Salah satu aspek penatalaksanaan anak dengan sumbing adalah memastikan kecukupan nutrisi bayi, termasuk metode menyusui. Sumbing bibir dan langit-langit adalah malformasi kongenital yang umum terjadi, termasuk di Indonesia. Dalam hal menyusui, data yang ada menunjukkan bahwa bayi dengan sumbing lebih sering tidak disusui dibandingkan bayi tanpa sumbing, serta lebih rentan mengalami hambatan dalam menyusu.[1]
Pengaruh Sumbing pada Proses Menyusui
Proses menyusui memerlukan kemampuan bayi untuk menghasilkan tekanan negatif (suction) dengan menyegel rongga mulut secara efektif terhadap payudara ibu. Pada bayi tanpa sumbing, hal ini dicapai dengan bibir yang melekat erat pada areola serta langit-langit yang menutup bagian belakang rongga mulut.
Namun, pada bayi dengan sumbing, struktur anatomi yang terganggu membuat mereka kesulitan menghasilkan suction yang diperlukan untuk mengeluarkan ASI secara efisien. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan saat menyusu, waktu menyusui yang lama, regurgitasi nasal, refluks, transfer ASI yang tidak cukup, dan pada akhirnya dehidrasi atau gangguan pertumbuhan dan nutrisi.[2]
Manfaat Menyusui pada Bayi dengan Sumbing
ASI tetap diprioritaskan bagi pasien sumbing daripada susu formula karena manfaatnya yang besar. ASI mengandung nutrisi yang diperlukan bayi dan mendukung tumbuh kembang bayi, baik fisik maupun kognitif. Agen antibakteri pada ASI juga membantu penyembuhan pascaoperasi dan mengurangi iritasi mukosa. ASI juga melindungi bayi terhadap otitis media.[2,3]
Pada pasien sumbing, menyusui secara langsung tetap dapat dilakukan untuk mendapatkan manfaat bagi ibu maupun anak. Manfaat menyusui mencakup menjaga ikatan ibu dan anak, membantu perkembangan otot orofasial, fungsi bicara, dan membantu menenangkan anak pascaoperasi.[2,4]
Pedoman Menyusui Bayi dengan Sumbing
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusui bayi dengan sumbing adalah posisi menyusui, aliran cairan, dan berbagai alat yang mampu mempermudah proses menyusui.[2,5]
Posisi Menyusui
Gambar 1. Posisi-posisi Menyusui
Bayi dengan sumbing bibir dianjurkan diposisikan agar sumbing mengarah ke atas payudara saat menyusu. Contohnya, bayi dengan sumbing sisi kanan menyusu dalam posisi cross-cradle pada payudara kanan dan posisi football hold pada payudara kiri. Untuk bayi dengan sumbing bilateral, posisi face-on atau duduk mengangkang di depan payudara ibu lebih dianjurkan. Selain itu, ibu juga bisa menutup celah dengan jari atau menekan pipi bayi untuk memperkecil celah dan memperbaiki perlekatan puting.
Pada bayi dengan sumbing langit-langit atau kombinasi langit-langit dan bibir, ibu sebaiknya duduk semi-upright saat menyusui untuk mengurangi risiko regurgitasi nasal dan aliran susu ke tuba Eustachius. Posisi football lebih disarankan dibandingkan cross-cradle karena memberikan kontrol kepala dan leher yang lebih baik. Jika memungkinkan, puting diarahkan ke segmen palatum yang lebih utuh guna meningkatkan kemungkinan terbentuknya tekanan negatif.
Pada sumbing langit-langit atau kombinasi langit-langit dan bibir dengan celah yang besar, disarankan agar payudara diposisikan ke bawah agar puting tidak terdorong ke dalam celah. Dukungan tambahan, seperti menopang dagu bayi untuk menstabilkan rahang atau menopang payudara agar tetap berada di dalam mulut bayi, juga bisa dilakukan.[2]
Aliran Cairan
Aliran cairan harus dibuat secara berkala, bukan kontinu. Aliran ini harus cukup lambat agar bayi tidak tersedak. Karena asupan udara pada bayi dengan sumbing lebih tinggi, bayi perlu disendawakan lebih sering. Biasanya bayi disendawakan setiap pemberian 15-30 mL susu.
Pemberian susu dengan viskositas yang lebih tinggi menciptakan bolus yang lebih kohesif yang bergerak melalui hipofaring dengan lebih lambat, sehingga memberikan waktu lebih panjang untuk penutupan jalan napas. Kebersihan regio oral bayi harus dijaga setiap setelah pemberian makan.[3,6,7]
Alat Bantu Menyusui
Keberhasilan proses menyusui tergantung pada jenis sumbing, derajat keparahan sumbing, dan kondisi jalan napas. Bayi dengan sumbing langit-langit lebih sulit menyusui daripada bayi dengan sumbing bibir saja. Bayi dengan sumbing hanya pada palatum lunak mungkin masih dapat menyusui daripada bayi dengan celah yang lebih signifikan. Bila pemberian ASI via menyusui secara langsung tidak memadai, ASI dapat dipompa dan diberikan dengan botol, sendok, atau spuit tanpa jarum.[3,4,6]
Botol Dot:
Terdapat berbagai botol khusus untuk memberikan susu yang diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu kaku dan assisted delivery. Tipe kaku memiliki dot yang dapat ditekan bayi untuk mengeluarkan susu, sementara tipe assisted delivery memungkinkan orang tua menekan botol untuk meningkatkan aliran susu.[4]
Nipple (dot) botol juga bervariasi dan terbagi menjadi dot biasa, ortodontik, dan khusus. Dot biasa memiliki harga paling terjangkau dan mudah ditemukan di mana-mana. Dot ortodontik diyakini bersifat paling anatomis, memiliki dasar lebih besar yang dapat menutup celah sumbing bibir, menghasilkan tekanan negatif yang lebih besar, memungkinkan gerak lidah dan bibir yang fisiologis, dan menghindari pengaruh buruk terhadap perkembangan otot orofasial.[3]
Teknik ESSR dapat dilakukan untuk membantu memberi susu dengan botol:
Enlarge: lubang dot diperbesar agar susu dapat mengalir pada bayi dengan pengisapan yang kurang efektif
Stimulate: rangsang refleks mengisap bayi dengan menggosok dot pada bibir bawah
Swallow: bayi dibiarkan menelan dengan normal untuk menerima volume susu yang adekuat
Rest: bayi akan menunjukkan ekspresi wajah yang menandakan perlunya istirahat. Biarkan bayi menelan dahulu susu yang sudah masuk untuk menghindari bayi tersedak dan regurgitasi nasal.[2,6,8]
Feeding Plate/Obturator Palatum:
Obturator palatum (feeding plate) dapat digunakan untuk membantu menutup celah sumbing dan membentuk tekanan negatif ketika bayi mengisap. Dengan memisahkan rongga oral dan nasal, obturator mengurangi regurgitasi nasal dan mengurangi insidensi otitis media dan infeksi nasofaring.
Obturator juga menyediakan permukaan kaku di mana bayi dapat menekan puting dan mengekstraksi ASI, sehingga membantu proses menyusui. Obturator juga mencegah lidah memasuki celah dan mengganggu pertumbuhan palatum ke garis tengah. Dengan posisi lidah yang benar, tumbuh kembang rahang dan fungsi bicara dapat terbantu.
Penggunaan obturator harus dibarengi kontrol kebersihan oral yang adekuat, follow-up yang lebih sering, dan membutuhkan biaya tambahan. Pembuatan dan evaluasi obturator memerlukan kerja sama multidisiplin dengan dokter gigi.[2,6,8]
Feeding Tube
Feeding tube dapat digunakan pada bayi sumbing yang mengalami kesulitan menyusui. Metode ini memungkinkan pemberian makan yang lebih cepat dan memastikan penambahan berat badan. Meskipun demikian, metode noninvasif tetap merupakan prioritas. Feeding tube digunakan bila kesulitan memberi makan ekstrem hingga menyebabkan penurunan berat badan, atau pada pasien dengan kelainan penyerta.[3,6]
Menyusui Pascaoperasi
Pada pasien bayi sumbing bibir pascaoperasi, menyusui dapat dilanjutkan segera setelah operasi. Pada pasien sumbing langit-langit, biasanya ASI diberikan dengan sendok agar bayi tidak perlu mengisap. Namun rekomendasi menyatakan bahwa menyusui dapat dilanjutkan 1 hari pascaoperasi palatoplasti tanpa komplikasi luka.[9]
Edukasi dan Pemantauan
Perawatan anak dengan sumbing dapat menimbulkan stres bagi orang tua dan keluarga pasien. Selain edukasi cara perawatan anak, dukungan psikologis adalah aspek berkelanjutan dari penatalaksanaan holistik. Diperlukan kerja sama ibu dan tenaga kesehatan untuk mencapai perawatan bayi yang adekuat bagi tumbuh kembangnya.[4]
Untuk mengevaluasi kecukupan nutrisi bayi, lakukan pengawasan status hidrasi dan penambahan berat badan bayi. Bila dinilai inadekuat, tim harus mengevaluasi metode yang sudah dilakukan dan mempertimbangkan perlunya pemberian metode tambahan seperti susu formula, serta penggunaan sarana pembantu seperti obturator palatum dan feeding tube. Kombinasi antara berbagai metode intervensi tersebut juga dapat dilakukan.[3,9]
Kesimpulan
Pada bayi dengan sumbing, menyusui bisa terkendala akibat kesulitan mengisap dan menelan. Ketika menyusui pasien dengan sumbing, berbagai strategi dapat diterapkan untuk mengoptimalkan pemberian ASI, seperti pemosisian yang dimodifikasi dan penggunaan alat bantu menyusui.
Ibu juga dapat menutup celah sumbing bibir dengan jari atau ibu jari, atau menopang pipi bayi untuk memperkecil celah sumbing dan membantu membentuk segel yang menutup puting. Aliran cairan harus dibuat secara berkala, bukan kontinu, serta harus cukup lambat agar bayi tidak tersedak.
Alat bantu menyusui dapat digunakan, misalnya botol susu, feeding plate, atau feeding tube. Jika dilakukan tindakan operatif, menyusui dapat dilanjutkan 1 hari pascaoperasi palatoplasti tanpa komplikasi luka. Kolaborasi antara caregiver dan tenaga medis sangat diperlukan untuk keberhasilan menyusui pada kasus bayi sumbing.
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha