arteri karotid internal serta sirkulasi vertebrobasilar. Pemeriksaan dianggap konsisten dengan kematian batang otak jika terdapat aliran osilasi bifasik dan lonjakan sistolik dengan aliran darah balik diastolik.[1,11]

Rekomendasi Penentuan Kematian Batang Otak

Masih terdapat perbedaan penentuan kematian batang otak, baik antar negara maupun antar lembaga. Beberapa negara mewajibkan dilakukannya pemeriksaan penunjang, sementara kebanyakan negara tidak. Khusus di Amerika Serikat, California mewajibkan 2 pemeriksa untuk menentukan mati batang otak, sementara di negara bagian lainnya hanya membutuhkan 1 pemeriksa.[1,2]

Rekomendasi American Academy of Neurology

Menurut pedoman American Academy of Neurology (AAN), penentuan kematian batang otak terdiri dari tahapan sebagai berikut:

  • Memenuhi persyaratan evaluasi klinis, yakni mengetahui penyebab pasti dari koma ireversibel dengan mengeksklusikan kondisi efek samping obat-obatan seperti antidepresan, intoksikasi obat, gangguan metabolik, serta hipotermia. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang memadai perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kondisi tersebut. Selain itu, untuk menghindari keterlambatan peningkatan PaCOselama pemeriksaan apnea, suhu pusat tubuh harus normal atau mendekati normal yaitu di atas 36 C. Harus dipastikan juga bahwa tekanan darah sistolik normal, yaitu ≥100 mmHg, agar pemeriksaan neurologi dapat dilakukan dengan baik
  • Pemeriksaan neurologi harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada kemungkinan perbaikan klinis sejak awitan cedera. Pemeriksaan neurologi dilakukan untuk memastikan bahwa pasien mengalami koma reversibel, tidak terdapat refleks batang otak, dan apnea
  • Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk mengonfirmasi kematian batang otak, terutama bila pemeriksaan neurologi meragukan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan antara lain EEGnuclear scan, dan cerebral angiogram

Pemeriksa mencatat waktu saat kematian batang otak telah dinyatakan positif di dalam rekam medis. Kematian batang otak dinyatakan positif jika penyebab koma diketahui, arefleksia batang otak, tidak ada respons motorik, dan adanya apnea.[5,6]

Rekomendasi Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 37 tahun 2014, pemeriksaan penentuan kematian batang otak dapat dilakukan pada seseorang dengan keadaan sebagai berikut:

  • Koma unresponsive atau GCS 3 atau Four Score

  • Tidak ada sikap tubuh abnormal (seperti dekortikasi atau deserebrasi)
  • Tidak ada gerakan tidak terkoordinasi atau kejang

Menurut peraturan ini, kematian batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 orang dokter yang kompeten, dimana tim harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf. Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka tim dokter bukan merupakan dokter yang terlibat dalam tindakan transplantasi.

Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut :

  • Memastikan arefleksia batang otak yang meliputi tidak adanya respons terhadap cahaya, tidak adanya refleks kornea, tidak adanya refleks vestibulo-okular, tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang adekuat pada area somatik, dan tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea
  • Memastikan keadaan henti nafas yang menetap dengan cara preoksigenasi dengan oksigenasi 100% selama 10 menit, kemudian memastikan pCO2 awal dalam batas 40-60 mmHg dengan memakai kapnograf atau analisis gas darah. Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea dengan oksigen 100% 6 L/menit melalui kateter intratrakeal melewati karina. Observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan positif atau berarti henti napas telah menetap
  • Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas dinyatakan positif, tes harus diulang sekali lagi dengan interval waktu 25 menit sampai 24 jam
  • Bila tes ulangan tetap positif, pasien dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.
  • Bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa, maka ventilator harus dipasang kembali, sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati batang otak[7]

Kesimpulan

Penentuan kematian batang otak dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan penunjang. Di Indonesia, penentuan kematian batang otak perlu dilakukan oleh 3 pemeriksa berbeda, termasuk di dalamnya dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf. Untuk menentukan kematian batang otak, perlu dipastikan adanya arefleksia batang otak, adanya henti napas yang menetap, serta perlu menyingkirkan etiologi pembias lain.

Referensi