Diet dan Risiko Kanker Kolorektal – Telaah Jurnal

Oleh :
dr. Andreas Michael Sihombing

Diet and colorectal cancer in UK Biobank: a prospective study

Bradbury KE, Murphy N, Key TJ. Diet and colorectal cancer in UK Biobank: a prospective study. Int J Epidemiol. 2019 Apr 17. [Epub ahead of print]. doi: 10.1093/ije/dyz064

Abstrak

Latar Belakang: Kebanyakan data yang tersedia mengenai hubungan diet dan kanker kolorektal didasarkan pada pola konsumsi makanan pada sekitar tahun 1990.

Metode: Data dari studi UK Biobank dianalisis dengan menggunakan Cox-regression model untuk memperkirakan hazard ratio terjadinya kanker kolorektal berdasarkan masing-masing komponen diet.

Pria dan wanita berusia 40-69 tahun (tahun pemeriksaan 2006-2010) diminta melaporkan diet mereka melalui kuesioner pendek mengenai frekuensi makanan (n=475.581). Asupan diet kemudian diperiksa kembali pada subsampel (n=175.402) pada saat follow-up, di mana subjek diminta melaporkan diet 24 jam mereka secara daring.

Tren risiko pada tiap kategori baseline diukur dengan memperhitungkan pemeriksaan ulang tersebut, dengan tujuan mengurangi efek kesalahan pengukuran dan perubahan asupan makanan seiring berjalannya waktu.

Hasil: Selama kurang lebih 5,7 tahun follow-up, didapatkan 2609 kasus kanker kolorektal. Subjek yang melaporkan rata-rata asupan daging merah dan daging olahan sebanyak 76 gram/hari memiliki risiko 20% lebih tinggi (95% CI: 4-37%) mengalami kanker kolorektal dibanding subjek yang mengonsumsi rata-rata 21 gram/hari.

Sebanyak seperlima subjek dengan asupan serat tertinggi (serat dari roti dan sereal) memiliki penurunan risiko mengalami kanker kolorektal sebesar 15%. Konsumsi alkohol tiap 10 gram meningkatkan risiko kanker kolorektal sebanyak 8% (95% CI: 4-12%). Ikan, unggas, keju, buah, sayur, teh, dan kopi tidak menunjukkan hubungan dengan risiko kanker kolorektal.

Kesimpulan: Konsumsi daging merah dan daging olahan sebanyak 76 gram per hari berhubungan dengan risiko terjadinya kanker kolorektal. Konsumsi alkohol menunjukkan hubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal, sementara serat dari roti dan sereal menurunkan risiko terjadinya kanker kolorektal.

diet ca colon compp

Ulasan Alomedika

Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya hubungan kanker kolorektal dengan konsumsi jenis makanan tertentu dengan menggunakan data dari kohort UK Biobank, sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2006-2010. Follow-up dilakukan pada tahun 2011-2012. Kelompok makanan yang diteliti adalah: daging, ikan, buah, sayur, susu, keju, alkohol, teh, kopi, dan serat.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data kohort UK Biobank, dengan jumlah subjek yang memenuhi kriteria sebanyak 475.581 partisipan. Data mengenai asupan diet didapatkan melalui kuesioner pendek mengenai frekuensi makanan. Analisis lebih lanjut dilakukan pada saat follow-up terhadap 175.402 subjek yang mengisi kuesioner daring (Oxford WebQ) mengenai asupan makanan selama 24 jam terakhir.

Luaran utama berupa insidensi kanker kolorektal selama masa follow-up, dengan rerata follow-up 5,7 tahun, didapatkan dari data kohort yang sama. Subanalisis dilakukan terhadap lokasi kanker (proksimal dan distal) serta tipe kanker (kolon dan rektum).

Analisis pada penelitian ini menggunakan Cox-regression model untuk mengukur hazard ratio terjadinya kanker kolorektal pada masing-masing faktor paparan utama (daging merah dan daging olahan, daging merah saja, daging olahan saja, unggas, ikan, susu, keju, buah, sayur, serat, alkohol, teh, dan kopi). Tiap-tiap model distratifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, dan status sosio-ekonomi, dan dilakukan adjustment berdasarkan faktor-faktor lain yang dicurigai meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal, seperti status merokok dan lingkar pinggang. Pada penelitian ini dilakukan juga analisis signifikansi statistik pada tren risiko yang menghasilkan P-value for trend, tetapi tidak disebutkan metode mana yang digunakan pada kasus ini.

Ulasan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan hubungan antara konsumsi daging merah + daging olahan dengan risiko terjadinya kanker kolorektal. Subjek yang mengonsumsi 76 gram daging merah + daging olahan per hari memiliki risiko kanker kolorektal 20% lebih tinggi dibandingkan subjek yang mengonsumsi 21 gram per hari. Setiap tambahan 50 gram pada konsumsi daging merah + daging olahan meningkatkan risiko kanker kolorektal sebesar 17%.

Konsumsi daging olahan saja sebanyak 29 gram per hari dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal sebesar 19% dibanding konsumsi sebanyak 5 gram per hari. Setiap tambahan 25 gram pada konsumsi daging olahan meningkatkan risiko sebesar 19%.

Sementara itu, konsumsi daging merah saja sebanyak 54 gram per hari dikatakan meningkatkan risiko sebesar 15% dibanding konsumsi 8 gram per hari, namun hasil ini tidak signifikan secara statistik. Analisis dengan P-value untuk tren risiko menunjukkan hasil yang signifikan.

Hasil statistik pada analisis ini dapat menimbulkan pertanyaan, sebab ada kemungkinan peningkatan risiko yang terlihat merupakan akibat dari kesalahan acak (random error). Walaupun begitu, hasil positif dari penelitian ini bersifat konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker kolorektal sebesar 24% pada subjek yang mengonsumsi lebih dari 16 gram alkohol per hari. Setiap tambahan 5 gram pada konsumsi alkohol meningkatkan risiko sebesar 8%.

Sebaliknya, konsumsi serat yang berasal dari roti dan sereal menurunkan risiko kanker kolorektal. Kelompok dengan konsumsi tertinggi memiliki risiko 14% lebih rendah dibanding kelompok dengan konsumsi terendah.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan dari penelitian ini adalah jumlah subjek penelitian yang banyak, mencapai hampir setengah juta partisipan. Selain itu, pemeriksaan ulang berhasil dilakukan pada sekitar 175 ribu partisipan, sehingga bias dan kesalahan pengukuran dapat diminimalisasi.

Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang memakai data dari sekitar tahun 1990-an, data asupan diet yang dijadikan acuan merupakan data dari tahun 2006-2010, sehingga dapat dikatakan bahwa analisis turut memperhitungkan perubahan pola makan pada masyarakat di beberapa dekade terakhir.

Kelebihan lain dari penelitian ini adalah kemaknaan hasil secara statistik tetap terjaga bahkan setelah dilakukan adjustment terhadap 18 variabel yang diketahui atau dicurigai merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal, dan adanya analisis sensitivitas dengan memperhitungkan kelompok subjek yang mengubah pola makannya dalam 5 tahun terakhir.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner pendek dan kuesioner asupan makanan 24 jam (24-hour dietary food recall) secara daring untuk mendapatkan data mengenai asupan diet subjek. Pada penelitian di bidang gizi, baku emas yang lazim digunakan adalah 24-hour dietary food recall yang dilakukan secara langsung oleh sumber daya manusia terlatih.

Secara statistik, kuesioner yang dilakukan secara daring lebih lemah dibandingkan kuesioner yang dilakukan secara langsung. Namun, mengingat jumlah subjek penelitian yang sangat banyak, penggunaan kuesioner secara daring tidak dapat dihindari.

Pada penelitian ini, didapatkan hasil yang bertentangan mengenai hubungan konsumsi daging merah dengan risiko kanker kolorektal. Analisis pada tiap subkategori, serta dengan menggunakan variabel continuous (peningkatan konsumsi daging merah per 50 gram) tidak menunjukkan signifikansi secara statistik.

Signifikansi baru didapatkan pada kelompok daging olahan dan daging merah + daging olahan. Oleh karena itu, interpretasi data terkait hubungan daging merah saja dengan risiko kanker kolorektal harus dilakukan secara hati-hati.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Kebalikan dari negara-negara maju, konsumsi daging merah dan daging olahan di Indonesia justru mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan westernisasi. Hal ini berpotensi menimbulkan peningkatan angka insidensi kanker kolorektal di Indonesia. Namun, tidak tersedianya survei kesehatan dan gizi nasional yang bisa dijadikan garis acuan menjadikan upaya pencegahan kanker kolorektal melalui program pemerintah masih sulit.

Jika penelitian serupa dapat dilakukan pada populasi yang representatif, intervensi publik terkait diet dapat menjadi salah satu kunci dalam mengurangi beban kesehatan terkait double burden of disease dari penyakit infeksi dan penyakit tidak menular.

Walau belum terdapat program pemerintah untuk upaya mencegah kanker kolorektal ini, dokter dapat berkontribusi dalam pencegahan kanker kolorektal melalui edukasi mengenai diet tinggi serat, menghindari alkohol, dan mengurangi konsumsi daging merah serta daging olahan.

Referensi