Antibodi Monoklonal Sebagai Upaya Preventif Malaria – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Luthfi Saiful Arif

A Monoclonal Antibody for Malaria Prevention

Gaudinski MR, Berkowitz NM, Idris AH, et al; VRC 612 Study Team. N Engl J Med. 2021. 385(9):803-814. doi: 10.1056/NEJMoa2034031. PMID: 34379916.

Abstrak

Latar Belakang: Intervensi tambahan dibutuhkan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh malaria.

Metode: Uji klinis tahap 1 dilakukan dalam 2 bagian untuk menilai keamanan dan farmakokinetik CIS43LS, antibodi monoklonal antimalaria dengan waktu paruh yang telah diekstensikan, dan efikasinya terhadap infeksi Plasmodium falciparum. Penelitian bagian A menilai keamanan, profil efek samping inisial, dan farmakokinetik CIS43LS pada orang dewasa sehat yang tidak pernah terinfeksi malaria. Partisipan mendapatkan CIS43LS secara subkutan atau intravena dengan 1 dari 3 kadar dosis yang telah dieskalasikan. Subgrup partisipan pada bagian A melanjutkan ke penelitian bagian B, dan mendapatkan dosis infus CIS43LS kedua. Partisipan tambahan diikutsertakan pada penelitian bagian B dan mendapatkan CIS43LS secara intravena. Untuk menilai efikasi proteksi CIS43LS, sebagian partisipan akan mendapatkan paparan infeksi malaria terkontrol dimana mereka dipaparkan pada gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit P.falciparum pada minggu ke 4 hingga 36 pasca pemberian CIS43LS.

Hasil: Sejumlah 25 pasien menerima CIS43LS dengan dosis 5 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, atau 40 mg/kgBB dan 4 dari 25 partisipan mendapatkan dosis kedua (20 mg/kgBB). Pada penelitian tidak ditemukan adanya masalah keamanan. Dosis mempengaruhi peningkatan konsentrasi CIS43LS dalam serum, dengan waktu paruh 56 hari. Dari 9 partisipan yang menerima CIS43LS, tidak ada yang mengalami parasitemia, sedangkan 5 dari 6 partisipan yang tidak menerima CIS43LS mengalami parasitemia berdasarkan uji reaksi polimerase berantai setelah 21 hari setelah infeksi malaria terkontrol. 2 partisipan yang menerima CIS43LS dengan dosis 40 mg/kgBB dan menjalani paparan infeksi malaria terkontrol menunjukan kondisi bebas parasitemia dalam 36 minggu, dengan konsentrasi serum CIS43LS 46 dan 57 μg/ml pada saat infeksi malaria terkontrol.

Kesimpulan: Pada orang dewasa yang tidak pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksinasi malaria, pemberian antibodi monoklonal jangka panjang CIS43LS dapat mencegah malaria setelah infeksi terkontrol.

Antibodi Monoklonal Sebagai Upaya Preventif Malaria-min

Ulasan Alomedika

Studi ini membandingkan berbagai dosis pemberian CIS43LS dan cara pemberiannya pada orang dewasa yang belum pernah terinfeksi malaria. Tujuan studi ini adalah untuk menilai keamanan, efek samping, farmakokinetik, dan efikasi protektif CIS43LS pada orang dewasa sehat yang belum pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksinasi malaria. Uji acak terkontrol ini dilakukan karena adanya beban morbiditas, mortalitas, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh malaria, serta kebutuhan untuk mengevaluasi penggunaan antibodi monoklonal CIS43LS yang telah dimodifikasi dengan mutasi leukinine dan serine.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini membandingkan efek samping dan efikasi modalitas pada berbagai dosis dan cara pemberian CIS43LS dengan kelompok kontrol. Partisipan yang diikutkan berusia 18-50 tahun dan belum pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksinasi malaria.

Penelitian dibagi menjadi 2 bagian. Pada bagian A, dosis diberikan bervariasi dari 5 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, atau 40 mg/kgBB secara intravena atau subkutan kepada 29 partisipan. Pada bagian B, 7 partisipan dari bagian A dan 11 tambahan partisipan baru mendapat 20 mg/kgBB CIS43LS via infus. Kemudian, untuk menilai efikasi proteksi CIS43LS, 9 partisipan mendapatkan paparan infeksi malaria terkontrol, yaitu mereka dipaparkan pada gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit P.falciparum pada minggu ke 4 hingga 36 pasca pemberian CIS43LS.

Ulasan Hasil Penelitian

Luaran utama pada penelitian ini terkait dengan tingkat keamanan dan efek samping pemberian CIS43LS. Tidak ada efek samping berat yang muncul akibat pemberian CIS43LS. Efek samping yang timbul hanya bersifat ringan atau sedang dan hilang tanpa adanya intervensi. Terdapat 1 keluhan pusing, neutropenia transien, dan peningkatan kadar kreatinin (dari 1,2 ke 1,4 mg/dl) yang ditemukan pada partisipan yang menerima CIS43LS dengan dosis 5 mg/kgBB secara intravena. 1 orang partisipan mengalami kondisi serius, berupa abses perirektal selama penelitian berlangsung, namun tidak terkait dengan pemberian CIS43LS. Pertimbangan keamanan merupakan faktor penting dalam upaya preventif terhadap malaria, terutama jika penggunaan CIS43LS ditujukan pada tenaga kesehatan dan personel militer.

Pemberian variasi dosis CIS43LS yang dilakukan pada penelitian ini linear dengan fase distribusi dan eliminasi yang timbul. Konsentrasi plasma serum persisten setelah beberapa bulan. Konsentrasi maksimum dicapai segera setelah pemberian CIS43LS secara intravena; sedangkan pada pemberian secara subkutan absorpsi berlanjut hingga hari ke-7 namun konsentrasi maksimum tidak dapat dinilai karena keterbatasan pandemi COVID-19. Rerata konsentrasi maksimum adalah 198,4±28,2 μg/ml pada dosis 5 mg/kgBB intravena; 934,6±292,6 μg/ml pada dosis 20 mg/kgBB intravena; dan 1764,4±259,6 μg/ml pada dosis 40 mg/kgBB intravena. Konsentrasi rerata serum pada hari ke-7 adalah 114,3±25,2; 356,1±118,6; dan 825,3±293,1 μg/ml dan tetap terdeteksi pada minggu ke 24 dengan rerata konsentrasi 12,8±1,0; 43,5±14,9; dan 96,8±23,8 μg/ml.

Model farmakokinetik dibuat berdasarkan data konsentrasi serum CIS43LS. Berdasarkan model tersebut, klirens CIS43LS adalah 44,2 μg /dl, volume distribusi (Vdss) adalah 3,45 liter, dan waktu paruh adalah 56 hari. Durasi konsentrasi 40 minggu yang di produksi oleh model ini sesuai dengan yang ditemukan di lapangan. Tidak ada keterkaitan antara dosis dan klirens ataupun volume distribusi obat.

Efikasi modalitas ditunjukan berdasarkan tidak adanya partisipan yang menerima CIS43LS yang mengalami parasitemia setelah 21 hari pasca paparan infeksi malaria terkontrol, sedangkan parasitemia ditemukan pada 5 dari 6 partisipan dalam kelompok kontrol. Parasitemia terjadi pada hari ke-8 atau 9 pasca infeksi (P=0.001). Semua partisipan mendapatkan 5 gigitan dari nyamuk dengan skor kelenjar saliva ≥2 (skor berkisar antara 0 hingga 4, dengan skor yang lebih tinggi menunjukan jumlah sporozoit yang lebih banyak). Nilai median skor kelenjar saliva adalah 3,2 pada kelompok CIS43LS dan 3,1 pada kelompok kontrol. Setelah infeksi malaria terkontrol, konsentrasi serum CIS43lS berkisar antara 50-500 μg/ml pada kelompok yang menerima CIS43LS.

Kelebihan Penelitian

Desain penelitian berupa uji acak terkontrol yang dilakukan secara prospektif dapat meminimalisir risiko bias. Penelitian ini membandingkan efikasi pemberian CIS43LS pada berbagai dosis obat dan membandingkan pemberian CIS43LS secara intravena dan subkutan. Penelitian ini juga memiliki fokus pada tingkat keamanan pasca pemberian CIS43LS dalam berbagai dosis dan jalur pemberian, sehingga efikasi dan efek samping yang muncul dapat dibandingkan

Luaran penelitian yang dinilai juga memiliki makna klinis. Proteksi yang disajikan pasca pemberian CIS43LS memiliki jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan IgG fisiologis manusia. Waktu paruh CIS43LS adalah 56 hari sedangkan IgG fisiologis manusia hanya sebesar 21 hari. Selain itu, profil keamanan setelah pemberian injeksi CIS43LS menjanjikan jika dimanfaatkan pada populasi di daerah endemis malaria.

Limitasi Penelitian

Limitasi dari penelitian ini adalah jumlah sampel penelitian yang kecil. Hanya 29 partisipan yang dilibatkan pada penelitian bagian A dan 18 partisipan pada penelitian bagian B. Selain itu, 7 partisipan dari penelitian bagian A kembali dilibatkan pada penelitian bagian 2, sehingga hanya 11 partisipan baru yang terlibat di penelitian bagian B. Jumlah partisipan yang menjalani paparan infeksi malaria terkontrol hanya 15 orang (9 partisipan yang mendapatkan CIS43LS dan 6 orang dari kelompok kontrol). Walaupun terdapat keterbatasan jumlah sampel, hasil yang ditunjukan oleh pemberian CIS43LS secara intravena menunjukan bukti bahwa antibodi monoklonal dapat mencegah malaria setelah infeksi terkontrol.

Penilaian luaran penelitian hanya dilakukan pada pemberian secara intravena. Pemberian secara subkutan tidak dapat dievaluasi karena pandemi COVID-19 yang membatasi pengumpulan data. Partisipan yang mendapatkan injeksi CIS43LS secara subkutan seharusnya menjalani paparan infeksi terkontrol, namun paparan harus ditunda akibat batasan pandemi COVID-19. Bukti mengenai pemberian CIS43LS melalui jalur lain, terutama secara subkutan masih memerlukan studi lanjutan.

Penelitian sebaiknya menggunakan pembanding kemoprofilaksis yang digunakan saat ini, misalnya primaquine atau doxycycline. Penggunaan pembanding vaksin malaria yang merupakan basis dari pembuatan antibodi monoklonal CIS43 juga dapat dilakukan untuk membandingkan efek protektif yang ditimbulkan.

Penelitian ini menggunakan sampel dengan usia 18-50 tahun dan belum pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksinasi malaria. Penelitian di masa mendatang sebaiknya mengikutsertakan partisipan dengan rentang usia yang lebih luas, terutama pada usia anak yang merupakan usia rentan dengan angka mortalitas yang tinggi. Selain itu, karena penelitian ini dilakukan di negara non endemik, sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan di negara endemik malaria, seperti Indonesia.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi populasi di daerah endemik malaria di Indonesia, termasuk pelancong dan personel militer yang bertugas di area rentan malaria. Berbagai upaya profilaksis malaria telah menjadi program kesehatan di Indonesia. Injeksi CIS43LS yang menunjukan efek perlindungan steril pada partisipan serta jangka waktu perlindungan yang lebih luas dari waktu paruh IgG fisiologis manusia (56 hari vs 21 hari) menyediakan lebih banyak keuntungan bagi penggunanya. Selain itu, pemberian dosis tunggal CIS43LS dapat mengurangi kebutuhan konsumsi harian kemoprofilaksis dan menghilangkan masalah terkait kepatuhan untuk mengonsumsi kemoprofilaksis.

Referensi