Pemilihan Antibiotik untuk Radang Panggul

Oleh :
dr.Krisandryka

Sampai saat ini, masih terdapat perbedaan dalam pemilihan antibiotik untuk penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) dari berbagai pedoman. Penilaian terhadap regimen terapi yang optimal dan luaran jangka panjangnya juga masih terbatas.

Padahal, PID merupakan penyakit yang cukup umum terjadi dengan prevalensi 4–12% pada wanita dengan usia subur. Di samping itu, komplikasi berupa kehamilan ektopik, infertilitas, dan nyeri panggul kronis dapat terjadi dan berkaitan dengan penundaan terapi.[1-3]

Pemilihan Antibiotik untuk Radang Panggul-min

Sekilas tentang Penyakit Radang Panggul

Penyakit radang panggul merupakan infeksi pada traktus genitalia bagian atas yang umumnya ditemukan pada wanita usia muda yang aktif secara seksual. Penyakit ini bermanifestasi klinis sebagai nyeri perut bagian bawah, keputihan yang abnormal, demam, dan nyeri pada saat bersenggama.[1,3]

Intervensi utama untuk PID adalah antibiotik dengan spektrum luas yang dapat mengeradikasi Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Kedua organisme ini sering ditemukan pada infeksi sistem reproduksi bagian atas yang umumnya dikaitkan dengan penyakit menular seksual.[3-5]

Manajemen Penyakit Radang Panggul

Pengobatan pada PID yang ringan hingga sedang dapat dilakukan secara rawat jalan. Antibiotik diberikan secara intramuskular dan oral, dengan kedua rute pemberian tampaknya memiliki efikasi yang sama. Pada penyakit yang berat atau yang tidak merespons terhadap terapi oral/intramuskuler dalam 72 jam, evaluasi kembali akan diagnosis perlu dilakukan dan terapi intravena harus diberikan.[1,3]

Rawat inap dan pemberian antibiotik intravena diindikasikan pada pasien yang hamil; tidak merespons terhadap terapi oral; demam tinggi, mual, muntah; gejala yang berat seperti nyeri perut yang tidak membaik; abses tuboovarium; atau terdapat kondisi yang memerlukan tindakan pembedahan segera. Pemberian antibiotik tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu hasil pemeriksaan karena dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.[3-5]

Organisme Target Terapi Penyakit Radang Panggul

Organisme yang ditransmisikan secara seksual, khususnya Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, merupakan patogen tersering PID. Isolat bakteri anaerob juga telah ditemukan pada saluran reproduksi atas dari wanita yang menderita PID. Data dari berbagai studi in vitro juga telah mengungkapkan bahwa bakteri anaerob, seperti Bacteroides fragilis, dapat menyebabkan destruksi tuba dan epitelial.

Regimen terapi PID harus bersifat spektrum luas agar dapat mencakup berbagai kemungkinan patogen tersebut. Semua pilihan antibiotik untuk PID harus efektif terhadap Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Selain itu, keterlibatan bakteri anaerob, yang merupakan penyebab vaginosis bakterial juga, menghasilkan pertimbangan yang kuat untuk menggunakan antibiotik yang dapat mengatasinya secara efektif, seperti metronidazole.[1-5]

Pola Resistensi Antibiotik Lokal

Salah satu kendala dalam pengendalian N. gonorrhoeae adalah kemampuannya untuk mengembangkan resistensi terhadap antibiotik. Oleh karena itu, pola resistensi bakteri setempat perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan antibiotik untuk PID.

Pola Resistensi Antibiotik Lokal terhadap Neisseria Gonorrhoeae

Studi oleh Puspandari et al pada 880 responden mengumpulkan 227 isolat N. gonorrhoeae. Pada 176 isolat diantaranya menjalani uji resistensi. Persentase resistensinya terhadap masing-masing antibiotik adalah sebagai berikut: penicillin 86,00%; tetracycline 87,20%; levofloxacin 76,00%; ofloxacin 61,50%; ciprofloxacin 59,80%; azithromycin 2,80%; kanamycin 29,60%; dan spectinomycin 0,60%.[6]

Berkaitan dengan adanya resistensi N. gonorrhoeae terhadap agen quinolone, CDC tidak lagi merekomendasikan penggunaan agen quinolone, seperti ofloxacin, ciprofloxacin, dan levofloxacin, sebagai terapi PID.[6]

Pola Resistensi Antibiotik Lokal terhadap Chlamydia Trachomatis

Belum ada publikasi studi nasional yang membahas tentang pola resistensi antibiotik pada C. trachomatis. Studi yang dilakukan oleh Borel et al menyatakan bahwa C. trachomatis memiliki sensitivitas in vitro terhadap beberapa kelas antibiotik, seperti makrolid, tetracycline, rifampicin, dan quinolone. Namun, tidak ada bukti meyakinkan mengenai resistensi C. trachomatis secara in vivo.[7]

Pilihan antibiotik untuk mengatasi infeksi akibat C. trachomatis adalah doxycycline dan azithromycin, sedangkan pilihan antibiotik untuk mengatasi infeksi akibat N. gonorrhoeae adalah ceftriaxone, azithromycin, doxycycline, cefoxitin, dan cefotetan.[4]

Pedoman terkait Pilihan Antibiotik untuk Terapi Penyakit Radang Panggul

Hingga saat ini, pedoman yang paling umum dipakai dan dianggap memiliki basis bukti yang baik adalah pedoman di Amerika Serikat, yaitu Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan pedoman di Eropa, yaitu The International Union against Sexually Transmitted Infections (IUSTI). Lini pertama dan kedua pada regimen rawat inap berbeda antarpedoman.[2,3]

Pada pasien rawat inap, IUSTI merekomendasikan penambahan metronidazole untuk regimen ceftriaxone dan doxycycline, sementara CDC hanya menganjurkan penambahan tersebut jika terdapat abses tuboovarium.[2,3]

Pada rawat jalan, terdapat perbedaan dalam dosis rekomendasi ceftriaxone intramuskuler, di mana dosis lebih tinggi dianjurkan oleh IUSTI guna menurunkan kemungkinan resistensi N. gonorrhoeae. Metronidazole merupakan bagian dari rekomendasi IUSTI, sedangkan pada CDC, metronidazole hanya bersifat optional.[2,3]

Sebagai alternatif, ofloxacin atau levofloxacin yang ditambah dengan metronidazole oral direkomendasikan oleh kedua pedoman di atas pada rawat inap selama kemungkinan PID gonokokal rendah, dengan pertimbangan tingginya angka resistensi N. gonorrhoeae terhadap quinolone di berbagai negara.[2,3]

Berikut pilihan regimen antibiotik untuk pasien rawat inap yang direkomendasikan CDC:

  • Cefotetan 2 gr IV per 12 jam + doxycycline 100 mg PO/IV per 12 jam
  • Cefoxitin 2 gr IV per 6 jam + doxycycline 100 mg PO/IV per 12 jam
  • Clindamycin 900 mg IV per 8 jam + gentamicin loading dose 2 mg/kgBB IV/IM diikuti dosis rumatan 1,5 mg/kg per 8 jam[2]

Berikut pilihan regimen intramuskuler/oral untuk PID derajat ringan hingga sedang atau pada rawat jalan yang direkomendasikan CDC:

  • Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal + doxycycline 100 mg PO per 12 jam selama 14 hari dengan/tanpa metronidazole 500 mg PO per 12 jam selama 14 hari, atau
  • Cefoxitin 2 gram IM dosis tunggal + probenecid 1 gram PO dosis tunggal + doxycycline 100 mg PO per 12 jam selama 14 hari dengan/tanpa metronidazole 500 mg PO tiap 12 jam selama 14 hari, atau
  • Cephalosporin generasi ketiga (misalnya cefotaxime) + doxycycline 100 mg PO per 12 jam selama 14 hari dengan/tanpa metronidazole 500 mg PO per 12 jam selama 14 hari[2]

Pedoman nasional telah mengeluarkan rekomendasi manajemen PID dengan prinsip yang sama, yaitu meliputi pengobatan untuk gonorrhea dengan komplikasi, pengobatan untuk klamidiasis, dan pengobatan untuk bakteri anaerob.[8]

Tabel 1. Pengobatan Pasien PID Rawat Jalan berdasarkan Pedoman Nasional

Pengobatan untuk gonorrhea Cefixime 1x400 mg PO, 5 hari
Pengobatan untuk klamidiasis Doxycycline 2x100 mg PO, 14 hari
Regimen alternatif

Kanamycin 2 gr IM dosis tunggal, atau

Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal, atau

Erythromycin 4x500 mg PO, 14 hari

Pengobatan untuk bakteri anaerob Metronidazole 2x500 mg PO, 14 hari

Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2021

Untuk pasien rawat inap, cara pengobatan di atas dilakukan sampai sekurang-kurangnya 2 hari sesudah pasien menunjukkan perbaikan, kemudian dilanjutkan dengan salah satu obat di bawah ini:

  • Doxycycline 2x100 gram/hari PO selama 14 hari, atau
  • Tetracycline 4x500 mg/hari PO selama 14 hari[8]

Perbandingan Regimen untuk Penyakit Radang Panggul

Selain mengacu pada pedoman yang ada, pemilihan antibiotik pada praktiknya dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu spektrum antibiotik, harga, efek samping, serta dosis dan frekuensinya yang berkaitan dengan kepatuhan pasien. Hingga saat ini, belum ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan antibiotik mana yang paling efektif mengobati PID.[1,9]

Sebuah tinjauan Cochrane yang dipublikasikan tahun 2020 mengkaji 39 uji acak terkontrol yang melibatkan 6.894 wanita dengan PID. Tinjauan ini membandingkan antara berbagai golongan antibiotik yang direkomendasikan oleh CDC, seperti golongan quinolone, golongan cephalosporin, metronidazole, clindamycin, dan azithromycin. Peneliti menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti konklusif bahwa satu regimen lebih efektif atau lebih aman daripada regimen lainnya dalam mengatasi PID.[1]

Terdapat kemungkinan bahwa azithromycin lebih efektif daripada tetracycline untuk PID ringan hingga sedang, yang ditunjukkan melalui sebuah studi dengan risiko bias rendah. Namun, selain studi tersebut, penelitian lainnya dinilai memiliki bukti berkualitas rendah hingga sedang, risiko bias tinggi, dengan hasil yang sangat variatif.[1]

Tinjauan oleh Duarte et al secara umum mendukung rekomendasi regimen antibiotik yang tercakup dalam pedoman manajemen PID dari CDC dan IUSTI. Namun, perbandingan efektivitas dan keamanan antara regimen tersebut masih belum dapat dipastikan karena terdapat perbedaan pendekatan diagnostik dari masing-masing studi dan belum ditelitinya efek jangka panjang terapi-terapi tersebut.[9]

Kelebihan dan Limitasi Regimen Antibiotik

Masing-masing regimen dinilai memiliki beberapa kelebihan dan limitasi. Misalnya, regimen ceftriaxone (cefoxitin dengan/tanpa probenecid) + doxycycline + metronidazole dianggap memiliki bukti klinis yang baik, tetapi kurang disukai pasien karena rute pemberian ceftriaxone melalui intramuskuler.[2,3,9]

Cefoxitin memiliki cakupan bakteri anaerob yang lebih baik daripada ceftriaxone, dan jika dikombinasikan dengan probenecid dan doxycycline terbukti efektif sebagai terapi PID jangka pendek. Akan tetapi, ceftriaxone memiliki cakupan terhadap N. gonorrhoeae yang lebih baik daripada cefoxitin.[2,3,9]

Penambahan metronidazole bertujuan untuk mengatasi vaginosis bakterial, yang sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul. tetapi memiliki limitasi terhadap mycoplasma. Ofloxacin (ditambah metronidazole) relatif murah dan dapat ditoleransi karena diberikan melalui oral, tetapi tidak dapat dipakai untuk PID gonokokal karena kemungkinan resistensi N. gonorrhoeae terhadap quinolone (ofloxacin).

Clindamycin (ditambah gentamicin) dinilai memiliki bukti klinis yang cukup layak walaupun masih berdasarkan studi kecil, tetapi belum terbukti efektif terhadap Chlamydia. Selain itu, gentamicin hanya dapat diberikan pada secara intravena pada rawat inap.[2,3,9]

Empat uji acak terkontrol besar telah menunjukkan efektivitas moxifloxacin untuk mengatasi bakteri anaerob, tetapi agen ini tidak efektif terhadap PID gonokokal.[2,3,9]

Kesimpulan

PID merupakan penyakit yang cukup umum terjadi pada wanita usia reproduksi dan sering berkaitan dengan infeksi menular seksual. Intervensi antibiotik harus segera diberikan ketika terdapat kecurigaan pada PID guna mencegah terjadinya komplikasi, seperti kehamilan ektopik, infertilitas, dan nyeri panggul kronis.

Pilihan antibiotik untuk PID harus efektif terhadap Neisseria gonorrhoeaeChlamydia trachomatis, dan bakteri anaerob. Hingga saat ini, belum ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan regimen antibiotik mana yang lebih efektif atau lebih aman. Pada praktiknya, pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu spektrum antibiotik, harga, efek samping, serta dosis dan frekuensinya yang berkaitan dengan kepatuhan pasien.

Untuk pasien rawat jalan, regimen antibiotik yang direkomendasikan oleh Pedoman Nasional adalah kombinasi cefixime, doxycycline, dan metronidazole. Sebagai alternatif, dapat diberikan kanamycin, ceftriaxone, atau erythromycin. Untuk pasien rawat inap, regimen tersebut diberikan dan dilanjutkan dengan doxycycline atau tetracycline.[8]

Referensi