Hiperpigmentasi pada Kehamilan

Oleh :
dr. Jessica Elizabeth

Hiperpigmentasi pada kehamilan dapat terjadi karena perubahan metabolik, imunologik, dan hormonal yang drastis pada wanita hamil. Contoh hiperpigmentasi yang bersifat fisiologis saat hamil adalah melasma, pigmentary demarcation lines, dan linea nigra. Dokter perlu mengenali kasus hiperpigmentasi fisiologis agar dapat membedakannya dari kasus patologis, misalnya keganasan kulit.[1]

Sebagian besar hiperpigmentasi pada kulit saat hamil bersifat tidak berbahaya dan dapat menghilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Namun, perubahan ini dapat menimbulkan kecemasan dan gangguan estetik pada pasien. Diagnosis yang tepat dibutuhkan untuk membedakan perubahan kulit fisiologis dengan patologis.[2]

Linea,Nigra,And,Stretch,Marks,On,Pregnant,Women

Penyebab Hiperpigmentasi pada Kehamilan

Sebanyak 90% wanita mengalami hiperpigmentasi selama hamil. Warna kulit ditentukan oleh jumlah pigmen melanin yang diproduksi oleh sel-sel melanosit. Perubahan hormonal, terutama perubahan estrogen dan progesteron, akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin lebih banyak, sehingga menyebabkan hiperpigmentasi.[2]

Hiperpigmentasi biasanya dimulai pada trimester pertama kehamilan dan terjadi pada area yang sudah memiliki banyak pigmen, seperti puting, areola, lipatan paha, ketiak, dan area genital. Freckles, nevus, dan skar yang sudah ada dapat menjadi lebih gelap dan membesar ukurannya.[3]

Area yang terkena biasanya menjadi lebih cerah setelah melahirkan, tetapi mungkin tidak kembali ke warna kulit asal sebelum kehamilan. Perubahan pigmen lebih sering memengaruhi wanita dengan warna rambut dan warna kulit yang lebih gelap, yang memiliki tingkat produksi melanin awal yang lebih tinggi.[1,4]

Linea Nigra

Linea nigra adalah garis hiperpigmentasi vertikal yang ditemukan pada perut ibu hamil, yang biasanya mulai terlihat pada trimester kedua. Linea nigra terbentang dari tulang pubis hingga umbilikus, tetapi dapat memanjang hingga processus xiphoideus.[3]

Linea nigra biasanya menghilang beberapa bulan setelah melahirkan. Hal ini sering disertai dengan perpindahan umbilikus ke kanan, yang dikenal sebagai ligamentum teres sign. Beberapa studi memaparkan bahwa konsumsi asam folat dapat mengurangi risiko terbentuknya linea nigra.[3,4] 

Melasma

Melasma merupakan lesi kulit berupa makula hiperpigmentasi irregular pada wajah. Melasma dapat diklasifikasikan menjadi melasma sentrofasial (area pipi, dahi, hidung, bibir atas, dan dagu), malar (area pipi dan hidung), dan mandibular.[1]

Melasma terjadi pada 45–70% wanita hamil. Kondisi ini umumnya terjadi pada separuh kedua kehamilan (second half). Paparan sinar matahari dapat memperburuk atau meningkatkan risiko terjadinya melasma. Pasien dianjurkan untuk menggunakan tabir surya potensi tinggi spektrum luas dan menghindari paparan sinar matahari untuk mencegah timbulnya atau bertambahnya melasma.

Tidak ada perawatan khusus untuk melasma pada kehamilan. Melasma biasanya bisa menghilang sendiri dalam waktu 1 tahun setelah melahirkan. Akan tetapi, melasma mungkin tidak hilang sepenuhnya dan mungkin timbul kembali pada kehamilan yang selanjutnya.[3-5]

Jika pasien sangat mengkhawatirkan penampilannya, terapi seperti krim bleaching, hidrokuinon, tretinoin topikal, kortikosteroid, chemical peeling, mikrodermabrasi, dan laser dapat dipertimbangkan. Namun, keamanan setiap perawatan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.[1]

Pigmentary Demarcation Lines

Pigmentary demarcation lines (PDL) terlihat di kulit sebagai transisi mendadak dari area hiperpigmentasi ke area yang normal atau area yang hipopigmentasi. Kondisi ini biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan.

Terdapat lima tipe PDL sesuai lokasi kelainan. Tipe A terjadi pada lengan atas bagian anterior, sedangkan tipe B terjadi pada tungkai bagian posteromedial dan tipe C terjadi pada area presternal dan parasternal. Tipe D terjadi pada spine posteromedial dan tipe E terjadi pada midclavicula hingga areola.

Mekanisme terbentuknya pigmentary demarcation lines belum dipahami dengan baik. Suatu teori menduga bahwa PDL disebabkan oleh kompresi saraf spinal di level S1 dan S2 oleh uterus, yang menyebabkan radang neurogenik dengan eritema dan pigmentasi yang dihasilkan di sepanjang saraf perifer kaki. Namun, pemeriksaan histologis tidak mendukung teori ini.

Teori lain menyatakan bahwa PDL mungkin terjadi akibat perubahan hormonal saat ibu sedang hamil. Peningkatan hormon yang menstimulasi melanosit dapat menyebabkan hiperpigmentasi berupa PDL.

PDL umumnya akan menghilang dengan sendirinya setelah melahirkan, sehingga tidak membutuhkan terapi spesifik. PDL pada wajah mungkin bersifat persisten dan mungkin menimbulkan gangguan estetika. Namun, tata laksana definitifnya belum ditemukan. Chemical peeling dilaporkan dapat memberikan manfaat, tetapi tidak signifikan.[1,6]

Hiperpigmentasi Kulit Lain pada Kehamilan

Selain kasus hiperpigmentasi yang sudah disebutkan di atas, hiperpigmentasi fisiologis yang juga mungkin terjadi pada kehamilan adalah areola sekunder, yakni warna kulit di sekitar areola yang menjadi lebih gelap.

Selain itu, ibu hamil juga mungkin mengalami pigmentasi linear di kuku yang dilaporkan sebagai melanonychia longitudinal. Kondisi ini biasanya tampak uniformed dan simetris, serta dapat menghilang secara spontan setelah ibu melahirkan.[1]  

Kesimpulan

Hiperpigmentasi pada kehamilan umumnya terjadi karena perubahan hormonal saat hamil. Contoh hiperpigmentasi fisiologis yang harus dikenali oleh dokter adalah linea nigra, pigmentary demarcation lines, melasma, areola sekunder, dan melanonychia longitudinal. Kondisi-kondisi ini tidak bersifat berbahaya.

Beberapa kondisi seperti melasma dan pigmentary demarcation lines mungkin diterapi dengan chemical peeling. Namun, dokter perlu mengedukasi pasien bahwa kondisi ini biasanya menghilang secara spontan setelah pasien melahirkan dan tidak selalu membutuhkan terapi khusus.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan saat merencanakan manajemen adalah lokasi hiperpigmentasi, kemungkinan untuk kembali ke kondisi kulit semula, dan kekhawatiran estetika pasien. Pencegahan munculnya hiperpigmentasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan tabir surya dan menghindari paparan sinar matahari secara langsung yang berlebihan.

Referensi