Dosis Rendah Naltrexone untuk Terapi Nyeri Fibromialgia – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Low-Dose Naltrexone For Treatment Of Pain In Patients With Fibromyalgia: A Randomized, Double blind, Placebo-Controlled, Crossover Study

Bested K, et al. Pain Reports. 2023; 8(4):e1080. http://dx.doi.org/10.1097/PR9.0000000000001080

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Fibromialgia (FM) adalah suatu kondisi kronis, fluktuatif, dari adanya nyeri nosiplastik. Naltrexone merupakan antagonis reseptor opioid µ. Beberapa studi sebelumnya telah mengindikasikan manfaat penurunan nyeri dari naltrexone dosis rendah (LDN) pada pasien fibromialgia.

Dorongan untuk mempelajari naltrexone dosis rendah dilatarbelakangi oleh potensi efikasi analgesik naltrexone dan upaya untuk mengurangi efek samping yang sering ditemui dari farmakoterapi konvensional.

Tujuan: Pertama, untuk memeriksa apakah naltrexone dosis rendah berkaitan dengan efikasi analgesik yang dibandingkan dengan kontrol pada terapi pasien fibromialgia. Kedua, untuk mengevaluasi kompetensi descending inhibitory pathway dari efek analgesik naltrexone dosis rendah yang dibandingkan dengan kontrol. Ketiga, memeriksa farmakokinetik naltrexone dosis rendah.

Metode: Studi ini menerapkan desain crossover, acak, buta-ganda, kontrol-plasebo dan terdiri dari 3 fase. Fase pertama meliputi pemeriksaan baseline dan periode terapi (hari ke-3 hingga 21); fase kedua merupakan periode washout (hari ke-22 sampai 32); dan fase ketiga merupakan pemeriksaan baseline ulang (hari ke-33 sampai 36) diikuti periode terapi ulang (hari ke-36 sampai 56).

Intervensi terapi yang dievaluasi ialah naltrexone dosis rendah 4,5 mg sekali sehari per oral atau plasebo inaktif oral. Luaran primer studi ialah skor Fibromyalgia Impact Questionnaire revised (FIQR) dan summed pain intensity ratings (SPIR).

Hasil: Lima puluh delapan pasien fibromialgia menjalani randomisasi. Median difference (IQR) untuk skor FIQR antara naltrexone dosis rendah dengan plasebo ialah -1,65. Median difference untuk skor SPIR ialah -0,33.

Kesimpulan: Data luaran studi ini tidak mengindikasikan adanya efikasi analgesik yang relevan secara klinis untuk naltrexone dosis rendah pada terapi pasien fibromialgia.

NaltrexoneNyeriFibromialgia

Ulasan Alomedika

Dosis rendah naltrexone (1-5 mg/hari) sering digunakan sebagai terapi off-label pada fibromialgia dan kondisi nyeri autoimun karena potensi dari efek analgesik dan antiinflamasi. Naltrexone umumnya lebih dikenal pada terapi adiksi opioid dan alkohol dengan dosis sedikitnya 50 mg.

Naltrexone merupakan antagonis reseptor opioid µ yang secara struktur mirip dengan naloxone. Sejauh ini, hanya ada 6 studi yang memeriksa naltrexone dosis rendah sebagai terapi fibromialgia. Penelitian yang dibahas di sini memeriksa efek analgesik dari naltrexone dosis rendah dan sekaligus mengevaluasi farmakokinetiknya.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini menerapkan desain crossover, block-randomized, buta ganda, dan kontrol-plasebo yang terdiri dari tiga tahapan. Grup intervensi mendapat dosis rendah naltrexone (4,5 mg sekali sehari) per oral yang dibandingkan dengan grup plasebo inaktif oral.

Luaran primer studi ialah skor Fibromyalgia Impact Questionnaire revised (FIQR) dan summed pain intensity ratings (SPIR). Luaran sekunder meliputi kuesioner berbasis-catatan harian yang mencakup berbagai aspek seperti gangguan tidur, ansietas, somatosensori, serta farmakokinetik naltrexone.

Adapun semua pasien fibromialgia yang terdiagnosis mengikuti kriteria American College of Rheumatology. Pasien dengan penyakit reumatologi inflamasi lain, pasien yang sedang hamil atau menyusui, sedang mendapat terapi opioid, terdiagnosis kanker, alergi terhadap opioid, tidak lancar berbahasa Inggris atau Denmark, mengalami insufisiensi hepar atau ginjal berat, pankreatitis akut, atau pasien yang dikeluarkan dari studi oleh investigator karena alasan medis tertentu disingkirkan dari proses rekrutmen.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan 151 pasien fibromialgia yang dinilai untuk kelayakan, di mana 58 pasien akhirnya disertakan dan dirandomisasi. Sebanyak 60 pasien menolak untuk berpartisipasi, sebagian besar karena kebutuhan waktu, dan 33 tidak memenuhi kriteria inklusi.

Dua pasien mengalami efek samping (mual, muntah) yang mengakibatkan mereka keluar dari penelitian setelah pengobatan dimulai. Selain itu, satu pasien keluar karena sakit akut yang bersamaan, dan 3 pasien tidak menyatakan alasan keluar. Dalam penelitian ini, 52 pasien memenuhi kriteria protokol penelitian.

Para peneliti mencatat penggunaan obat bersamaan dan data demografi pasien, yang menunjukkan bahwa pasien tetap mengonsumsi obat dengan dosis stabil selama penelitian. Efek samping yang terjadi, seperti sakit kepala, kelelahan, mual, dan pusing, umumnya bersifat minor dan terjadi pada sebagian kecil pasien.

Hasil utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan naltrexone dosis rendah dan plasebo dalam mempengaruhi skor FIQR dan SPIR. Analisis juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam area hiperalgesia sekunder, alodinia, ambang nyeri tekan, dan modulasi nyeri terkondisi antara kedua kelompok perlakuan.

Penelitian ini juga melakukan analisis farmakokinetik dan farmakodinamik pada sampel darah. Hasil menunjukkan peningkatan cepat konsentrasi plasma 6β-naltrexone, turunan metabolit naltrexone, setelah pemberian obat. Namun, analisis farmakokinetik lebih lanjut tidak dilakukan karena periode pengambilan sampel yang singkat.

Kelebihan Penelitian

Ada beberapa kekuatan dari studi ini. Pertama, jika dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya, ada peningkatan pada aspek metode penelitian yang digunakan. Kedua, studi ini menggunakan skor FIQR yang sudah tervalidasi sebagai parameter luaran. Hal tersebut menjadi perbaikan bermakna dari studi sebelumnya yang menggunakan unimodal nondynamic pain rating. Selain itu, aspek tolerabilitas obat dan farmakokinetik turut dianalisis.

Limitasi Penelitian

Durasi studi ini (60hari) berpotensi mengurangi kepatuhan pasien yang berkontribusi pada attrition rate dan jumlah dropout partisipan. Selain itu, meski placebo effect telah diantisipasi, desain dari studi ini tidak memungkinkan untuk memperkirakan magnitudo placebo effect yang timbul.

Lebih lanjut, meski pasien fibromialgia didiagnosis menurut kriteria ACR, komponen neuroinflamasi tidak dimanfaatkan untuk memperluas karakteristik pasien yang terlibat atau melakukan subanalisis respon neuroinflamasi terhadap naltrexone dosis rendah. Studi ini juga belum memeriksa potensi efek analgesik tambahan dari kombinasi naltrexone dengan antidepresan atau antikonvulsan yang sering digunakan pada terapi fibromialgia.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Meskipun beberapa studi sebelumnya mengindikasikan adanya efek analgesik naltrexone dosis rendah pada pasien fibromialgia, studi ini malah tidak menemukan manfaat signifikan dari penggunaan naltrexone dosis rendah. Rekomendasi penanganan pasien fibromialgia masih mengandalkan multimodal therapy yang meliputi antidepresan, antikonvulsan, dan opioid. Berdasarkan hasil studi ini, naltrexone dosis rendah belum dapat direkomendasikan pada penanganan fibromialgia di Indonesia.

Referensi