Nutrisi atau suplemen yang mengandung Omega 3 Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) mempunyai manfaat yang sangat besar untuk mencegah terjadinya kelahiran bayi prematur.
Prematuritas merupakan masalah utama dalam kebidanan yang menyumbang sekitar 35% dari semua kematian bayi di Amerika Serikat pada tahun 2010. Bayi yang lahir prematur merupakan penyebab utama disabilitas perkembangan, morbiditas dan mortalitas neonatal di Kanada dan seluruh dunia.[1] Untuk meminimalkan dibutuhkan intervensi yang murah, mudah di dapatkan dan tersebar luas.
Omega-3 merupakan asam lemak esensial yang patut dikonsumsi di kehidupan. Omega-3 dan formula aktifnya banyak ditemukan pada makanan laut dan alga. Saat ini, konsumsi omega-3 dinilai memiliki efek positif bagi ibu dan janin. Akan tetapi, akibat restriksi makanan laut selama kehamilan menyebabkan kurangnya konsumsi omega-3 (formula aktif EPA dan DHA) yang diduga dapat mempengaruhi perkembangan janin dan masa kehamilan. Penelitian belakangan ini menilai konsumsi PUFA omega-3 dapat menurunkan risiko kelahiran prematur/preterm birth (PTB). [2,3]
Permasalahan yang ada saat ini adalah banyak negara berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi tidak mencapai jumlah ini, kecuali negara-negara pesisir di mana ikan dan makanan laut lainnya mudah didapat, terjangkau dan dikonsumsi secara umum. Sementara makanan laut kaya akan sumber DHA dan EPA, namun perlu diperhatikan juga nutrisi untuk wanita hamil tentang konsumsi ikan laut disarankan untuk membatasi konsumsi ikan secara berlebihan untuk menghindari potensi paparan metil-merkuri atau polychlorinated biphenyl. Akibatnya, asupan lemak n-3 rantai panjang ini jauh di bawah asupan yang dibutuhkan. [4]
Asupan PUFA Omega-3 dan Pengaruhnya Terhadap Kehamilan
Diambil dari Cochrane Database of Systematic Reviews yang dipublikasikan tahun 2019, penelitian yang melibatkan 70 RCT (jumlah sampel 19.927 wanita hamil risiko rendah, sedang dan tinggi) membandingkan antara ibu hamil yang diberikan LCPUFA omega-3 dengan plasebo tanpa Omega-3. Luaran dari penelitian ini didapatkan kelahiran prematur (13,4% vs 11,9%; RR 0,89, 95% (CI) 0,81 -0,97; 26 RCT, 10.304 peserta; high-quality evidence) dan kelahiran prematur dini < 34 minggu (4,6% vs 2,7%; RR 0,58, 95% (CI) 0,44 - 0,77; 9 RCT, 5.204 peserta: high quality evidence). Timbulnya kejadian kelahiran prematur dan kelahiran prematur dini lebih rendah pada wanita yang menerima LCPUFA omega-3 dibandingkan dengan tanpa omega-3.[5]
Penelitian yang dilakukan oleh Timothy H Ciesielski et al. menganalisis hubungan antara tingkat PTB nasional (<37 minggu kehamilan) dan asupan PUFA omega-3 dari 184 negara di tahun 2010. Kemudian menilai hubungan omega-3 dengan PTB menggunakan analisis regresi linier. Hasil Analisis menunjukkan bahwa tingkat PTB menurun secara linier dengan peningkatan kadar omega-3 hingga ~ 600 mg / hari. Analisis regresi linier yang disesuaikan dengan pendapatan di antara negara-negara tersebut menunjukkan bahwa jumlah PTB per 100 kelahiran hidup menurun sebesar 1,5 (95% CI 2,8 hingga 0,3) untuk setiap peningkatan 1 SD dalam tingkat asupan omega-3 (383 mg / hari). Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa defisiensi PUFA omega-3 mungkin merupakan faktor yang berkontribusi besar terhadap risiko PTB.[6]
Omega-3 Tidak Memberikan Manfaat pada Wanita dengan Riwayat Kelahiran Prematur Sebelumnya
Penelitian Random Control Trial oleh Harper et al (2010), melibatkan 852 wanita dengan riwayat kelahiran prematur sebelumnya yang kemudian diberikan suplemen omega-3 (1.200 mg asam eicosapentaenoic dan 800 mg asam docosahexaenoic per hari) dengan membandingkan plasebo pada kehamilan 16-22 hingga 36 minggu. Semua sampel mendapatkan 17α-hydroxyprogesterone caproate intramuskular 250 mg setiap minggu. Hasil penelitian didapatkan 37,8% (164/434) wanita dalam kelompok omega-3 terjadi persalinan prematur dan sedangkan pada kelompok plasebo ditemukan 41,6% (174/418) terjadi kelahiran prematur (risiko relatif 0,91, interval kepercayaan 95% 0,77-1,07).[7]
Pada penelitian, tidak ada perbedaan bermakna antara pemberian suplemen omega-3 dengan plasebo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, dengan pemberian Omega-3 long chain polyunsaturated fatty acid saja kurang memberi manfaat diberikan kepada wanita yang mempunyai Riwayat PTB sebelumnya. [7]
Efek Negatif Konsumsi Omega-3 Bagi Ibu Hamil
Efek samping/hasil negatif dari penggunaan omega-3 adalah timbulnya kehamilan lewat bulan diatas 42 minggu yang mungkin meningkat dari 1,6% menjadi 2,6% pada wanita yang menerima LCPUFA omega-3 dibandingkan dengan tanpa omega-3 (RR 1,61 95% CI 1,11 - 2,33; 5141 peserta; 6, moderate-quality evidence). [5]
Konsumsi EPA dan DHA yang berlebihan diduga menurunkan kadar asam arakidonat (AA) dalam eritrosit, dimana semakin sedikit AA dalam darah akan semakin meningkatkan risiko mortalitas pada bayi prematur. Rendahnya AA dalam tubuh dapat menyebabkan distress pernapasan (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan otak intraventrikuler (Intraventricular Hemorrhage), sepsis dan pemendekan usia gestasi. AA pada trimester akhir berfungsi untuk perkembangan dan maturasi organ janin, semakin sedikit asam arakidonat, semakin mengurangi transfer plasenta, mengurangi jaringan lemak janin dan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi prematur. Kadar asam arakidonat yang direkomendasikan adalah tidak boleh kurang dari 11%. [8,9]
Aspek Keamanan Omega-3 Selama Masa Kehamilan
Menurut the European Food Safety Authority, batas aman dan dapat ditoleransi asupan EPA dan DHA adalah 5 gram/hari, yang juga berlaku untuk wanita hamil dan menyusui. Namun dalam sebuah uji klinis intervensi pada wanita hamil, asupan EPA dan DHA hingga 2,7 gram/hari adalah yang paling aman dan dapat ditoleransi dan/atau Index Omega-3 ≥ 16%. [10,11]
Omega-3 tidak mesti diresepkan secara rutin kepada ibu hamil, tetapi konsumsi makanan yang mengandung Omega-3 sangat disarankan. Ada beberapa produk makanan yang mengandung omega-3 seperti ikan sarden, ikan salmon, mackerel, minyak ikan, minyak krill. Seandainya seorang ibu hamil tidak mengkonsumsi produk makanan yang mengandung omega-3 maka perlu diresepkan suplemen Omega. Berdasarkan studi Young Family Network di Jerman merekomendasikan, pemberian DHA dan EPA yang rutin sebelum dan selama kehamilan oleh karena manfaatnya yang dapat mencegah prematuritas dan tingkat morbiditas serta mortalitas bayi. [11]
Beberapa contoh makanan nabati adalah algae. Ikan yang sebaiknya dihindari adalah ikan predator rantai atas yang mengandung banyak racun seperti ikan tuna dan swordfish. [11]
Kesimpulan
Prematuritas merupakan penyebab disabilitas dan morbiditas pada lima tahun kehidupan awal. Ikan dan minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh rantai ganda atau Long Chain Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA), khususnya asam docosahexaenoic (DHA) dan asam eicosapentaenoic (EPA) yang berhubungan dengan semakin panjangnya usia kehamilan.
Asam arakidonat dan DHA sangat penting guna perkembangan saraf, mata, dan perkembangan vaskuler janin. Dengan mengonsumsi LCPUFA omega-3 menurunkan risiko prematuritas dan perbaikan hasil kesehatan baik bagi ibu dan anak. Pada prinsipnya konsumsi omega-3 aman untuk ibu hamil selama tidak melebihi batas jumlah yang direkomendasikan. Batas ideal yang dikonsumsi adalah 2,7 gram/hari, agar tidak timbul efek samping yang ditimbulkan.