Pastikan Tonsilektomi Dilakukan Sesuai Kebutuhan Pasien

Oleh :
dr. Nathania S. Sutisna

Dokter perlu memastikan bahwa tonsilektomi dilakukan sesuai indikasi atau kebutuhan pasien. Tonsilektomi atau operasi pengangkatan tonsil adalah salah satu prosedur bedah yang banyak dilakukan pada anak-anak. Namun, sering kali tonsilektomi tidak dilakukan berdasarkan indikasi. Padahal, tindakan ini tidak terlepas dari komplikasi yang mungkin terjadi.[1,2]

Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah dengan atau tanpa adenoidektomi yang sepenuhnya mengambil tonsil dan kapsulnya dengan menyayat ruang peritonsil antara kapsul tonsil dan dinding otot. Infeksi tenggorokan dan gangguan pernapasan saat tidur merupakan dua hal yang menjadi indikasi tonsilektomi. Kedua hal ini dapat mengganggu kesehatan dan kualitas hidup penderitanya.

Depositphotos_50399433_m-2015_compressed

Kriteria Paradise masih banyak digunakan sebagai indikasi untuk dilakukan tonsilektomi.[1]

Tabel 1. Kriteria Paradise yang Digunakan sebagai Indikasi Tonsilektomi

Kriteria  
Minimal frekuensi timbulnya infeksi tenggorokan

7 atau lebih episode selama tahun tersebut,

ATAU

5 atau lebih episode per tahun selama 2 tahun terakhir,

ATAU

3 atau lebih episode per tahun selama 3 tahun terakhir

Manifestasi klinis (infeksi tenggorokan + adanya 1 atau lebih manifestasi klinis)

Suhu >38,3°C,

ATAU

Limfadenopati servikal (pembesaran nodus limfa >2 cm),

ATAU

Eksudat tonsillar,

ATAU

Kultur positif dari streptococcus hemolitik β grup A

Tata laksana Antibiotik sudah diberikan sesuai dengan dosis pada kejadian infeksi streptokokus yang sudah terbukti maupun suspek
Dokumentasi

Setiap kejadian infeksi tenggorokan dan manifestasi klinis dicatat pada rekam medis,

ATAU

Bila tidak tercatat sepenuhnya, kejadian tersebut diobservasi oleh klinisi minimal 2 kejadian infeksi tenggorokan dengan pola frekuensi dan gejala yang konsisten dengan riwayat sebelumnya

Sumber: dr. Ciho Olfriani, 2021.[1]

Bila kriteria di atas tidak terpenuhi, hal-hal berikut dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya tonsilektomi:

  • Infeksi pada individu dengan gangguan khusus, contohnya adalah alergi antibiotik. Pada individu ini penggunaan antibiotik untuk mengobati tonsilitis tidak bisa maksimal
  • Tonsilitis kronis dan berulang karena terjadi gangguan struktur di dalam yang menyebabkan fungsi tonsil sebagai pertahanan tubuh menjadi tidak maksimal. Pada kondisi ini, tonsilektomi dianggap sebagai prosedur yang bersifat terapeutik

  • Sindrom demam berkala, stomatitis, faringitis dan adenitis (perlu dipertimbangkan frekuensi terjadinya sindrom ini, keparahan penyakit dan respons terhadap pengobatan)
  • Tonsilitis berulang dengan abses peritonsil yang tidak membaik dengan insisi-drainase dan obat-obatan
  • Gangguan pernapasan saat tidur, terutama bila terjadi gangguan pertumbuhan, gangguan pada aktivitas sekolah, gangguan perilaku, dan enuresis
  • Disfagia dan gangguan berbicara

  • Gangguan pertumbuhan wajah dan gigi
  • Tonsilitis hemoragik
  • Pembesaran tonsil yang asimetris dan kecurigaan keganasan
  • Indikasi klinis lain seperti halitosis dan kejang demam[1-3]

Perlu tidaknya tonsilektomi masih sering belum dipahami oleh dokter. Salah satu prinsip pengobatan adalah untuk menghindari obat atau tindakan yang tidak perlu karena selalu memiliki risiko efek samping atau komplikasi. Salah satu komplikasi setelah tonsilektomi yang umum dilaporkan adalah perdarahan, yang dapat terjadi segera maupun tertunda.

Perdarahan yang tertunda biasanya muncul pada hari ke-7 sampai 10 pascaoperasi, ketika fase peradangan saat proses penyembuhan terjadi. Perdarahan dapat menyebabkan aspirasi, syok dan kematian. Efek samping yang lain ialah nyeri tenggorokan, edema, gangguan jalan napas, serta efek samping dari obat-obatan anestesi.[4,5]

Pengambilan tonsil palatina sendiri bukan jaminan untuk menghindarkan terjadinya infeksi tenggorokan atau infeksi saluran pernapasan atas di masa mendatang. Infeksi dan inflamasi dapat terjadi pada jaringan limfoid sepanjang cincin Waldeyer dan menimbulkan gejala klinis yang sama dengan tonsilitis, yaitu nyeri tenggorokan, nyeri menelan, dan demam.[3,4]

Bukti Ilmiah mengenai Indikasi Tonsilektomi

Dalam kaitannya dengan infeksi tenggorokan, pada sebuah studi meta-analisis oleh Morad et al membandingkan efektivitas tonsilektomi dengan watchful waiting pada kasus infeksi tenggorokan yang berulang. Luaran yang dinilai adalah kualitas tidur, kognitif, perilaku, dan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan.[6]

Secara umum, pasien yang menjalani tonsilektomi menunjukkan perbaikan dalam frekuensi nyeri atau infeksi tenggorokan, jumlah kunjungan ke dokter, dan jumlah hari tidak masuk sekolah atau kerja, bila dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani tonsilektomi. Akan tetapi, manfaat tersebut hanya terlihat dalam satu tahun pertama. Bukti tentang manfaat jangka panjangnya masih terbatas sehingga keputusan untuk melakukan tonsilektomi perlu mempertimbangkan manfaat dan risiko tonsilektomi.[6]

Tonsilektomi pada anak memiliki dasar bukti yang lebih kuat daripada populasi dewasa. Pedoman pediatrik saat ini mendukung tonsilektomi dilakukan pada anak dengan obstructive sleep-disordered breathing (oSDB) dan tonsilitis berulang. Indikasi ini sering diekstrapolasikan ke orang dewasa, padahal belum terdapat bukti ilmiah yang cukup mendukungnya.[3]

Hanya terdapat dua penelitian yang melaporkan manfaat jangka pendek dari tonsilektomi untuk faringitis berulang. Sebuah studi menemukan bahwa tonsilektomi dapat menurunkan serangan Group A Beta-hemolytic Streptococcus (GABHS) dan jumlah hari nyeri tenggorokan dalam 90 hari pertama setelah prosedur. Studi lainnya juga menunjukkan manfaat tonsilektomi pada orang dewasa.

Akan tetapi, kedua data studi ini kemudian diteliti dalam tinjauan Cochrane dan ditemukan bahwa studi tersebut memiliki kualitas bukti yang rendah periode studi yang singkat dan heterogenitas statistik. Sampai saat ini, kriteria pediatrik untuk indikasi tonsilektomi masih dianggap dapat dipakai untuk orang dewasa.[3]

Pada anak, hipertrofi tonsil merupakan penyebab umum obstructive sleep-disordered breathing (oSDB). Pada kondisi tersebut, tonsilektomi dengan/tanpa adenoidektomi dianggap sebagai terapi lini pertama untuk oSDB. Sebuah tinjauan Cochrane menilai manfaat dan risiko tonsilektomi pada anak usia 5-9 tahun dengan oSDB, dan dibandingkan dengan manajemen tanpa operasi.[7]

Studi ini menemukan bahwa anak usia 5–9 tahun dengan oSDB yang dikonfirmasi dengan polisomnografi dan tanpa gangguan kesehatan lainnya mendapatkan manfaat yang cukup baik setelah tonsilektomi. Manfaat tersebut berupa perbaikan kualitas hidup dan perilaku anak, yang dinilai oleh pengasuh anak dan parameter polisomnografi. Namun, tidak terhadap manfaat tonsilektomi yang terukur secara objektif dalam hal atensi dan performa neurokognitif, bila dibandingkan dengan watchful waiting.[7]

Tinjauan Cochrane yang lebih baru pada tahun 2020 menemukan bahwa anak dengan oSDB yang dilakukan operasi pengangkatan tonsil parsial (tonsilotomi) dapat kembali beraktivitas normal lebih cepat dan mempunyai risiko komplikasi yang membutuhkan intervensi medis dalam seminggu pasca operasi lebih rendah dibandingkan anak-anak  oSDB yang dilakukan operasi tonsilektomi. Namun, hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.[8]

Kesimpulan

Perlu tidaknya tonsilektomi sama dengan prinsip pengobatan pada umumnya yaitu mempertimbangkan keuntungan dan kerugian atau risiko dari setiap prosedur. Terdapat beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah tonsilektomi diperlukan atau masih dapat dilakukan watchful waiting.

Kriteria Paradise dapat dipakai untuk memastikan apakah terdapat indikasi tonsilektomi. Prosedur ini juga dipertimbangkan bila terdapat kondisi lain seperti alergi antibiotik, kejang demam, halitosis, abses peritonsiler yang gagal dengan modalitas terapi lain, gangguan performa di sekolah dan kualitas hidup, gangguan pertumbuhan wajah, tonsilitis hemoragik, serta kecurigaan keganasan.

Efek samping dan komplikasi dari tonsilektomi di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi baik segera maupun tertunda, gangguan jalan napas, dan efek samping obat anestesi.

Tonsilektomi merupakan lini pertama terapi pada anak dengan oSDB yang dikonfirmasi dengan polisomnografi. Manfaat tonsilektomi dapat terlihat secara subjektif, yaitu melalui perubahan perilaku dan kualitas hidup anak, serta secara objektif, yaitu berdasarkan hasil polisomnografi.

Sementara itu, belum terdapat cukup literatur yang meneliti tentang indikasi tonsilektomi yang tepat pada dewasa, sehingga sering kali penentuan perlu tidaknya tonsilektomi pada dewasa masih memakai kriteria pediatrik, yaitu kriteria Paradise. Studi lebih lanjut dengan pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk menilai hal ini.

 

 

Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari

Referensi