Omega 3 Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) Untuk Mencegah Kelahiran Bayi Prematur

Oleh :
dr. Cipta Pramana SpOGK

Omega-3 polyunsaturated fatty acids (PUFA) dipercaya mempunyai manfaat yang sangat besar untuk mencegah terjadinya kelahiran bayi prematur. Oleh karena itu, nutrisi atau suplementasi yang mengandung omega PUFA sering dianjurkan selama kehamilan.[1]

Persalinan preterm merupakan salah satu masalah utama dalam kebidanan, yang menyumbang +35% dari semua kematian bayi di Amerika Serikat pada tahun 2010. Selain itu, bayi prematur merupakan kondisi yang berisiko menyebabkan disabilitas perkembangan, morbiditas, dan mortalitas neonatus, sehingga dibutuhkan intervensi yang murah, mudah didapat, dan tersebar luas.[1]

omega 3 bumil

Omega-3 merupakan asam lemak esensial yang patut dikonsumsi, di mana zat ini banyak ditemukan pada makanan laut dan alga. Saat ini, konsumsi omega-3 dinilai memiliki efek positif bagi ibu dan janin. Namun, restriksi makanan laut selama kehamilan dapat menyebabkan kekurangan konsumsi omega-3 (formula aktif EPA dan DHA), yang diduga dapat memengaruhi perkembangan janin. Penelitian menilai konsumsi omega-3 dapat menurunkan risiko kelahiran prematur.[2-4]

Asupan Omega-3 PUFA dan Pengaruhnya Terhadap Kehamilan

Meta analisis tahun 2019, yang melibatkan 70 uji klinis acak dengan jumlah subjek 19.927 ibu hamil risiko rendah, sedang, dan tinggi, membandingkan luaran kelompok yang mendapat suplementasi omega-3 long-chain polyunsaturated fatty acids (LCPUFA) dengan kelompok plasebo tanpa suplementasi. Hasil analisis mendapatkan kelahiran prematur dan kelahiran prematur dini lebih rendah pada kelompok yang diberikan omega-3 LCPUFA.[5]

Penelitian oleh Ciesielski et al menganalisis hubungan tingkat persalinan preterm (<37 minggu kehamilan) dan asupan omega-3 PUFA, pada 184 negara di tahun 2010. Kemudian, peneliti juga menilai hubungan omega-3 dengan insidensi persalinan preterm menggunakan analisis regresi linier.[6]

Hasil penelitian menemukan penurunan tingkat persalinan preterm secara linier dengan peningkatan kadar omega-3 hingga ~600 mg/hari. Analisis regresi linier yang disesuaikan dengan pendapatan masing-masing negara menunjukkan bahwa jumlah persalinan preterm per 100 kelahiran hidup menurun sebesar 1,5 untuk setiap peningkatan 1 SD dalam tingkat asupan omega-3, yang setara dengan 383 mg/hari. Hasil ini menunjukkan bahwa defisiensi omega-3 PUFA mungkin merupakan faktor yang berkontribusi terhadap risiko persalinan preterm.[6]

Omega-3 Tidak Memberikan Manfaat pada Persalinan dengan Riwayat Prematur Sebelumnya

Uji klinis acak oleh Harper et al (2010) memberikan suplemen omega-3 per hari (1.200 mg asam eicosapentaenoic dan 800 mg asam docosahexaenoic) kepada  852 ibu dengan usia kehamilan 16‒36 minggu dan memiliki riwayat kelahiran prematur sebelumnya. Ibu hamil secara acak mendapat suplemen atau plasebo selama 36 minggu, disertai 17α-hydroxyprogesterone caproate intramuskular 250 mg 1 kali/minggu.[7]

Hasil uji mendapatkan persalinan preterm yang tidak berbeda signifikan antara dua kelompok, yaitu 37,8% (164/434) pada kelompok omega-3 dan 41,6% (174/418) pada kelompok plasebo. Kesimpulan uji ini adalah suplementasi omega-3 saja kurang memberi manfaat jika diberikan kepada ibu hamil yang mempunyai riwayat persalinan preterm sebelumnya.[7]

Efek Negatif Konsumsi Omega-3 Bagi Ibu Hamil

Pada meta analisis tahun 2019, disebutkan bahwa efek samping atau hasil negatif dari penggunaan omega-3 adalah peningkatan kehamilan lewat bulan >42 minggu.[5]

Konsumsi EPA dan DHA pada kehamilan yang berlebihan diduga dapat menurunkan kadar asam arakidonat (AA) dalam eritrosit janin, sehingga meningkatkan risiko mortalitas pada bayi prematur akibat respiratory distress syndrome, intraventricular hemorrhage, sepsis, atau usia gestasi yang pendek. AA pada trimester akhir berfungsi untuk perkembangan dan maturasi organ janin, di mana kadar AA yang direkomendasikan pada janin adalah >11%.[8,9]

Berdasarkan European Food Safety Authority, batas aman yang dapat ditoleransi terkait asupan EPA dan DHA adalah 5 gram/hari. Batas ini juga berlaku untuk ibu hamil dan menyusui. Namun, sebuah uji klinis intervensi pada ibu hamil menemukan  asupan EPA dan DHA hingga 2,7 gram/hari merupakan batas paling aman yang dapat ditoleransi dengan indeks 0mega-3 mencapai ≥ 16%.[10,11]

Indikasi Suplementasi Omega-3 PUFA Selama Masa Kehamilan

Suplementasi omega-3 PUFA tidak harus diresepkan secara rutin kepada ibu hamil. Konsumsi makanan yang mengandung omega-3 sangat disarankan, seperti ikan sarden, salmon, mackerel, minyak ikan, dan minyak krill. Sementara, contoh makanan nabati yang mengandung omega-3 adalah alga. Namun, ikan yang sebaiknya tidak dikonsumsi selama kehamilan adalah ikan predator rantai atas, seperti ikan tuna dan swordfish.[11]

Seandainya ibu hamil tidak dapat mengonsumsi produk makanan yang mengandung omega-3 , suplementasi perlu diresepkan. Berdasarkan studi Young Family Network di Jerman, pemberian DHA dan EPA direkomendasikan secara rutin sebelum dan selama kehamilan.[11]

Kesimpulan

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara suplementasi omega-3 PUFA dengan angka kejadian persalinan preterm. Oleh karena bayi prematur berisiko mengalami disabilitas dan morbiditas, upaya pencegahan persalinan preterm harus dilakukan.

Mengonsumsi omega-3 long chain polyunsaturated fatty acid (LCPUFA) sebelum dan selama kehamilan dipercaya dapat memperpanjang usia kehamilan, sehingga akan mencegah bayi lahir prematur. Makanan dari laut, seperti ikan, minyak ikan, dan alga mengandung LCPUFA, khususnya asam docosahexaenoic (DHA) dan asam eicosapentaenoic (EPA). Namun, suatu meta analisis menemukan peningkatan kehamilan postterm pada kelompok yang mendapat suplementasi omega-3.

DHA dan EPA ini sangat penting dalam perkembangan saraf, mata, dan vaskuler janin. Pada prinsipnya, konsumsi omega-3 aman untuk ibu hamil, selama tidak melebihi batas jumlah yang direkomendasikan. Batas rekomendasi konsumsi DHA dan EPA adalah 2,7 gram/hari, agar tidak timbul efek samping.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi