Terapi topikal untuk pasien melasma terdiri dari beberapa opsi dengan efektivitas yang bervariasi, misalnya hydroquinone, retinoid, dan kortikosteroid topikal. Melasma adalah kondisi hipermelanosis kronis-progresif, yang tampak sebagai makula hiperpigmentasi tanpa skuama. Tantangan dalam terapi melasma adalah belum adanya satu terapi yang secara tunggal terbukti efektif karena etiologi melasma bersifat multifaktorial dan kompleks. Selain itu, melasma juga memiliki angka rekurensi cukup tinggi.[1]
Prevalensi melasma secara global bervariasi antara 8,8–40%, di mana daerah tropis seperti Indonesia dan populasi dengan warna kulit lebih gelap memiliki prevalensi lebih tinggi. Kondisi ini sering menurunkan kepercayaan diri pasien, sehingga berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien.[2-4]
Terapi topikal merupakan lini pertama dalam penanganan melasma, yang umumnya bisa dikombinasi dengan terapi lain seperti chemical peel, injeksi intralesi, dermabrasi, dan terapi laser. Studi menunjukkan bahwa penanganan melasma dengan kombinasi trias (hydroquinone, retinoid, dan kortikosteroid) merupakan metode yang paling efektif untuk melasma sedang-berat.[1]
Namun, regimen baku emas tersebut memiliki efek samping berupa dermatitis kontak iritan maupun okronosis bila digunakan dalam jangka panjang. Hal ini menyebabkan terus berkembangnya penelitian untuk mencari alternatif terapi topikal yang aman dan efektif.[2,3]
Terapi Topikal Baku Emas untuk Melasma
Terapi topikal yang menjadi standar baku emas untuk melasma adalah hydroquinone, retinoid, kortikosteroid, dan asam traneksamat.
Hydroquinone
Hydroquinone (HQ) merupakan senyawa hydroxyphenol yang telah menjadi baku emas dalam penanganan melasma. Hydroquinone memiliki sifat antimelanogenik karena bisa menghambat enzim tyrosinase dan juga menghambat konversi DOPA menjadi melanin. Selain itu, HQ juga berperan dalam degradasi melanosom dan melanosit.[3,5]
Studi pada 96 pasien menunjukkan bahwa penggunaan HQ 2% sebanyak 2 kali sehari selama 12 minggu menurunkan skor Melasma Area and Severity Index (MASI). Selain itu, studi lain menunjukkan bahwa penggunaan HQ 4% sebanyak 1 kali sehari selama 8 minggu juga menurunkan skor MASI.[4]
Penggunaan HQ dengan konsentrasi 2–5% umumnya dilakukan 1 kali sehari. Efek depigmentasi akan didapat setelah 5–7 minggu terapi. Terapi lalu dilanjutkan selama minimal 3 bulan hingga 1 tahun.[6]
Hydroquinone merupakan terapi melasma lini pertama yang sudah diakui U.S. Food and Drug Administration (FDA). Namun, penggunaannya masih kontroversial karena memiliki efek samping jangka panjang, seperti okronosis eksogen dan depigmentasi permanen, bahkan risiko kanker akibat metabolitnya (p-benzoquinones).[3]
Efek samping lain yang dapat ditemukan adalah dermatitis kontak iritan, yang sangat sering dialami (hingga 70% pasien), terutama pada konsentrasi ≥4%. Selain itu, ada juga efek samping berupa perubahan warna kuku, milia, hiperpigmentasi paradoks, hipomelanosis guttata, dan melanosis konjungtiva.[5]
Retinoid
Retinoid memiliki fungsi mencerahkan atau mengurangi pigmentasi pada kulit dengan cara menghambat tyrosinase. Selain itu, obat ini juga menghambat transfer melanin, mempercepat turnover keratinosit, meningkatkan permeabilitas stratum korneum, dan mendistribusikan melanin secara merata. Mekanisme kerja ini didapat dalam berbagai bentuk retinoid, yaitu all-trans-retinoic acid 0,05–0,1% (ATRA atau tretinoin), retinol 0,15%, tazarotene, dan adapalene 0,1%.[5]
Kombinasi Trias Hydroquinone, Retinoid, dan Kortikosteroid
Kompleksitas etiopatogenesis melasma membuat strategi penanganan melasma harus beragam, salah satunya dengan menggunakan kombinasi tiga bahan topikal berupa HQ, retinoid, dan kortikosteroid berpotensi rendah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kombinasi HQ 4%, tretinoin 0,05%, dan fluocinolone acetonide 0,01% lebih efektif daripada monoterapi HQ 4%.[3]
Kombinasi trias tersebut merupakan standar baku terapi melasma yang telah terbukti mempunyai efektivitas tinggi, dengan dasar terapi inhibisi metabolisme melanosit (HQ dan tretinoin) dan efek antiinflamasi (kortikosteroid) untuk mengurangi efek samping kedua zat aktif lainnya.[5]
Kombinasi HQ 5%, tretinoin 0,1%, dan dexamethasone 0,1% pertama dikembangkan di tahun 1975 dan dikenal sebagai Formulasi Kligman. Kemudian, US FDA mengesahkan modifikasi dari Formulasi Kligman, yang mengandung HQ 4%, tretinoin 0,05%, dan fluocinolone acetonide 0,01%. Modifikasi ini selanjutnya dikenal sebagai Formulasi Tri-Luma.[7]
Terapi topikal kombinasi ini memiliki efektivitas tinggi dan merupakan pilihan yang aman untuk digunakan setiap hari selama 8 minggu. Setelah itu, terapi bisa dilanjutkan ke fase intermittent (2 minggu sekali) selama 6 bulan. Efek samping yang umum terjadi adalah eritema dan deskuamasi. Selain itu, pasien mungkin merasa kulit kering, kulit terbakar, dan kulit gatal.[5]
Berbagai penelitian tidak menemukan peningkatan risiko kanker kulit. Namun, terapi jangka panjang sebaiknya tetap dibatasi. Jika target klinis sudah dicapai, terapi dapat dilanjutkan ke fase intermittent untuk meminimalkan risiko okronosis.[8]
Asam Traneksamat
Asam traneksamat (ATX) merupakan analog sintesis lysine yang bekerja sebagai antihemoragik dan antifibrinolitik. Mekanisme kerja ATX pada melasma terjadi melalui inhibisi sintesis melanin, modulasi pembuluh darah, dan efek terhadap sel-sel mast. ATX topikal menunjukkan efek antiinflamasi dan mencerahkan kulit.[9]
Penelitian Atefi, et al. membandingkan penggunan krim ATX 5% sebanyak 2 kali sehari selama 12 minggu dan penggunaan HQ 2%. Efektivitasnya tampak sebanding, tetapi tingkat kepuasan lebih tinggi pada kelompok ATX.[2]
Penelitian Viyoch, et al. pada 60 pasien menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan pada pengguna ATX 6,5% sebanyak 2 kali sehari selama 8 minggu bila dibandingkan dengan pengguna vehikulum. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas terapi melasma menggunakan ATX topikal sebagai monoterapi meningkat pada konsentrasi sediaan yang lebih tinggi.[8]
Terapi ATX topikal menunjukkan efek samping lebih ringan daripada HQ. Efek samping ATX topikal adalah eritema, iritasi, dan nyeri. Secara teori, ATX dapat meningkatkan risiko trombosis akibat efek antifibrinolitik. Namun, hingga kini belum ada studi yang menunjukkan peningkatan pembekuan darah pada pemberian ATX topikal. ATX topikal dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif maupun terapi adjuvan HQ pada pasien tanpa gangguan pembekuan darah atau trombosis.[8-10]
Terapi Topikal Alternatif untuk Melasma
Ada beberapa alternatif terapi topikal yang saat ini masih terus dipelajari efektivitas dan keamanannya. Contohnya adalah cysteamin, glycolic acid, dan ekstrak Mulberry.
Terapi Topikal dengan Mekanisme Kerja Utama sebagai Inhibitor Tyrosinase
Contoh terapi topikal yang termasuk dalam kategori ini adalah cysteamin, glycolic acid, kojic acid, azelaic acid, arbutin, dan vitamin C (ascorbic acid).
Cysteamin:
Cysteamin menunjukkan inhibisi melanogenesis. Zat ini diteliti mampu memberi efek antikanker dan antimelanoma serta mencerahkan kulit. Menurut penelitian Mansouri, et al. dan Farshi, et al., pemberian cysteamin 5% 1 kali sehari selama 16 minggu mampu menghasilkan penurunan skor MASI yang jauh lebih baik daripada monoterapi HQ.[8]
Karrabi et al. membandingkan pemberian krim cysteamin 5% dengan terapi kombinasi trias selama 4 bulan. Analisis menunjukkan perbaikan skor MASI yang signifikan pada kedua kelompok dengan hasil yang sama baik. Namun, efek samping cysteamin dapat berupa eritema, kulit kering, rasa gatal, rasa terbakar, dan iritasi.[8,11,12]
Glycolic Acid:
Selain aktivitas inhibisi tyrosinase, glycolic acid (GA) mampu meningkatkan turnover keratinosit, sehingga membantu perbaikan klinis melasma dengan mempercepat proses deskuamasi dan meningkatkan penetrasi zat aktif (obat) lain. Studi Guevera, et al. dan Ibrahim, et al. mendapatkan perbaikan skor MASI yang lebih superior pada GA 10% daripada HQ 4%.[5]
Efek samping yang dilaporkan adalah rasa terbakar, gatal, kemerahan, kulit kering, dan kulit bersisik, yang dapat membaik dengan pemberian pelembab. Kombinasi GA dan HQ perlu dihindari karena meningkatkan efek samping lokal.[4,8,12]
Kojic Acid:
Kojic acid merupakan metabolit yang dihasilkan spesies jamur tertentu dan telah diteliti mampu menghambat tirosinase dan melanogenesis. Zat ini juga berefek antiinflamasi dan antioksidan. Namun, efektivitasnya terbukti rendah menurut beberapa studi.[4,8]
Monteiro, et al. membandingkan kombinasi krim kojic acid 0,75% dan vitamin C 2,5% dengan HQ 4% yang diberikan 2 kali sehari selama 12 minggu. Hasil menunjukkan bahwa penurunan skor MASI pada grup yang mendapatkan kojic acid kurang baik bila dibandingkan dengan monoterapi HQ. [5,8,12]
Berdasarkan berbagai studi yang ada, efektivitas kojic acid rendah meskipun telah dikombinasikan dengan zat aktif lainnya, sehingga kojic acid tidak direkomendasikan sebagai monoterapi melasma. Namun, kojic acid dapat dipertimbangkan sebagai terapi adjuvan atau pemeliharaan saat penghentian HQ berkala untuk menghindari efek samping okronosis.[5,8,12]
Azelaic Acid:
Azelaic acid (AZA) merupakan asam dikarbosilat yang memiliki efek inhibisi tyrosinase, antiproliferatif, dan sitotoksik terhadap melanosit yang abnormal.[5]
Verallo-Rowetl, et al. melaporkan AZA 20% selama 24 minggu memberikan perbaikan klinis lebih baik daripada monoterapi HQ 2%. Farshi, et al. juga menyatakan bahwa penggunaan AZA 20% 2 kali sehari selama 8 minggu menghasilkan penurunan skor MASI yang sebanding dengan HQ 4%. Namun, meta analisis menunjukkan bahwa AZA tidak memiliki efektivitas yang lebih baik daripada HQ berkonsentrasi tinggi (4%). Efek samping yang sering dijumpai akibat AZA adalah iritasi lokal.[4,8,12]
Arbutin:
Zhang, et al. mendapatkan penurunan skor MASI yang signifikan pada penggunaan krim arbutin 2 kali sehari selama 12 minggu dibandingkan dengan plasebo. Namun, penelitian yang ada belum membandingkan efektivitas arbutin dengan monoterapi HQ maupun kombinasi trias.[2,8,12]
Vitamin C:
Vitamin C atau ascorbic acid juga berperan sebagai inhibitor tyrosinase dan sebagai antioksidan. Studi Erpinal-Perez, et al. melaporkan bahwa pemberian L-ascorbic acid 5% 1 kali sehari selama 16 minggu memberikan perbaikan klinis yang lebih superior daripada HQ 4%. Namun, analisis colorimetric tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Sediaan vitamin C ini rentan teroksidasi, sehingga penggunaan sebagai bahan aktif tunggal tidak direkomendasikan.[4,5,8,12]
Rucinol Serum:
Penggunaan rucinol serum atau 4-n-butylresorcinol 0,1% 2 kali sehari selama 8 minggu memberikan efektivitas yang lebih baik daripada vehikulum. Namun, belum ada studi yang membandingkan rucinol dengan HQ, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk konfirmasi efektivitasnya.[4,5,8,12]
Ekstrak Licorice:
Licorice mengandung glabridine (flavonoid) yang memiliki efek antiinflamasi dan diduga bisa menghambat melanogenesis. Shamsi, et al. melaporkan penurun skor MASI yang signifikan pada penggunaan krim ekstrak licorice 4% 1 kali sehari selama 12 minggu bila dibandingkan dengan plasebo. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan ekstrak licorice dengan HQ 4% dan kombinasi trias.[4]
Terapi Topikal dengan Mekanisme Kerja Utama sebagai Inhibitor Oksidasi Dopa
Ekstrak Mulberry menghambat oksidasi dopa yang berperan dalam melanogenesis. Alvin, et al. menunjukkan perbaikan skor MASI yang lebih superior pada penggunaan minyak ekstrak Mulberry 75% 2 kali sehari selama 8 minggu daripada penggunaan plasebo. Namun, belum ada studi yang membandingkan penggunaan ekstrak Mulberry dengan HQ.[4,8]
Terapi Topikal dengan Mekanisme Kerja Utama Menghambat Transfer Melanosom
Contoh obat dalam kategori ini adalah dioic acid, niacinamide, dan ekstrak kedelai.
Dioic Acid:
Dioic acid dapat menghambat tyrosinase dan mencegah transfer melanosome. Studi Tirado-Sanchez, et al. melaporkan bahwa penggunaan dioic acid 1% sebanyak 2 kali sehari selama 12 minggu menghasilkan luaran yang sebanding dengan HQ 2%. Efek samping yang dilaporkan adalah erupsi akneiformis.[5,8]
Niacinamide:
Niacinamide (vitamin B3) menghambat transfer melanosome sehingga mengurangi produksi melanin di kulit, yang menyebabkan penurunan pigmentasi kulit. Selain itu, niacinamide memiliki efek antiinflamasi dan proteksi terhadap ultraviolet (UV). Studi Nacarrete-Solis, et al. melaporkan bahwa niacinamide 4% yang digunakan setiap 3 jam di siang hari selama 8 minggu menghasilkan penurunan MASI yang sebanding dengan HQ 4%.[4,8]
Ekstrak Kedelai:
Ekstrak kedelai (soya) telah diteliti memiliki aktivitas inhibitor transfer melanosome pada keratinosit. Penelitian menunjukan bahwa penggunaan pelembab dengan kandungan soya dapat mencerahkan wajah, meratakan warna kulit, dan memperbaiki tekstur wajah. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan penggunaan soya dengan terapi baku emas melasma.[2,13]
Terapi Topikal dengan Mekanisme Kerja Destruksi Eumelanin
Lignin peroxidase memiliki efek destruksi eumelanin. Draelso, et al. membandingkan pemberian lignin peroxidase sebanyak 2 kali sehari selama 12 minggu dengan HQ 4%. Hasil menunjukkan perbaikan tekstur kulit, ukuran spot, dan tampilan secara umum serta penurunan skor MASI yang lebih unggul pada kelompok lignin peroxidase.[2,5,8]
Terapi Topikal dengan Mekanisme Kerja sebagai Antiandrogen
Flutamide berperan sebagai antiandrogen. Adalatkhah, et al. membandingkan flutamide 1% sehari sekali selama 4 bulan dengan HQ 4%. Hasil menunjukkan bahwa penurunan skor MASI lebih superior pada penggunaan flutamide 1% dari segi perbaikan klinis dan kepuasan pasien. Namun, colorimetric analysis tidak berbeda bermakna.[2,8]
Terapi Topikal Lainnya
Ada beberapa opsi terapi topikal lainnya seperti thiamidol, parsley, silymarin, metformin, dan calcineurin inhibitor yang diduga dapat bermanfaat untuk terapi melasma. Namun, bukti efektivitasnya masih terbatas, sehingga masih memerlukan studi lebih lanjut dan belum umum digunakan sebagai terapi melasma.[4,8,11,14,15]
Kesimpulan
Terapi lini pertama untuk penderita melasma adalah terapi topikal. Standar baku emas untuk terapi melasma adalah monoterapi hydroquinone ataupun kombinasi trias yang terdiri dari hydroquinone, retinoid dan kortikosteroid berpotensi rendah. Kedua terapi ini terbukti mempunyai efektivitas yang baik, yang tercermin dalam penurunan skor MASI yang adekuat.[3,5]
Akan tetapi, hydroquinone yang merupakan standar baku emas untuk terapi melasma memiliki efek samping jangka panjang yang cukup serius, yaitu okronosis eksogen dan depigmentasi permanen serta risiko kanker.[3,5]
Oleh sebab itu, berbagai uji klinis masih terus dilakukan untuk menemukan opsi terapi topikal yang efektif dan aman untuk pasien melasma. Beberapa contoh terapi topikal yang sedang dipelajari dan dilaporkan memiliki efektivitas cukup menjanjikan adalah cysteamine, glycolic acid, vitamin C, dioic acid, niacinamide, dan lignin peroxidase. Sementara itu, agen topikal yang mempunyai efektivitas lebih lemah dari hydroquinone adalah kojic acid dan azelaic acid.[2-5,8,11]
Studi lebih lanjut dengan skala lebih besar masih diperlukan untuk mengonfirmasi efek berbagai terapi topikal alternatif tersebut. Untuk saat ini, pada kasus yang rekalsitran terhadap terapi topikal standar, dokter bisa mempertimbangkan kombinasi terapi topikal dengan terapi oral, chemical peeling, microneedling, injeksi intralesi, atau laser untuk mencapai penurunan MASI yang lebih optimal. Proteksi terhadap UV dengan memakai tabir surya juga berperan penting dalam manajemen melasma.[2-5,8,11]