Manajemen Non-Bedah Kifosis Servikal

Oleh :
dr. Gilang Pradipta Permana

Selain opsi bedah, terdapat berbagai pendekatan non-bedah yang dapat dipertimbangkan untuk manajemen kifosis servikal. Lengkung spinal normal bagian servikal adalah lordosis. Terjadinya lengkungan kifosis pada servikal dapat menyebabkan nyeri leher, mielopati, radikulopati, hingga gangguan bernapas. Pendekatan non-bedah untuk kifosis servikal menawarkan manajemen yang lebih konservatif tanpa risiko prosedur bedah dan memfokuskan pada perbaikan postur serta pengelolaan gejal.[1,2]

Komplikasi Kifosis Servikal yang Tidak Ditangani

Jika kifosis servikal tidak ditangani, potensi komplikasi termasuk peningkatan tekanan pada struktur saraf leher yang dapat mengakibatkan gangguan neurologis, seperti mielopati dan radikulopati. Kifosis servikal juga meningkatkan risiko komplikasi muskuloskeletal, seperti nyeri kronis dan kekakuan. Pada kondisi yang berat, kifosis servikal dapat menyebabkan gangguan penampilan, gangguan koordinasi, gangguan menelan, dan gangguan bernapas.[1]

KifosisServikal

Penanganan bedah untuk kifosis servikal memiliki risiko komplikasi seperti infeksi, perdarahan, dan kerusakan saraf. Selain itu, pemulihan setelah operasi bisa memakan waktu lama dan memerlukan rehabilitasi intensif.[1,2]

Basis Bukti Efikasi Pendekatan Non-Bedah untuk Kifosis Servikal

Tata laksana non-bedah diindikasikan pada kondisi kifosis servikal yang ringan atau kondisi pasien yang tidak dapat dilakukan operasi. Beberapa tata laksana yang dapat dilakukan adalah traksi servikal, terapi manipulatif dan latihan fisik bagian leher. Meski begitu, efikasi dari pendekatan non-bedah ini masih belum didukung oleh bukti yang cukup, sehingga studi lebih lanjut masih diperlukan.[1,3,4]

Terapi Fisik dengan Traksi Servikal

Sebuah tinjauan sistematik dilakukan untuk melihat manfaat traksi servikal dalam mengembalikan bentuk lordosis leher. Sebanyak 9 studi dianalisis dengan rerata durasi intervensi 2,5-3 bulan dan 30-38 sesi terapi.

Hasil yang didapatkan adalah traksi servikal dapat memperbaiki derajat lordosis leher, intensitas nyeri, disabilitas, dan range of motion setelah masa intervensi. Pengukuran lain yang ikut membaik adalah diameter kanal spinal, sensor kinestetik, dan somatosensori.

Namun, perlu dicatat bahwa sebagian besar besar studi menunjukkan adanya penurunan derajat lordosis leher setelah 12-15 bulan follow-up. Terdapat satu studi yang tidak menunjukkan perubahan derajat lordosis setelah 14 bulan follow-up karena melakukan terapi traksi rumatan dengan 6 terapi dalam 14 bulan.[3]

Terapi Manual, Latihan Fisik, dan Traksi Servikal

Oakley et al melaporkan kasus seorang wanita 24 tahun yang mengeluhkan rasa tidak nyaman pada bahu kanan dengan skala nyeri 1,5 dari 10. Terdapat riwayat cedera 4 tahun lalu. Pada pemeriksaan rontgen servikal, terdapat kifosis servikal dengan absolute rotation angle (ARA) sebesar +14,8 derajat (nilai normal -34 sampai -42).

Dilakukan terapi berupa terapi manipulatif servikal, latihan fisik, dan traksi servikal. Dalam satu siklus, pasien menjalani 35-36 sesi terapi selama 17 minggu dengan frekuensi 2 kali/minggu. Setelah siklus pertama, terdapat perbaikan derajat ARA menjadi -21,6 derajat. Pada siklus ketiga, derajat ARA menjadi -25,2 derajat. Setelah siklus ketiga, pasien tidak rutin menjalani terapi.

Berselang 3,5 tahun dari pertemuan pertama pasien, total pasien menjalani 14 terapi dengan derajat ARA menjadi -6,6. Terjadi penurunan ARA dibandingkan dengan hasil siklus ketiga. Namun, bila dibandingkan dengan pertemuan pertama, tetap terjadi perbaikan ARA.[5]

Terapi Fisik untuk Kifosis Servikal

Sebelum memulai terapi fisik, pasien perlu dievaluasi menyeluruh, termasuk pemeriksaan postur, mobilitas leher, kekuatan otot, dan penilaian nyeri. Pada latihan postur, pasien akan dibimbing untuk melakukan latihan untuk memperbaiki postur tulang belakang. Ini termasuk latihan peregangan otot leher dan penguatan otot yang mendukung tulang belakang.

Pada terapi fisik dengan teknik manual, akan dilakukan manipulasi lembut pada servikal untuk memperbaiki mobilitas tulang belakang dan mengurangi ketegangan otot di daerah servikal. Selain itu, dapat juga diberikan latihan kekuatan dan stabilitas yang bertujuan untuk memperkuat otot di sekitar leher, bahu, dan punggung atas, yang akan membantu dalam mendukung postur yang benar.

Terapi fisik diindikasikan pada kasus kifosis servikal dengan gejala nyeri atau ketidaknyamanan yang dapat dikelola secara konservatif. Pendekatan ini juga dipilih pada pasien yang memiliki kifosis servikal tanpa indikasi bedah atau komplikasi neurologis yang mengancam jiwa.

Pendekatan ini tidak dianjurkan jika pasien memiliki gejala yang memerlukan intervensi bedah segera, seperti dalam kasus kompresi sumsum tulang belakang. Kontraindikasi lain adalah pasien dengan kondisi kesehatan umum yang tidak memungkinkan untuk berpartisipasi dalam terapi fisik, seperti gangguan jantung tidak stabil atau masalah pernapasan serius.[4,7-9]

Traksi Servikal untuk Kifosis Servikal

Traksi servikal adalah metode terapeutik yang melibatkan penerapan gaya tarikan ringan pada tulang belakang leher dengan tujuan memperbaiki postur dan mengurangi tekanan pada struktur saraf di daerah servikal. Untuk melakukan traksi servikal, diperlukan meja traksi yang dapat disesuaikan, tali pengikat, dan perangkat pengukur tekanan atau beban.

Pasien berbaring telentang di atas meja traksi dengan kepala tersemat pada penyangga kepala yang dapat diatur tinggi rendahnya. Penyangga kepala diposisikan sedemikian rupa sehingga leher dapat bergerak dengan bebas. Penyangga ini seharusnya memberikan dukungan yang cukup tetapi tidak menekan kepala pasien. Beban atau tekanan yang diterapkan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Durasi traksi dapat bervariasi, biasanya sekitar 15-30 menit.

Traksi servikal tidak boleh dilakukan pada pasien dengan riwayat cedera tulang belakang atau fraktur di daerah leher, pasien dengan infeksi akut atau keadaan inflamasi di daerah servikal, serta pasien dengan tumor atau lesi maligna di daerah servikal.[7,10]

Terapi Ergonomik untuk Kifosis Servikal

Sebelum memulai terapi ergonomik, dokter perlu melakukan evaluasi postur pasien untuk mengidentifikasi masalah postur yang mungkin berkontribusi pada kifosis servikal. Ini melibatkan observasi dan pengukuran postur pasien saat duduk, berdiri, dan beraktivitas sehari-hari.

Dalam terapi ergonomik, pasien akan diberikan informasi tentang postur yang benar saat duduk, berdiri, dan mengangkat beban, serta akan diajarkan cara menghindari gerakan atau kebiasaan yang dapat memperburuk kifosis servikal. Jika perlu, perubahan akan dilakukan pada lingkungan pasien, termasuk pengaturan tempat kerja atau rumah seperti pengaturan kursi, meja, komputer, atau pemilihan bantal dan kasur yang mendukung postur.

Terapi ergonomik dapat direkomendasikan untuk individu dengan kifosis servikal ringan hingga sedang, terutama jika gejalanya terkait dengan masalah postur dan penggunaan yang salah dari peralatan atau lingkungan sehari-hari. Terapi ini juga dapat dianjurkan sebagai bagian dari pendekatan non-bedah untuk manajemen kifosis servikal yang lebih serius.[7,9]

Indikasi Rujukan ke Ortopedi

Indikasi untuk dilakukannya operasi pada kifosis servikal tidak baku. Pasien yang mengalami komplikasi gangguan neurologis, nyeri hebat, kifosis yang progresif, dan disabilitas, seperti kesulitan menelan, dapat menjadi kandidat tindakan bedah.

Tujuan dilakukannya operasi adalah mengoreksi deformitas, dekompresi saraf, dan stabilisasi spinal. Keputusan dilakukannya operasi bergantung dari derajat kifosis, deformitas tulang, dan kualitas tulang.[1,6]

Kesimpulan

Pada kasus kifosis servikal tanpa gejala neurologi serius, tata laksana non-bedah dapat menjadi pilihan dalam penanganan kifosis servikal. Beberapa tata laksana yang dapat dilakukan adalah traksi servikal, terapi manual, dan latihan fisik bagian leher. Tata laksana tersebut dapat membantu perbaikan lengkung servikal, range of motion, mengurangi disabilitas dan keluhan nyeri. Meski begitu, perlu digarisbawahi bahwa basis bukti yang tersedia mengenai efikasinya masih terbatas.

Pada kifosis yang berat, yakni yang memiliki komplikasi gangguan neurologis, nyeri hebat, kifosis yang progresif, dan disabilitas akan perlu dilakukan tindakan bedah.

Referensi