Batasan konseling psikologis dalam mengikutkan bahasan 'agama' di sesi konsultasi - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo TS khususnya Rekan Psikolog dan Psikiater,Izin bertanya.Apakah dalam konseling psikologis dibenarkan melakukan bahasan agama (kalau iya berapa persen...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Batasan konseling psikologis dalam mengikutkan bahasan 'agama' di sesi konsultasi

    Dibalas 03 November 2021, 17:01
    Anonymous
    Anonymous
    Dokter Umum

    Alo TS khususnya Rekan Psikolog dan Psikiater,

    Izin bertanya.

    Apakah dalam konseling psikologis dibenarkan melakukan bahasan agama (kalau iya berapa persen dari isi konseling hal ini dibenarkan) mengingat tingkat kepercayaan masing2 individu dan ketaatan beribadah berbeda beda, juga terkadang tidak dipungkiri, ada beberapa yg sudah menganut paham ateis/agnostik.

    Juga utk user yg memiliki suicidal thought, apakah efektif mengingatkan jika suicide dilakukan, bagaimana pertanggungjawaban ke Tuhan?

    Dan khusus yg memiliki suicidal thought, approach apa yang efektif dari sisi science.

    Terimakasih sebelumnya 🙏.

03 November 2021, 17:01
Alo, TS. Izin utk ikut menanggapi. Pendekatan keagamaan dlm psikologi klinis pd beberapa kasus memang dapat dipergunakan, tetapi agar tidak menimbulkan polemik selama konsultasi, mungkin harus dibatasi. Pembahasan yg diberikan bukan kpd aspek Ketuhanan tetapi pd nilai2 agama, misalnya memaafkan, berbuat baik, melatih berprasangka baik dan nilai2 luhur lainnya dr agama. Hal ini dipertimbangkan karena pd sebagian pasien, ada yg berkonflik dengan agama, belum berdamai dan permasalahan lainnya yg dpt memicu konflik psikologis. Jd, agama bisa digunakan hanya sebatas nilai2 luhur yg terkandung diddalamnya, bukan ttg Ketuhanan itu sendiri karena pembahasan ttg Ketuhanan sptnya tidak akan selesai dlm sesi chat. Kebetulan sekali sy juga baru mendapatkan kasus dimana seorang istri yg berkonflik dgn suaminya karena istri percaya Tuhan sedangkan suaminya percaya Alien dan paham2 Nihilistik lainnya serta skeptis ttg Ketuhanan. Jd, yg dikedepankan adlh bagaimana ttp berpikir logis, berdasarkan data, fakta dan penting sekali bagi kita utk melakukan autoanamnesa secara mendalam kpd pasien. Sekiranya menyinggung soal konflik thd Ketuhanan dan Agama, beri pemahaman umum saja untuk menghindari perdebatan selama sesi. Semoga bisa membantu. Tksh 🙏
03 November 2021, 13:19
dr. Soeklola SpKJ MSi
dr. Soeklola SpKJ MSi
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Alo dokter, Izin bantu menjawab ya. Sebenarnya untuk ranah agamapun tetap bisa jadi merupakan bagian dari psikoterapi yang diberikan. Saat inipun berkembang ranah psikotetapi berbasis religi yang telah dijalankan oleh beberapa TS. Metode penerapannya,  lebih didasarkan  pada kesan subjektif pasien kita terhadap agama yang ia anut. Tidak ada batasan proporsi yang diterapkan tetapi lebih pada bagaimana interpretasi pasien tentang agamanya dan kaitannya dengan gangguan yang dialami, sehingga sangat case by case. Misalnya apakah pasien menganggap agama sebagai faktor protektif (misalnya menjadi panutan saat dirinya mengalami kendala)  atau sebagai faktor lainnya (misalnya merasa dihukum oleh keyakinan yang dianut, atau pemahaman yang berlebih tentang dosa dan lainnya). Tentu tujuan penggunaan psikoterapi pun perlu dipertimbangkan yang bermafaat bagi mental pasien kita (terlepas dari jenis dan ranah psikoterapi yang digunakan). Di awal psikoterapi sendiri lebih diutamakan untuk membangun aliansi terapi dahulu dan untuk pasien yang "rapuh" tentu lebih berfokus untuk meningkatkan faktor protektif yg ia miliki (misalnya perasaan dimengerti,  didengar atau tidak sendiri atau lainnya), dan memperlihatkan dukungan yang ia miliki (misalnya keluarga,  teman dan lainnya). Untuk pasien suicidal thoughts perlu mempertimbangkan benar apakah regili termasuk faktor yang protektif bagi dirinya. Hati-hati jika ternyata agama dipersepsikan lain oleh pasien dan mengatakan pertanggung jawaban ke Tuhan bisa jadi dianggap men-judging atau memperberat persepsinya yang salah (terutama jika pasien menganggap bahwa kondisinya adalah hukuman dari Tuhan). Mudah-mudahan bisa membantu.
03 November 2021, 13:22

Terimakasih jawaban yang sangat informatif ini dr. Soeklola. Jadi, agama bisa digunakan sebagai faktor protektif, tetapi bisa juga sebagai faktor pencetus ide bunuh diri. Benar2 harus hati2.