Efikasi Vaksin COVID-19 AstraZeneca terhadap Varian B.1.351—Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Efficacy of the ChAdOx1 nCoV-19 Covid-19 Vaccine against the B.1.351 Variant

Madhi SA, Baillie V, Cutland CL, et al; NGS-SA Group Wits–VIDA COVID Group. Efficacy of the ChAdOx1 nCoV-19 Covid-19 Vaccine against the B.1.351 Variant. N Engl J Med. 2021 Mar 16:NEJMoa2102214. doi: 10.1056/NEJMoa2102214Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250Abstrak

Latar Belakang: Penilaian keamanan dan efikasi vaksin terhadap severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pada populasi yang berbeda sangat penting, sama halnya dengan investigasi efikasi vaksin terhadap varian virus SARS-CoV-2 yang baru muncul, termasuk varian B.1.351 (501Y.V2), yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan.

Metode: Penelitian ini bersifat multisenter, buta-ganda, acak terkontrol untuk menilai keamanan dan efikasi vaksin nCoV-19 ChAdOx1 (AZD1222) yang merupakan vaksin mRNA dengan memodifikasi vektor adenovirus. Studi ini dilakukan pada orang-orang yang tidak terinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) di Afrika Selatan. Partisipan berusia 18 hingga 65 tahun dialokasikan dengan rasio 1:1 untuk mendapatkan dua dosis vaksin yang mengandung 5×1010 partikel virus atau plasebo (cairan salin normal 0,9%) dalam rentang waktu 21 hingga 35 hari.

Sampel serum yang diperoleh dari 25 partisipan setelah dosis kedua akan diuji untuk pemeriksaan pseudovirus dan live-virus neutralization assay terhadap virus orisinal D614G dan varian B.1.351. Luaran utama adalah keamanan dan efikasi vaksin terhadap penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) simtomatik yang dikonfirmasi dengan hasil laboratorium dalam waktu >14 hari setelah pemberian dosis kedua.

Hasil: Dalam periode 24 Juni hingga 9 November 2020, sebanyak 2.026 orang dewasa HIV-negatif (rerata usia 30 tahun) telah berpartisipasi pada studi ini. Dengan rasio 1:1, sebanyak 1.010 orang di grup plasebo dan 1.011 orang di grup vaksin mendapatkan minimal satu dosis vaksin atau plasebo.

Pada hasil uji terhadap pseudovirus dan live-virus neutralization assay, sampel serum penerima vaksin menunjukkan resistensi yang lebih tinggi terhadap varian B.1.351 dibandingkan dengan penerima plasebo.

Analisis endpoint primer menemukan 23 dari 717 resipien plasebo (3,2%) dan 19 dari 750 resipien vaksin (2,5%) telah terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang; efikasi vaksin sebesar 21,9% (95% konfidens interval /CI -49,9 hingga 59,8). Di antara 42 partisipan yang terkonfirmasi COVID-19, 39 kasus (92,9%) disebabkan oleh varian B.1.351; efikasi vaksin terhadap varian tersebut adalah sebesar 10,4% (95%CI -76,8 hingga 54,8). Insidensi kejadian efek samping serius ditemukan seimbang di antara grup vaksin dan plasebo.

Kesimpulan: Regimen vaksin nCoV-19 ChAdOx1 dua dosis tidak menunjukkan proteksi terhadap COVID-19 ringan hingga sedang yang disebabkan oleh varian B.1.351.

astrazeneca-min

Ulasan Alomedika

Dalam meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian pandemi COVID-19, pengembangan berbagai vaksin COVID-19 telah dilakukan. Sementara itu, telah bermunculan juga banyak varian baru dari virus SARS-CoV-2. Varian baru virus ini pertama kali ditemukan di Afrika selatan yang disebut dengan virus B.1.351, yang terdiri dari tiga mutasi pada receptor-binding domain (RBD) dan tambahan 5 mutasi lain di N-terminal-domain (NTD).

Hal ini cukup mengkhawatirkan sebab RBD dan NTD merupakan salah satu target utama dari vaksin COVID-19.  Studi ini bertujuan menilai aspek keamanan dan efikasi dari salah satu vaksin COVID-19, yakni AZD1222 atau ChAdOx1, yang sering disebut dengan vaksin AstraZeneca, terhadap varian B.1.351.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode multisenter, buta-ganda, acak terkontrol yang dilakukan di Afrika Selatan. Kriteria inklusi mensyaratkan partisipan dalam rentang usia 18 hingga kurang dari 65 tahun, HIV-negatif, tanpa/dengan komorbid yang terkontrol, tanpa riwayat infeksi COVID-19.

Partisipan dialokasikan secara acak dengan rasio 1:1 untuk menerima vaksin dengan dosis 0,33–0,5 mL (yang mengandung 5×1010 partikel virus) atau plasebo (cairan salin normal 0,9%) melalui injeksi intramuskuler. Injeksi dilakukan pada saat randomisasi dan suntikan kedua dilakukan dalam jarak 21–35 hari kemudian.

Sampel serum dari 25 partisipan yang telah menerima dosis kedua akan dites untuk pemeriksaan pseudovirus dan live-virus neutralization assay terhadap virus orisinal D614G dan varian B.1.351.

End-point primer dari studi ini ialah efikasi vaksin terhadap COVID-19 simtomatik yang terkonfirmasi dengan tes nucleic acid amplification dalam onset >14 hari setelah suntikan kedua. Selain itu, studi ini turut melakukan analisis keamanan vaksin mulai dari insidensi reaksi lokal hingga efek samping serius. Hanya partisipan yang mendapatkan dua dosis vaksin atau plasebo yang dianalisis untuk menilai efikasi luaran primer.

Ulasan Hasil Penelitian

Dalam periode 24 Juni hingga 9 November 2020, sebanyak 2.026 orang dewasa HIV-negatif berpartisipasi dalam studi ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.010 partisipan mendapatkan vaksin dan 1.011 lainnya mendapatkan plasebo. Totalnya, didapatkan 1.467 partisipan seronegatif (750 di grup vaksin dan 717 di grup plasebo) yang memenuhi syarat penilaian efikasi luaran primer.

Rerata usia partisipan adalah 30 tahun, Sebanyak 56,5% partisipan adalah pria dengan distribusi ras didominasi oleh black African (70,5%). Rerata jarak antara dua dosis suntikan adalah 28 hari. Karakteristik partisipan seronegatif serupa dengan karakteristik dasar populasi (partisipan) secara keseluruhan.

Analisis endpoint primer menemukan 23 dari 717 resipien plasebo (3,2%) dan 19 dari 750 resipien vaksin (2,5%) telah terkonfirmasi COVID-19 ringan hingga sedang, dengan efikasi vaksin adalah 21,9%. Di antara 42 partisipan yang terkonfirmasi COVID-19, sebanyak 39 kasus (92,9%) disebabkan oleh varian B.1.351, dengan efikasi vaksin terhadap varian tersebut adalah 10,4% (95%CI -76,8 hingga 54,8).

Insidensi kejadian efek samping serius ditemukan seimbang di antara grup vaksin dan plasebo. Satu-satunya kejadian efek samping serius yang berhubungan dengan vaksin adalah demam (suhu badan di atas 40°C) setelah dosis pertama, tetapi segera membaik dalam 24 jam. Tidak ditemukan reactogenicity setelah suntikan vaksin kedua.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini terletak pada metode buta-ganda, acak terkontrol, dan multisenter. Selain itu, partisipan yang direkrut berasal dari Afrika Selatan yang merupakan tempat utama ditemukannya varian B.1.351. Proses perekrutan, alokasi, dan follow-up telah diuraikan dengan seksama. Penelitian ini sudah melakukan analisis sensitivitas dan analisis post hoc.

Limitasi Penelitian

Limitasi penelitian ini terletak pada jumlah sampel yang kurang memadai. Awalnya terdapat 2.026 partisipan, tetapi hanya 1.467 partisipan dengan seronegatif yang memenuhi syarat penilaian efikasi luaran primer.

Estimasi kebutuhan jumlah sampel yang perlu dicapai agar adekuat menilai efikasi vaksin dalam mencegah COVID-19 adalah sekurang-kurangnya 60% atau 42 kasus (dari derajat ringan hingga berat) untuk masing-masing varian.

Selain itu, penilaian efikasi vaksin untuk varian B.1.351 malah dilakukan pada analisis luaran sekunder.

Profil demografi dan klinis dari partisipan yang direkrut dinilai berkontribusi terhadap tidak ditemukannya kasus COVID-19 derajat berat. Hal-hal tersebut menyebabkan hasil studi ini masih inkonklusif untuk memastikan apakah vaksin ChAdOx1 nCoV-19 dapat mencegah COVID-19 derajat berat yang disebabkan oleh varian virus B.1.351. Keterbatasan ini perlu diperbaiki pada penelitian lanjutan.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Terlepas dari limitasinya dalam menentukan efikasi vaksin terhadap varian baru, hasil penelitian ini menyumbang data yang amat penting dalam penerapan vaksin nCoV-19 ChAdOx1 (AZD1222) di Indonesia. Secara keseluruhan, vaksin Astrazeneca telah terbukti aman dan efektif untuk mencegah COVID-19.

Terkait dengan kemungkinan respons imun yang dapat berbeda antara berbagai kelompok etnis, perlu dipertimbangkan untuk melakukan studi serupa di Indonesia untuk memastikan efikasi vaksin AZD1222 pada populasi lokal. Meskipun pada studi ini sebenarnya sudah dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan efikasi vaksin di antara etnis yang berbeda di Afrika Selatan.[1,2]

Referensi