GERD Non-Erosif dan Insiden Adenokarsinoma Esofagus – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Non-Erosive Gastro-Oesophageal Reflux Disease and Incidence of Oesophageal Adenocarcinoma in Three Nordic Countries: Population Based Cohort Study

Holmberg D, Santoni G, von Euler-Chelpin M, et al. Non-erosive gastro-oesophageal reflux disease and incidence of oesophageal adenocarcinoma in three Nordic countries: population based cohort study. BMJ. 2023 Sep 13;382:e076017. PMID: 37704252.

studiberkelas

Abstrak

Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menilai insiden adenokarsinoma esofagus pada populasi non-erosive gastro-oesophageal reflux disease (NERD) dibandingkan dengan populasi umum.

Desain: penelitian ini merupakan suatu studi kohort berbasis populasi, yang dilakukan di rumah sakit dan klinik spesialis di Denmark, Finlandia, dan Swedia pada 1 Januari 1987 hingga 31 Desember 2019.

Subjek: sebanyak 486.556 subjek (usia >18 tahun) yang menjalani prosedur endoskopi memenuhi syarat untuk kriteria inklusi. Sebanyak 285.811 subjek dimasukkan dalam kohort GERD non-erosif dan 200.745 subjek dimasukkan dalam kohort GERD erosif yang merupakan kelompok validasi.

Paparan: GERD non-erosif (NERD) didefinisikan sebagai tidak adanya esofagitis dan tanda lain pada esofagus saat endoskopi. GERD erosif didefinisikan sebagai adanya esofagitis saat endoskopi dan merupakan kelompok pembanding.

Luaran: luaran utama penelitian ini adalah insiden adenokarsinoma, yang dievaluasi hingga 31 tahun follow-up. Standardised incidence ratio dengan 95%CI (confidence interval) dikalkulasi dengan membagi angka kejadian adenokarsinoma esofagus pada tiap kelompok kohort dengan angka perhitungan statistik yang didapatkan dari populasi umum di Denmark, Finlandia, dan Swedia. Kalkulasi dilakukan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan periode kalender.

Hasil: dari 285.811 subjek dengan NERD, 228 subjek mengalami adenokarsinoma esofagus selama 2.081.951 person-years follow up. Insiden adenokarsinoma esofagus pada kelompok NERD adalah 11.0/100.000 person-years. Insiden ini mirip dengan populasi umum (standardised incidence ratio 1,04 dan 95%CI: 0,91–1,18). Insiden tidak meningkat dengan follow up yang lebih lama (standardised incidence ratio 1,07 dan 95%CI 0,65–1,65 pada follow up selama 15–31 tahun).

Untuk alasan validitas, peneliti juga menganalisis pasien dengan esofagitis erosif saat endoskopi (200.745 pasien; 1.750.249 person-years; dan 542 karsinoma esofagus yang menghasilkan insiden 31.0/100.000 person-years). Analisis menunjukkan peningkatan standardised incidence ratio (2,36; 95%CI 2,17–2,57), yang semakin meningkat seiring semakin panjangnya periode follow up.

Kesimpulan: pasien dengan GERD non-erosif (NERD) tampaknya mempunyai insiden adenokarsinoma esofagus yang mirip dengan populasi umum. Temuan ini menunjukkan bahwa NERD yang telah dikonfirmasi lewat endoskopi tidak perlu endoskopi tambahan untuk memonitor perkembangan menjadi adenokarsinoma esofagus.

Woman,Suffering,From,Acid,Reflux,Or,Heartburn-isolated,On,White,Background

Ulasan Alomedika

Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan salah satu penyakit yang memiliki gejala berupa rasa tidak nyaman pada dada atau gejala regurgitasi akibat dari refluks asam lambung pada esofagus. Penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai negara berkembang hingga negara maju.

Berbagai studi sebelumnya telah melaporkan bahwa salah satu risiko adenokarsinoma esofagus adalah GERD yang erosif. Oleh karena itu, pemeriksaan endoskopi sering dilakukan berulang pada pasien GERD erosif untuk memantau ada tidaknya tanda awal adenokarsinoma esofagus.

Studi ini ingin memastikan apakah GERD yang ditemukan non-erosif saat endoskopi awal juga memerlukan endoskopi ulangan untuk memonitor ada tidaknya progresivitas menjadi adenokarsinoma esofagus.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kohort berbasis populasi yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan di Denmark, Finlandia, dan Swedia, yakni sejak 1 Januari 1987 hingga 31 Desember 2019. Penelitian ini telah lulus uji etik di ketiga negara tersebut.

Sumber kohort meliputi semua pasien yang didiagnosis GERD di rumah sakit atau klinik rawat jalan spesialis, yang menjalani setidaknya satu prosedur endoskopi saluran cerna atas. Studi ini mendapatkan laporan dari seluruh pusat kesehatan tersebut dengan tingkat kelengkapan dan validitas yang tinggi, terutama data tentang prosedur yang berkaitan dengan diagnosis GERD (endoskopi) dan tentang diagnosis adenokarsinoma esofagus (kelengkapan data >98%).

Untuk memvalidasi dan mendapat perbandingan yang kontras, pelaku studi melibatkan semua pasien dalam kohort sumber tersebut, termasuk yang mengalami GERD erosif (bukan hanya yang mengalami GERD non-erosif). GERD erosif merupakan faktor risiko adenokarsinoma esofagus yang memang sudah ditegakkan, sehingga bagus digunakan sebagai perbandingan.

Untuk kohort GERD non-erosif, pasien yang dipilih adalah yang mempunyai diagnosis GERD berdasarkan gejala tetapi memiliki hasil endoskopi pertama normal. Pasien juga dilarang menggunakan obat anti-refluks selama beberapa minggu sebelum penelitian untuk menghindari kekeliruan klasifikasi erosif atau non-erosif.

Waktu tunggu (sebelum mulai follow up) yang dipilih adalah 12 bulan pasca endoskopi karena diagnosis esofagus mungkin tidak tampak jelas pada endoskopi pertama dan perlu konfirmasi histologis. Periode waktu tunggu 12 bulan ini memungkinkan proses diagnosis lebih lanjut, misalnya endoskopi ulang atau konfirmasi histologis jika perlu.

Untuk menghindari bias “immortal time”, proses follow up dimulai setelah periode 12 bulan tersebut pada semua pasien. Pasien yang mengalami perkembangan penyakit menjadi adenokarsinoma dalam rentang waktu tunggu 12 bulan tersebut tidak diikutkan dalam analisis.

Pasien yang sudah menjalani endoskopi sebelum periode studi dan pasien yang sudah mempunyai diagnosis kanker esofagus, kanker lambung, atau Barrett’s esofagus juga tidak diikutsertakan dalam analisis.

Ulasan Hasil penelitian

Penelitian ini berhasil merekrut total 486.556 subjek yang menjalani endoskopi dengan indikasi GERD, di mana 285.811 subjek masuk ke dalam kelompok GERD non-erosif dan sisanya masuk ke dalam kelompok validasi. Prevalensi perempuan lebih banyak (58,7%) pada kelompok GERD non-erosif daripada kelompok validasi (44,6%). Akan tetapi, karakteristik umum pasien yang lainnya dilaporkan hampir sama.

Pada kelompok GERD non-erosif, 228 subjek mengalami adenokarsinoma esofagus. Incidence rate adalah 11,0 per 100.000 person years. Insiden ini mirip dengan populasi umum (standardised incidence ratio 1,04 dan 95%CI: 0,91–1,18). Jika dikategorikan menurut jenis kelamin, wanita memiliki risiko adenokarsinoma esofagus lebih tinggi.

Pada kelompok validasi (GERD yang erosif), 542 subjek mengalami adenokarsinoma esofagus. Incidence rate kelompok ini adalah 31,0/100.000 person-years (standardised incidence ratio 2,36 dan 95%CI 2,17–2,57).

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah analisis kohort yang prospektif dan jangka waktu follow up yang sangat panjang. Durasi panjang ini berperan penting karena perkembangan penyakit menjadi adenokarsinoma esofagus membutuhkan waktu. Jumlah sampel yang dipelajari juga cukup besar dan data kohort yang dilaporkan dari fasilitas kesehatan ke pelaku studi memiliki tingkat kelengkapan yang baik (kelengkapan data >98%).

Selain itu, pelaku studi tidak hanya membandingkan insiden adenokarsinoma esofagus antara kelompok GERD non-erosif dan populasi umum, tetapi juga membandingkan insiden antara kelompok GERD non-erosif dan GERD erosif.

Untuk mengurangi risiko bias atau kekeliruan klasifikasi dan analisis, pelaku studi juga telah meminta partisipan untuk tidak menggunakan obat anti-refluks selama beberapa minggu sebelum studi. Selain itu, ada waktu tunggu 12 bulan pasca endoskopi sebelum follow up dimulai, yang bertujuan untuk menghindari bias “immortal time” seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Pasien yang sudah memiliki diagnosis kanker esofagus, kanker lambung, atau Barrett’s esofagus sebelum studi juga dieksklusi.

Kekurangan Penelitian

Penelitian dilakukan di populasi Eropa yang mungkin memiliki karakteristik dasar terkait kebiasaan diet yang berbeda dengan populasi Asia. Selain itu, desain penelitian yang berupa penelitian observasional memungkinkan adanya faktor perancu (confounding factors) yang berisiko menyebabkan bias.

Selain itu, populasi umum yang menjadi salah satu pembanding dalam studi ini masih mencakup pasien yang mengalami GERD, sehingga mungkin terjadi efek “dilusi” ketika dibandingkan dengan pasien GERD.

Selain itu, besarnya sampel studi dan lamanya durasi studi tidak memungkinkan koleksi data yang lengkap tentang tingkat keparahan GERD yang dialami. Eksklusi pasien dengan diagnosis banding yang mungkin mirip GERD juga tidak dapat dilakukan.

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien GERD yang hasil endoskopinya telah dikonfirmasi non-erosif, risiko terjadinya adenokarsinoma esofagus sebenarnya tidak berbeda jauh dengan populasi umum. Oleh karena itu, pasien dengan GERD yang non-erosif dinyatakan tidak memerlukan endoskopi berulang untuk pemantauan seperti pada pasien GERD erosif.

Hasil tersebut dapat bermanfaat di Indonesia, mengingat adanya keterbatasan sumber daya finansial, keterbatasan tenaga ahli, dan keterbatasan fasilitas endoskopi. Selain itu, hasil tersebut dapat digunakan sebagai bahan edukasi untuk pasien yang mungkin mencemaskan risiko keganasan esofagus akibat GERD non-erosif. Namun, penelitian lanjutan pada populasi Asia mungkin masih diperlukan untuk konfirmasi lebih lanjut.

Referensi