Masker untuk Mengurangi Kejadian Eksaserbasi Gangguan Pernapasan Kronik akibat Paparan Polutan Udara

Oleh :
dr. Inge Nandya H

Penggunaan masker diharapkan dapat mengurangi eksaserbasi akibat paparan polutan udara pada pasien dengan gangguan pernapasan kronik, seperti asthma dan penyakit paru obstruktif kronik. Sebanyak 91% populasi di dunia hidup dengan kualitas udara yang buruk. Paparan terhadap polutan udara telah dikaitkan dengan kematian prematur, yang diperkirakan berkontribusi sebesar 7,6% dari kematian global.[1-3]

Setiap partikel polutan udara memiliki ukuran berbeda-beda, dimana keparahan masalah kesehatan yang ditimbulkan juga tergantung pada ukuran partikel tersebut. Beberapa partikel dapat terhirup masuk ke saluran pernapasan hingga ke aliran darah, kemudian berpotensi menyebabkan iritasi, inflamasi, koagulasi, dan stres oksidatif.[3,4]

Masker untuk Mengurangi Kejadian Eksaserbasi Gangguan Pernapasan Kronik akibat Paparan Polutan Udara-min

Saat ini telah banyak organisasi yang mengupayakan pengurangan polusi udara. Beberapa contoh upaya yang telah dilakukan antara lain implementasi penurunan emisi kendaraan di perkotaan dan menciptakan lingkungan hijau untuk menurunkan particulate matter (PM). Selain itu, juga dilakukan upaya pencegahan terhadap paparan polutan udara dengan menggunakan masker wajah.[3-6]

Komponen dan Sumber dari Polusi Udara

Komponen polutan udara bermacam-macam tergantung dari tempat, musim, dan waktu. Polutan di ruangan terbuka dan ruangan tertutup juga berbeda. Polutan udara utama di ruangan terbuka adalah particulate matter (PM), ozon (O3), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan timbal (Pb). Polutan udara dapat berasal dari hasil produksi industri, pembakaran hutan, pembakaran sampah, dan emisi kendaraan.

Jenis polutan udara di ruangan tertutup hampir sama dengan polutan udara di ruang terbuka, namun memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Sumber utama dari polutan ini adalah pembakaran bahan bakar padat di dalam ruangan, rokok, emisi konstruksi material, dan ventilasi yang buruk. Pembakaran bahan bakar padat dapat memproduksi CO, NO2, PM, dan bahan lain termasuk polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs).[7]

Akibat Paparan Polutan Udara pada Sistem Pernapasan

Efek kesehatan dari polusi udara menjadi salah satu fokus utama di bidang kesehatan masyarakat. Paparan polutan dapat mencetuskan gangguan pernapasan, memperburuk kondisi penyakit yang sudah ada, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Polusi udara telah dikaitkan dengan berbagai penyakit kronik, terutama pada pasien dengan masalah paru-paru seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), asthma, dan kanker paru.[5,7]

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki risiko tinggi mengalami PPOK akibat paparan pembakaran kayu saat memasak. Polusi udara yang berasal dari pembakaran bahan fosil juga dapat menurunkan fungsi paru pada pasien dengan PPOK.

Paparan terhadap polusi udara akan meningkatkan risiko eksaserbasi hingga kematian pada pasien PPOK. Polutan udara, seperti particulate matter (PM), dapat membawa berbagai mikroorganisme, menyebabkan infeksi, dan mencetuskan eksaserbasi. Paparan polutan juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembersihan mukosiliar, peningkatan perlekatan virus ke sel mukosa pernapasan, serta menurunkan kemampuan sistem imun.[7]

Asthma

Polusi udara telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko mengalami asthma, awitan, derajat keluhan, dan respon terhadap terapi. Kualitas udara yang buruk memegang peran penting terhadap peningkatan eksaserbasi asthma. Selain itu, paparan polutan juga akan menurunkan fungsi paru pada anak dengan asthma.

Paparan terhadap polutan udara di dalam ruangan telah dikaitkan dengan peningkatan eksaserbasi dan keparahan gejala. Adanya polusi di dalam ruangan juga turut meningkatkan kebutuhan terhadap inhaler dan mengurangi respon terhadap terapi short-acting beta-agonist.[7]

Kanker Paru

Kanker paru merupakan salah satu kanker paling sering yang diderita oleh masyarakat di perkotaan. Risiko kanker paru meningkat pada individu yang terpapar PM dan NO2. PM telah dilaporkan berhubungan secara signifikan dengan kanker paru tipe adenokarsinoma.[7]

Penggunaan Masker untuk Mengurangi Kekambuhan Gangguan Pernapasan Kronik

Terdapat berbagai jenis masker. Ada masker yang bekerja dengan filtrasi mekanis yang dapat mengurangi particulate matter (PM); ada pula yang bekerja untuk mencegah penyebaran droplet dan partikel yang besar. Masker jenis N95 merupakah salah satu jenis masker dengan filtrasi yang efisien yang dapat mencegah inhalasi sebanyak 95% partikel airborne. Tipe ini direkomendasikan untuk mengurangi paparan polutan dan mengurangi inflamasi saluran napas.[5,7,11,13]

Selain memperhatikan jenis masker yang digunakan, masker juga harus sesuai dengan ukuran wajah pengguna, tertutup secara baik, serta dapat menyaring partikel-partikel kecil. Potensi efek samping, seperti ketidaknyamanan, kesulitan dalam bernapas, gangguan aktivitas normal (seperti berbicara), atau perasaan sesak, perlu juga diperhatikan.[7-10,12]

Tinjauan sistematik Cochrane (2021) mengevaluasi hasil dari 10 uji klinis dan 1 studi non-uji klinis dengan total 3372 partisipan. Tinjauan sistematik dan meta analisis ini berusaha mengevaluasi apakah penggunaan intervensi taraf individual, termasuk penggunaan masker, dapat memberi efek bermakna terhadap paparan polusi udara pada pasien dengan penyakit paru kronik. Sebanyak 5 studi dalam tinjauan ini mengamati hubungan antara masker dengan kejadian eksaserbasi gangguan pernapasan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan masker dapat menurunkan paparan terhadap polutan udara. Meski demikian, hasil ini bersifat tidak konsisten untuk semua luaran yang dievaluasi, termasuk eksaserbasi yang memerlukan rawat inap.[5]

Kesimpulan

Polusi udara telah dikaitkan dengan berbagai efek buruk terhadap kesehatan saluran napas, termasuk peningkatan eksaserbasi, morbiditas, dan mortalitas pada pasien dengan gangguan pernapasan kronik. Meskipun bukti ilmiah yang mendukung masih minim, masker merupakan intervensi taraf individu yang sederhana, murah, dan aman yang dapat digunakan sebagai upaya menurunkan paparan polusi udara. Masker yang dipilih haruslah yang mampu menyaring partikel kecil, berukuran sesuai dengan wajah pengguna, dan tertutup dengan baik. Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui apakah penggunaan masker dapat menurunkan frekuensi eksaserbasi dari gangguan pernapasan kronik.

Referensi