Pengaruh Bilingualisme Pada Perkembangan Anak

Oleh :
dr. Joko Kurniawan, M.Sc., Sp.A

Terdapat kekhawatiran bahwa anak bilingual akan mengalami bingung bahasa atau gangguan perkembangan otak yang akan mempengaruhi performa sosial dan kognitif mereka. Namun, sering kali kekhawatiran ini tidak didasarkan pada bukti ilmiah, melainkan pada anggapan dan dugaan saja.

Bilingualisme merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan dua bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bilingualisme adalah sesuatu yang umum dan semakin banyak ditemukan di seluruh dunia. Diperkirakan 1 dari 3 orang adalah bilingual atau multilingual.  Di California, Amerika Serikat, pada tahun 2035 diperkirakan lebih dari 50% anak yang baru masuk taman kanak-kanak adalah anak bilingual.[1]

shutterstock_758053921-min

Kekhawatiran Terkait Bilingualisme

Anggapan dan perilaku yang menentang bilingualisme sering kali berdasar pada mitos dan misinterpretasi, bukan temuan bukti ilmiah. Salah satu yang paling menonjol adalah pendapat bahwa anak bilingual cenderung mengalami bingung bahasa bahkan speech delay.

Pendapat mengenai bingung bahasa ini sering kali muncul karena anak bilingual menggabungkan dua bahasa dalam satu kalimat, atau disebut juga code mixing. Sebenarnya, code mixing adalah bagian dari perkembangan bahasa normal. Pada anak bilingual, terdapat dua alasan untuk melakukan code mixing, yaitu:

  • Anak mengikuti perilaku orang dewasa di sekitarnya yang juga sering menggabungkan dua bahasa dalam satu kalimat
  • Keterbatasan normal pada kekayaan lingualnya. Sama seperti anak monolingual, jika anak bilingual tidak dapat secara cepat menemukan kata yang tepat untuk menyebut suatu benda dalam satu bahasa, ia akan menyebut benda tersebut dengan bahasa lainnya

Byers-Heinlein et al berpendapat bahwa code mixing seharusnya tidak dianggap sebagai kebingungan bahasa, melainkan kecerdikan anak bilingual dalam mengekspresikan maksud pikirannya.[1]

Keuntungan Bilingualisme

Penggunaan bahasa secara berkelanjutan dan terintegrasi akan mempengaruhi struktur otak dan kemampuan kognitif anak. Sehingga, manfaat dari bilingualisme diduga tidak hanya terbatas pada komunikasi verbal, tetapi juga melibatkan seluruh aktivitas otak lain, termasuk kemampuan belajar. Plastisitas otak saat awal kehidupan memungkinkan otak untuk dapat menerima semua informasi yang diperkenalkan saat itu, termasuk bahasa. Paparan lebih dari 1 bahasa di awal perkembangan otak diduga akan meningkatkan stimulus dan akan berperan baik terhadap perkembangan otak selanjutnya.[2-4]

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak adalah stimulasi suara yang didengar. Ketika bayi hanya diperkenalkan 1 bahasa, maka area otaknya diduga hanya akan sensitif terhadap 1 bahasa itu saja. Sebaliknya, ketika bayi diperkenalkan lebih dari 1 bahasa sejak dini, maka sensitivitas pusat bahasa di otaknya diduga lebih bervariasi dan memungkinkan perkembangan yang lebih baik.[5,6]

Bukti Ilmiah Terkait Bilingualisme dan Perkembangan Otak

Blom et al melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan visuospasial dan verbal working memory antara anak monolingual dengan yang bilingual. Studi ini melibatkan 68 anak bilingual bahasa Turki-Belanda, dan 52 anak monolingual bahasa Belanda. Studi ini menemukan bahwa anak kelompok bilingual memiliki keuntungan kognitif dalam tes memori kerja visuospatial dan verbal, khususnya pada tes yang membutuhkan pemrosesan dan bukan hanya penyimpanan.[7]

Selain itu, studi lain menunjukkan bahwa kelompok anak bilingual yang memiliki kecakapan setara pada 2 bahasa, memiliki struktur korteks otak yang lebih tipis dan struktur putamen yang lebih besar dibandingkan kelompok anak bilingual yang memiliki perbedaan kecakapan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua. Kelompok anak yang tidak memiliki kecakapan setara pada kedua bahasa juga ditemukan memiliki luas permukaan korteks yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok yang memiliki kecakapan setara. Apa efek dari temuan ini secara klinis, belum diketahui.[8,9]

Saat memasuki usia sekolah, beberapa studi menunjukkan bahwa anak bilingual memiliki kemampuan statistik belajar yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang hanya menguasai satu bahasa. Tetapi, belum ada studi yang bisa menjelaskan hubungan sebab-akibatnya secara langsung.[6,10]

Kesimpulan

Bilingualisme kerap kali dikaitkan dengan kekhawatiran berupa bingung bahasa atau bahkan speech delay. Namun, kekhawatiran ini umumnya tidak didasarkan pada bukti ilmiah, melainkan pada mitos dan misinterpretasi. Berbagai bukti ilmiah yang telah dijabarkan pada artikel di atas, menunjukkan bahwa bilingualisme memiliki efek yang baik dalam perkembangan otak anak, termasuk memori dan kognisi, meskipun belum ada bukti kuat terkait hubungan sebab-akibatnya.

Referensi