Haruskah Plagiosefali Posisional Dikoreksi?

Oleh :
dr.Shofa Nisrina Luthfiyani

Plagiosefali merupakan deformitas di bagian kepala dimana salah satu sisi kepala mendatar. Kondisi ini sering dikatakan sebagai flat head syndrome dan sering ditemukan pada bayi diatas usia satu bulan. Awalnya, kondisi ini banyak dikaitkan dengan gangguan kosmetik, namun beberapa waktu terakhir beberapa penelitian menghubungkan antara plagiosefali dengan keterlambatan perkembangan. [1]

Secara umum, plagiosefali dibagi menjadi dua jenis, yaitu plagiosefali kraniosinostosis dan plagiosefali posisional tanpa kraniosinostosis. Plagiosefali posisional tanpa kraniosinostosis  terlihat sutura tengkorak normal dan pertumbuhan tengkorak seringkali tidak terjadi hambatan. Plagiosefali kraniosinostosis terjadi deformasi dari tulang tengkorak akibat fusi prematur yang terjadi di tengkorak dan biasanya membutuhkan tindakan operasi. [1]

Haruskah Plagiosefali Posisional Dikoreksi

Faktor Risiko Terjadinya Plagiosefali Posisional

Posisi tidur  menjadi pertimbangan salah satu faktor risiko plagiosefali posisional tetapi tidak semua posisi tidur supine berkembang menjadi plagiosefali. Ada beberapa kondisi yang meningkatkan risiko plagiosefali posisional, diantaranya adalah persalinan pertama, kehamilan multiple, trauma dari persalinan, bayi prematur, bayi laki-laki, tortikolis muskular kongenital, dan perawatan bayi seperti tummy time atau cara memegang bayi. [2]

Tekanan mekanik persalinan mempengaruhi perubahan bentuk tengkorak

Selama persalinan, perubahan yang cepat terjadi pada tengkorak bayi dan plastisitas otak. Hal ini memungkinkan  kepala yang relatif besar dapat keluar dari jalan lahir yang sempit. Pada sebagian besar bayi, deformitas tengkorak dapat kembali normal seiring berjalannya waktu. [2]

Hubungan Plagiosefali Posisional dengan Keterlambatan Perkembangan

Penelitian Rohde et al dengan metode analisis retrospektif yang memakai data rekam medis elektronik dari 45 tempat perawatan primer pada tahun 1999-2007. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hubungan antara plagiosefali dan perkembangan yang terhambat.

Terdapat 77.108 pasien yang diteliti selama 12 bulan. Sebanyak 2.135 pasien dengan diagnosa plagiosefali. Terdapat 2 grup penelitian yaitu grup plagiosefali, pasien dengan diagnosa plagiosefali dan grup kontrol, pasien tanpa diagnosa plagiosefali.

Penelitian ini menunjukkan plagiosefali secara independen berhubungan dengan peningkatan kemungkinan diagnosis perkembangan terhambat. Diagnosis plagiosefali dicatat sebelum diagnosa perkembangan terhambat pada sebagian besar kasus ketika kedua diagnosa tersebut ada. Plagiosefali juga berhubungan dengan peningkatan signifikan kemungkinan keterlambatan motorik, bahasa dan sosial. [3]

Tata Laksana Plagiosefali Posisional

Plagiosefali dapat ditatalaksana dengan dua cara, yaitu konservatif dan pembedahan. Plagiosefali yang disertai kraniosinostosis membutuhkan tindakan bedah, namun plagiosefali posisional dapat dilakukan terapi fisik. Terapi lini pertama pada bayi yang terdiagnosis sebagai plagiosefali tanpa kraniosinostosis adalah terapi fisik. Beberapa contoh terapi fisik adalah perubahan posisi, fisioterapi, terapi pijat, dan helmet therapy. Terapi yang dilakukan lebih dini memiliki luaran yang lebih baik karena plastisitas kranium dan sutura kranial lebih baik.[4,5,6]

Semua bayi yang terdiagnosis sebagai plagiosefali, dapat dilakukan teknik reposisi. Teknik ini cukup sederhana dan dapat diajarkan kepada orangtua. Secara umum, teknik ini mencoba mengurangi durasi penekanan kepala pada alas yang datar dengan cara mengubah posisi kepala saat tidur, meningkatkan waktu tummy time untuk menguatkan otot di leher, dan mengurangi waktu bersandar di kasur atau car seat. Jika pada pemeriksaan didapatkan tortikolis, fisioterapi dianjurkan untuk dilakukan secara bersamaan.[4]

Tata laksana plagiosefali tergantung usia dan derajat keparahan

Jenis terapi yang dianjurkan berbeda-beda bergantung dari usia saat terdiagnosis dan derajat keparahan penyakit. Pada bayi berusia dibawah 4 bulan, perubahan postur dan fisioterapi untuk tortikolis muskular direkomendasikan. Untuk usia 4 – 6 bulan dengan derajat ringan sampai sedang terapi dengan perubahan posisi masih diutamakan. Pada kelompok usia diatas 6 bulan, plagiosefali derajat ringan dan sedang yang tidak perbaikan dengan perubahan postur, harus dilakukan helmet therapy. Plagiosefali derajat berat pada usia berapapun dianjurkan untuk memulai helmet therapy.[4]

Efektivitas helmet therapy pada plagiosefali

Helmet therapy atau yang dikenal sebagai orthosis kranial merupakan suatu terapi dengan menggunakan helm atau brace yang sesuai dengan bentuk kepala untuk menghilangkan deformitas yang terjadi. Terapi ini diutamakan untuk pasien dengan derajat berat atau pasien dengan derajat sedang yang tidak mengalami perbaikan setelah teknik reposisi. Efektivitas helmet therapy paling tinggi terlihat saat digunakan sejak usia 4- 6 bulan dan akan semakin berkurang apabila dimulai setelah usia 12 bulan sehingga diagnosis dan terapi yang lebih dini dianjurkan. Di sisi lain, helmet therapy juga memiliki beberapa komplikasi, seperti jejas pada kulit yang bersentuhan dengan helm, dermatitis kontak akibat tekanan dari helm, dan koreksi yang tidak sesuai bila ukuran helm tidak sesuai.[5]

Kesimpulan

Plagiosefali posisional merupakan kondisi yang dapat ditemukan pada bayi yang mengalami trauma selama persalinan, tortikolis muskular kongenital dan perawatan bayi yang tidak benar seperti pada waktu tummy time atau cara memegang bayi. Plagiosefali juga dapat meningkatkan risiko perkembangan anak yang terganggu.

Terapi lini pertama pada anak dengan plagiosefali posisional tanpa kraniosinostosis adalah terapi fisik. Terapi manual telah terbukti menunjukkan hasil terbaik, bila dikombinasikan dengan konseling untuk orangtua tentang reposisi. Tata laksana pada plagiosefali tergantung pada usia anak saat terdiagnosis dan derajat keparahan plagiosefali. Pasien dengan plagiosefali moderat hingga berat yang tidak membaik dengan terapi fisik, penggunaan orthosis kranial atau helmet therapy disarankan dilakukan sedini mungkin, karena efektivitasnya akan berkurang jika terapi dimulai setelah bayi berusia 12 bulan. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan metodologi yang lebih kuat untuk hasil terapi fisik dan helmet therapy. 

Referensi