Manifestasi Okular pada Kasus Keracunan Methanol

Oleh :
dr. Florentina Priscilia

Manifestasi okular pada keracunan methanol dapat menimbulkan gejala dan sekuele yang mengganggu kualitas hidup. Hal ini bisa timbul sebagai penurunan visus hingga kebutaan.[1,2]

Keracunan methanol dapat terjadi pada semua rentang usia dan jenis kelamin. Populasi risiko tinggi adalah pecandu alkohol, perokok, pekerja industri, pasien malnutrisi, dan anak. Keracunan methanol dapat terjadi akibat inhalasi atau konsumsi dalam jumlah besar makanan atau minuman dengan kandungan methanol, baik yang disengaja maupun tidak.[3,4]

shutterstock_1793373055-min

Keracunan methanol merupakan kegawatdaruratan yang berkaitan dengan kerusakan progresif yang cepat dan permanen pada organ. Kelainan dapat berupa gangguan penglihatan, disfungsi metabolik dan neurologis, hingga kematian.

Gejala awal yang umum dialami pasien adalah nyeri kepala, mual muntah, dan nyeri pada daerah epigastrium. Pada kondisi lanjut, dapat timbul gejala yang lebih berat berupa takikardi, takipnea, gangguan koordinasi, kejang, ataksia, rabdomiolisis, gagal ginjal, penurunan kesadaran, sampai dengan koma.

Dalam jangka panjang, dilaporkan terjadi gejala sisa seperti tremor, rigiditas, hipokinesia, dan parkinsonisme akibat residu asam format dengan konsentrasi tinggi di daerah putamen otak yang mengganggu jalur dopaminergik dan aktivitas enzim dopa-B-hidroksilase.[5-7]

Secara khusus keracunan methanol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa penurunan tajam penglihatan yang signifikan dan ireversibel. Beberapa gejala lain yang menyertai adalah fotofobia, rasa nyeri saat mata digerakan, dan penurunan lapang pandang. Hal ini terjadi karena proses demielinasi saraf optikus dengan gambaran klinis hiperemis, edema, dan atrofi.[8,9]

Efek Toksik Methanol pada Mata

Methanol bisa menyebabkan gangguan visual bila kadar dalam serum melebihi 20 mg/dl. Patofisiologi dari gangguan okular akibat keracunan methanol melibatkan proses absorpsi cepat methanol pada traktus gastrointestinal dan metabolisme di hepar.

Proses pemecahan methanol pada hepar oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) akan menghasilkan formaldehida yang akan dimetabolisme menjadi asam format.  Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik sistemik dan toksisitas intrinsik.

Pada mata, asam format akan terakumulasi pada saraf optik dan mengganggu rantai transpor elektron dan fungsi mitokondria, sehingga terjadi kekurangan produksi ATP. ATP yang menurun akan menyebabkan gangguan pada sistem transpor saraf, khususnya yang dependen dengan ATP, seperti saraf optikus. Hal ini menyebabkan demielinasi saraf optikus.[8-10]

Secara umum, pasien mengalami gejala awal pada 12 sampai 24 jam setelah administrasi methanol. Gejala yang dialami pada okular adalah penurunan tajam penglihatan, diskromatopsia, rasa nyeri pada saat gerakan mata, dan fotofobia. Kondisi penurunan tajam penglihatan terjadi dengan cepat dan dapat menyebabkan kebutaan dengan gambaran khas skotoma sentral atau cecocentral karena tajam penglihatan perifer umumnya terjaga.[8,10,11]

Pemeriksaan Efek Okular dari Keracunan Methanol

Diagnosis toksisitas methanol pada okular dapat ditegakkan dengan anamnesis keluhan dan pemeriksaan mata yang rinci. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi, baik untuk evaluasi diagnosis ataupun menyingkirkan diagnosis banding.

Anamnesis

Pada anamnesis perlu dilakukan penggalian mengenai onset keluhan, perjalanan penyakit, riwayat konsumsi makanan atau obat tertentu, riwayat penyakit mata dan penyakit penyerta lainnya, riwayat penyakit dalam keluarga, dan gaya hidup pasien. Methanol bisa masuk dalam sirkulasi akibat konsumsi tidak sengaja atau sengaja terhadap minuman tradisional beralkohol, zat pembersih, atau paparan industrial.

12-24 jam setelah paparan, pasien bisa tampak normal, periode ini disebut periode laten. Setelahnya, akan muncul gejala toksisitas methanol seperti mual, muntah, nyeri perut, diikuti depresi sistem saraf pusat dan hiperventilasi seiring munculnya asidosis metabolik. Manifestasi klinis pada mata, seperti telah disebutkan di atas, mencakup pandangan kabur, penurunan visus, fotofobia, dan ‘halo vision’. [9-12]

Pemeriksaan Fisik

Setelah dilakukan evaluasi tanda kegawatdaruratan dan pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan pada mata dimulai dengan tajam penglihatan. Pasien dapat mengalami penurunan tajam penglihatan yang signifikan, bahkan hingga tajam penglihatan tanpa persepsi cahaya (kebutaan). Pada pemeriksaan segmen anterior dapat ditemukan defek pada pupil berupa refleks cahaya yang menurun atau hilang.

Pada pemeriksaan segmen posterior bisa ditemukan kerusakan pada saraf optikus berupa hiperemis dan edema pada kondisi akut, yang berlanjut menjadi pucat dan atrofi pada kondisi kronis. Temuan ini terjadi secara simetris dan bilateral. Pada beberapa kasus dapat disertai dengan kerusakan pada retina dan sekitarnya, seperti bintik perdarahan di sekitar diskus optikus.[10,11,13]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai indikasi antara lain pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan alat statis (Humphrey) atau kinetik (Goldman), MRI, dan pemeriksaan Optical Coherence Tomography (OCT).

Pada pemeriksaan lapang pandang, akan didapatkan karakteristik berupa skotoma sentral atau cecocentral pada kedua mata secara simetris, sehingga saat dilakukan pemeriksaan pada lapang pandang perifer didapatkan kondisi yang baik, namun gangguan ditemukan pada lapang pandang sentral.

Pemeriksaan MRI diarahkan secara khusus pada regio saraf optikus dan kiasma untuk melihat kondisi nekrosis putamen bilateral dengan atau tanpa perdarahan yang dapat ditemukan pada beberapa kasus keracunan methanol. MRI juga digunakan untuk mengeksklusi kemungkinan penyebab lain, seperti tumor atau infeksi.

Tes elektrofisiologis dapat dilakukan secara berulang untuk melihat penurunan amplitudo sensitivitas kontras penglihatan secara dini. Pemeriksaan spesifik saraf optikus dengan OCT akan menunjukkan lapisan saraf daerah peripapil yang edema dan penipisan retina yang difus.[10,11, 13-16]

Secara umum, diagnosis keracunan methanol perlu dicurigai jika terdapat asidosis metabolik dan osmolar gap pada pemeriksaan penunjang.

Sekilas Mengenai Terapi Manifestasi Okular pada Keracunan Methanol

Toksisitas methanol pada okular sebagian besar bermanifestasi sebagai toksik okular neuropati (TON) yang memerlukan terapi secara cepat. Sembari melakukan stabilisasi hemodinamik, pasien dapat diberikan fomepizole secara intravena dengan dosis awal 15 mg/kg, dilanjutkan dosis rumatan 10 mg/kg setiap 12 jam sebanyak 4 dosis atau konsentrasi methanol kurang dari 32 mg/dl.

Jika dibutuhkan dosis tambahan selain dari 4 dosis rumatan, maka fomepizole digunakan dengan peningkatan dosis 15 mg/kg setiap 12 jam. Jika pasien menjalani hemodialisis, fomepizole sebaiknya diberikan setiap 4 jam karena akan ikut terdialisis.

Pilihan lain adalah ethanol intravena, atau dapat diberikan peroral jika sediaan injeksi tidak tersedia. Namun, penghitungan obat ini lebih sulit karena perlu mempertimbangkan konsentrasi plasma yang diharapkan, volume distribusi ethanol, dan berat badan pasien.

Secara umum, ethanol 10% dapat digunakan dengan dosis awal 8 ml/kg selama 30-60 menit, diikuti dengan dosis rumatan 1–2 ml/kg/jam. Terapi fomepizole ataupun ethanol sebaiknya dikombinasikan dengan hemodialisis.[12,15,16]

Kesimpulan

Manifestasi okular akibat keracunan methanol terjadi secara progresif dan dapat menyebabkan kebutaan. Gejala okular yang dapat muncul adalah pandangan kabur, penurunan visus, diskromotopsia, rasa nyeri pada saat gerakan mata, dan fotofobia. Pada pemeriksaan fisik mata akan didapatkan penurunan tajam penglihatan dan kerusakan saraf optikus akibat destruksi secara langsung oleh metabolit methanol berupa asam format. Tata laksana yang dapat diberikan adalah fomepizole atau ethanol, dikombinasikan dengan hemodialisis.

 

 

Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri

Referensi