Metode Terkini Deteksi Kelenjar Paratiroid Selama Operasi

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Metode terdahulu saat prosedur operasi tiroidektomi atau paratiroidektomi memungkinkan adanya pengambilan jaringan sehat paratiroid yang menyebabkan hipokalsemia. Metode terkini mengizinkan penilaian jaringan sehat paratiroid selama operasi.[1-3]

Identifikasi paratiroid selama operasi masih merupakan tantangan bagi dokter bedah. Hingga saat ini sudah ada beberapa metode yang digunakan untuk identifikasi kelenjar paratiroid selama operasi, antara lain dengan perangkat Near Infrared Autofluorescence (NIRAF). Perangkat NIRAF dapat digunakan dengan memakai pendekatan pencitraan (imaging) dan fiber probe.[1,4]

shutterstock_569613007-min

Pada ulasan kali ini akan dijelaskan mengenai metode identifikasi kelenjar paratiroid menggunakan perangkat NIRAF dengan 2 pendekatan tersebut dan perbandingan keduanya.[1,4]

Sekilas Metode Terdahulu dalam Identifikasi Paratiroid

Untuk lokalisasi paratiroid, metode terdahulu menitikberatkan pemeriksaan technetium-sestamibi scintigraphy, ultrasonografi, dan CT scan leher. Namun, pemeriksaan ini sulit untuk menilai jaringan sehat, sehingga penilaian jaringan sehat paratiroid selama operasi dilakukan berdasarkan kemampuan dan pengalaman operator bedah.[2,3]

Bagi operator bedah yang ragu dalam penilaian jaringan sehat paratiroid, pengiriman spesimen frozen section dilakukan dan membutuhkan waktu 20‒30 menit untuk identifikasi sampel tersebut. Jangka waktu ini akan menimbulkan risiko mencederai jaringan paratiroid.[1-3]

Sekilas Mengenai Hipokalsemia Akibat Operasi Tiroidektomi

Hipoparatiroidisme pasca operasi tiroidektomi adalah komplikasi yang umum terjadi dan menyebabkan rawat inap dan perawatan medis yang berkepanjangan. Tingkat prevalensi hipoparatiroidisme berkisar dari 14%-60% (untuk hipoparatiroidisme sementara) dan dari 4‒11% (untuk hipoparatiroidisme permanen).[3-7]

Hipoparatiroidisme ini akan berdampak pada metabolisme kalsium sehingga terjadi hipokalsemia. Alasan paling umum untuk terjadinya hipoparatiroidisme pasca operasi tiroidektomi antara lain adalah kerusakan mekanis, devaskularisasi, atau pengangkatan kelenjar paratiroid secara tidak sengaja.[5-7]

Keuntungan Mempertahankan Jaringan Sehat Paratiroid

Sebuah studi terbaru oleh Lorente-Poch et al. menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah kelenjar paratiroid yang dipertahankan secara in situ, maka semakin sedikit kejadian hipokalsemia sementara dan permanen. Studi ini menyarankan agar kelenjar paratiroid diidentifikasi dan dipreservasi secara in situ selama operasi. Autotransplantasi kelenjar paratiroid harus dibatasi pada kondisi kelenjar yang devaskularisasi secara tidak disengaja dan kelenjar sudah tidak dapat dipertahankan.[3]

Penelitian oleh Shou et al. menyatakan bahwa dengan mengidentifikasi letak anatomis kelenjar paratiroid memberikan keuntungan. Identifikasi anatomis kelenjar paratiroid normal dan mengetahui topografi terhadap lobus tiroid, arteri karotis komunis (arteri innominata), trakea, esofagus, dan vena tiroidea sebelum operasi dapat memfasilitasi deteksi, identifikasi, dan preservasi in situ dari kelenjar paratiroid selama tiroidektomi. Sehingga menurunkan kejadian hipoparatiroidisme.[4]

Cara Kerja NIRAF untuk Identifikasi Kelenjar Paratiroid

Adanya penemuan unik oleh Universitas Vanderbilt bahwa kelenjar paratiroid memancarkan sinyal NIRAF yang lebih kuat daripada kelenjar tiroid di sekitarnya dan jaringan lunak lainnya di leher, memberi peluang bagi modalitas optik yang dapat mendeteksi NIRAF. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk identifikasi kelenjar paratiroid secara noninvasif dengan akurasi setinggi 97%.[8-12]

Selain itu, kelebihan NIRAF adalah tidak menggunakan bahan kontras seperti metilen biru, indosianin hijau, atau pun skintigrafi intraoperatif. Modalitas optik yang mampu mendeteksi NIRAF dapat dikategorikan menjadi sistem pencitraan (imaging) dan sistem fiber probe.[8-12]

Sistem pencitraan menggunakan metode tanpa kontak (non-contact) antara alat dengan jaringan, dengan jarak antara alat optik dan jaringan adalah 5 cm.  Sistem pencitraan ini biasanya dilakukan dengan menerangi jaringan dengan cahaya Near infrared (NIR) pada panjang gelombang tertentu dan mengumpulkan fluoresensi yang dihasilkan dan dipancarkan dari jaringan dengan kamera genggam.[8,13,14]

Gambar fluoresensi ditampilkan di monitor, jaringan dengan NIRAF yang tinggi akan terlihat sebagai gambar berwarna abu-abu atau pseudo-colored green untuk visualisasi intraoperatif oleh ahli bedah.[8,13,14]

Sistem fiber probe menggunakan metode kontak antara alat dan jaringan yang akan dideteksi. Sistem ini menggunakan fiber probe genggam steril, dilakukan kontak antara alat dengan jaringan untuk menangkap jaringan NIRAF sebagai data kuantitatif. Sebuah alat yang disebut PTeyeTM  baru-baru ini dikembangkan sebagai salah satu model sistem fiber probe untuk memberi umpan balik pada ahli bedah berupa  real-time auditory feedback, bersamaan dengan grafik batang visual pada saat identifikasi kelenjar paratiroid.[15-17]

PTeyeTM juga menunjukkan akurasi tinggi untuk identifikasi kelenjar paratiroid dan dapat berfungsi pada ruang operasi dengan cahaya lampu ruang operasi biasa. Ini berbeda dengan sistem pencitraan yang membutuhkan pencahayaan khusus.[15-17]

Perbandingan Sistem Pencitraan dan Fibre Probe

Studi yang memanfaatkan teknologi NIRAF mampu mengidentifikasi 76,3‒100% kelenjar paratiroid secara intraoperatif. Penggunaan NIRAF mampu secara signifikan meningkatkan jumlah rata-rata kelenjar paratiroid yang terdeteksi dan mengurangi kejadian hipokalsemia pasca operasi.[2]

Thomas et al. pada tahun 2018‒2019 melakukan suatu studi kohort terhadap 20 pasien,  membandingkan sistem pencitraan dengan fiber probe, yang mana belum pernah dibandingkan sebelumnya. Pada penelitian tersebut, sistem pencitraan menggunakan PDE-Neo II, sedangkan sistem fiber probe menggunakan PTeyeTM.[1,18]

Pada kelompok PDE-Neo II, kamera dari PDE-Neo II memancarkan cahaya NIR pada panjang gelombang 760 nm menggunakan light emitting diode (LED). Cahaya putih (warna asli) dan gambar NIRAF (abu-abu / pseudo-coloured green) diteruskan ke monitor tampilan untuk visualisasi oleh ahli bedah, saat lampu kamar operasi dimatikan selama prosedur.[1,18]

Sementara itu, kelompok PTeyeTM menggunakan alat laser dioda dengan panjang gelombang 785 nm dan detektor, fiber (optic) probe, dan pedal kaki untuk mengaktifkan NIRAF. PTeyeTM juga mampu mendeteksi NIRAF tanpa gangguan dari cahaya lampu kamar operasi, karena adanya sirkuit internal yang dirancang untuk sistem tersebut. Jaringan NIRAF direkam dengan PTeyeTM, dimunculkan ke panel tampilan untuk visual serta ke loudspeaker untuk auditory feedback.[1,18]

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa sistem pencitraan dengan PDE-Neo II memiliki sensitivitas sebesar 90,9%, spesifisitas 73,7% dan akurasi keseluruhan 84,6%. Dibandingkan dengan pencitraan, deteksi NIRAF dengan PTeyeTM menghasilkan sensitivitas sebesar 97,0%, spesifisitas 84,2% dan akurasi keseluruhan 92,3%. Tampak bahwa sistem pencitraan maupun fiber probe memiliki keuntungan dalam membantu identifikasi kelenjar paratiroid intraoperatif.[1,18]

Kelebihan dan Kelemahan PDE-Neo II dan PTEyeTM

Kelebihan PDE-Neo II antara lain merupakan teknik pencitraan bidang luas, dapat diperoleh informasi spasial sehingga dapat melokalisir kelenjar paratiroid, merupakan perangkat multi-fungsi yang mana dapat digunakan untuk panduan bedah lainnya termasuk kombinasi dengan kontras untuk evaluasi kelenjar getah bening, demarkasi tepi tumor, penilaian perfusi kelenjar paratiroid atau jaringan lain.[1,18-20]

Sedangkan kekurangan dari PDE-Neo II antara lain sangat dipengaruhi oleh cahaya lampu kamar operasi sehingga lampu perlu dimatikan, tidak memberikan informasi kuantitatif real-time, interpretasi pencitraan NIRAF adalah subjektif dan bergantung pengalaman ahli bedah, diperlukan sayatan leher yang lebih lebar untuk mendapatkan akuisisi pencitraan NIRAF karena tidak ada kontak langsung dengan jaringan di lapangan operasi, dan sinyal NIRAF lebih lemah pada kelenjar paratiroid yang berada di dalam.[1,18-20]

Kelebihan PTeyeTM  adalah dapat berfungsi dengan cahaya lampu kamar operasi yang tetap menyala dan memberikan informasi kuantitatif real-time. Sedangkan kekurangannya adalah tidak memberikan informasi spasial dari kelenjar paratiroid, diperlukan sterilisasi probe karena terjadi kontak langsung dengan jaringan, dan tidak dapat melokalisir kelenjar paratiroid yang hilang atau tersembunyi.[1,18,21]

Dengan adanya kelebihan dan kekurangan dari tiap pendekatan NIRAF tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan NIRAF untuk identifikasi kelenjar paratiroid  merupakan modalitas tambahan, di mana pengalaman dan keterampilan ahli bedah tetap merupakan modal utama untuk preservasi dan mencegah cedera kelenjar paratiroid intraoperatif.[22-24]

Penggunaan modalitas NIRAF terutama bermanfaat untuk ahli bedah dengan pengalaman jumlah operasi kepala dan leher yang masih sedikit, pasien dengan penyakit paratiroid multi-kelenjar atau kelenjar paratiroid aberrant dan ektopik, re-operasi dengan distorsi anatomi, dan operasi keganasan tiroid.[22-24]

Kesimpulan

Near Infrared Autofluorescence (NIRAF) dapat digunakan untuk membantu identifikasi kelenjar paratiroid selama intraoperatif. Penggunaan NIRAF dengan pendekatan sistem pencitraan dan fiber probe memiliki efektifitas yang cukup baik dalam identifikasi kelenjar paratiroid selama operasi.

Meskipun NIRAF dengan sistem pencitraan memberikan informasi spasial yang bermanfaat untuk melokalisir kelenjar paratiroid, deteksi NIRAF dengan fiber probe  memberikan informasi kuantitatif real-time untuk mengidentifikasi kelenjar paratiroid pada ruangan dengan cahaya lampu biasa.

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi