Klinik Kecantikan - Etika Kedokteran Ask The Expert - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo Dr. Pukovisa P Sp.S(K), Selamat siang dokter, ijin bertanya dok, jika kami bekerja di klinik kecantikan, untuk mendapatkan trust pasien, diperlukan iklan...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Klinik Kecantikan - Etika Kedokteran Ask The Expert

    Dibalas 05 Oktober 2021, 23:52
    Anonymous
    Anonymous
    Dokter Umum

    Alo Dr. Pukovisa P Sp.S(K), 

    Selamat siang dokter, ijin bertanya dok, jika kami bekerja di klinik kecantikan, untuk mendapatkan trust pasien, diperlukan iklan yang baik dari tindakan yang dilakukan sampai dengan dokter? Bagaimana pendapat dokter untuk hal tersebut? 

     

    Terima kasih dokter 

04 Oktober 2021, 22:09
Kompetensi kecantikan kan memang bukan untuk dokter umum ya Dok?
Setahu saya SKDI itu baku standar nasional untuk kompetensi tindakan dan terapi yang boleh dilakukan atau diberikan oleh dokter umum.
Jika didalam SKDI tidak ada tulisan boleh menangani tindakan dan kasus estetik.
Artinya ya tidak boleh menangani kasus.
Kursus, seminar, dll tidak bisa menggantikan sekolah formal.
Buktinya kasus komplikasi sudah banyak sekali ya.
Apakah kita mau tambah lagi korban nya?
04 Oktober 2021, 22:16
dr.Amelia Minggu Poddala
dr.Amelia Minggu Poddala
Dokter Umum - Kecantikan
Sebaiknya segera ditetapkan batasan oleh yang berwenang mengenai mana yg boleh mana yg tidak boleh dilakukan agar tidak simpang siur ya Dok.
05 Oktober 2021, 17:31
Jika diberi satu aturan baku saja berupa SKDI sudah tidak patuh,
Selalu mencari cara, alasan atau pembenaran untuk bisa praktek diluar kompetensi yang diberikan.
Tentunya tidak perlu lagi ada aturan lain.
Sudah pasti nantinya akan dilanggar juga kan?
Tidak ada yang rancu. Aturan cuma satu
Tinggal dokternya mau ikut aturan atau membenarkan diri sendiri dengan alasan merasa rancu.
Kompetensi dokter umum itu sudah banyak
Tidak harus jadi dokter estetik kan ya?
01 Oktober 2021, 14:25
dr.Pukovisa Prawiroharjo
dr.Pukovisa Prawiroharjo
Dokter Spesialis Saraf
Trust tidak bisa dibangun dengan iklan, tapi performa yg konsisten. Terkait klinik sebagai faskes, secara umum boleh memberikan informasi ke masyarakat terkait layanan yang dilakukan di faskes tersebut. Apabila informasi itu melibatkan dokter, perlu lebih hati2 dan menyesuaikan dg fatwa MKEK tentang Dr beriklan dan media sosial.
03 Oktober 2021, 21:45
Perlu juga dipertimbangkan, apakah layanan yang diberikan sudah sesuai dengan kompetensi dokter yang memberikan pelayanan ya.
Jika memang dokter umum, mohon diperhatikan baik2 list kompetensi dokter umum itu apa saja.
Jika tidak ada kompetensinya, tidak punya ijazahnya, sebaiknya tidak memberikan terapi kepada pasien, baik itu berupa obat ataupun tindakan.
Supaya kelak tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Misalnya: kerusakan kulit pasien dan komplikasi akibat obat yang diberikan/ tindakan yang dilakukan.
05 Oktober 2021, 21:11
Baik, kpd dr. Schandra, Sp. DV, dgn hormat saya memohon maaf apabila ada salah kata atau ada kalimat yg menyinggung dlm pernyataan saya sebelumnya, saya mohon maaf sebesar2 nya. 🙇‍♀️ 
Mgkn ijin untuk meluruskan pernyataan sebelumnya Dok
🙂 


Kalau saya pribadi ditanya, apakah setuju seorang dokter umum membuka klinik kecantikan atau pelayanan jasa estetik? Jawaban saya, tidak. 
Kalau ditanya lg, memilih melakukan perawatan terkait estetik di dokter umum kecantikan atau dokter kulit? 
Jawaban saya, pasti ke dokter kulit. 
Karena saya pribadi cukup tau batasan dari keilmuan, hingga SKDI dokter umum yg memang dlm hal estetika, sama sekali bukan kompetensi nya. Bahkan memang tdk ada mata kuliah estetik atau kecantikan dlm kurikulum dokter umum.
Namun, ketika sejawat dokter umum membuka klinik kecantikan, dan dia bisa mendapatkan ijin tanpa adanya batasan tindakan, apakah saya akan menyalahkan sejawat dokter umum tsb?
Jawabannya tentu tidak, karena mereka berpraktek estetik legal dan sdh berijin.
Terlepas dari apakah dia nantinya, berpraktek sesuai atau tdk dgn SKDI sbg dokter umum.


Sehingga mksdnya, klo memang estetik bukan dlm ranahnya dokter umum sedari awal, seharusnya tdk semudah itu seorang dokter umum membuka praktek klinik kecantikan.


Misalnya, diberlakukan peraturan dari Persatuan Dokter Kulit Indonesia, seperti yg disebutkan, klo mau buka klinik kecantikan, supervisi nya harus seorang dokter kulit, wlwpun yg melakukan tindakan merupakan dokter umum (dlm pengawasan dokter kulit).
Wlwpun dlm hal ini, bukan dlm kewenangan saya jg membuat aturan tsb.
🙇‍♀️


Sehingga harapan saya pribadi ke depannya, tdk semakin banyak praktek estetik yg hanya dipegang oleh dokter umum yg basic nya hanya dari seminar dan pelatihan saja. 


Karena jujur, saya pun risih sbg seorang dokter umum, meliat sejawat dokter umum yg sepertinya sdh sangat menjaring menjadi dokter kecantikan saat ini. Pdhl itu bukan sama sekali kompetensi mereka.


Itu saja pendapat yg ingin saya sampaikan Dok, mohon maaf skli lg klo pendapat saya kurang berkenan. 🙇‍♀️

05 Oktober 2021, 23:52
Alo Dr Novia Mulia Pertiwi,Setahu saya di Dinkes/di PTSP tdk ada pengurusan praktek estetik Dok, Yg ada pengurusan praktek pribadi, praktek bersama, klinik utama. Jika izin klinik benar merupakan izin sebagai klinik estetik sepengetahuan saya perlu SIP Dokter penanggung jawab: Sp.KK/Sp.BP/Sp.GK/Sp. Akupuntur, Sekedar sharing 🥰🙏🏻 Semoga bermanfaat,
Mhn maaf bila ada kekurangan.
05 Oktober 2021, 17:33
Dan sejak dulu sampai sekarang tidak pernah ada yang namanya kesenjangan antara dokter umum dengan dokter spesialis.
Yang ada itu perbedaan jenjang pendidikan ya.
Yang sudah pasti akan berimbas ke perbedaan tingkat pengetahuan, keterampilan, ijazah, standar kompetensi, dan wewenang medis yang diberikan untuk setiap profesi.
05 Oktober 2021, 21:57
Setahu saya Perdaweri tidak punya Kolegium ya?
Itu kelompok seminat saja.
Bidang spesialisasinya juga banyak.
Sampe ada bedah plastik juga.
Seperti nya juga tidak berhak mengatur soal kompetensi kan ya Dok?
03 Oktober 2021, 23:44
Saya setuju, sebagai dokter umum dan kecantikan tetap melakukan sesuai dengan kompetensi kecantikan namun tetap dalam bidang dokter umumnya, bila menemukan kasus spesialisasi jangan ragu untuk merujuk pasien tersebut. Anda akan mendapatkan "Trust" Dari pasien karena kredibilitas anda juga keprofesionalan anda selama menangani semua pasien. Trust akan terbentuk dengan sendirinya ketika pasien merasa nyaman dan aman pada dokter nya. Tentunya pasien juga merasa dokter memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya, tidak melebihi aturan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga sebuah "Trust" Anda memerlukan skill yang mumpuni dari berbagai pelatihan dan seminar kecantikan terpercaya dalam melatih skill anda. Tentunya dokter kecantikan pun, didampingi oleh Dokter spesialis kulit dalam pemberian pengetahuan mengenai pendalaman skill seperti seminar, webinar, workshop dsb. Iklan hanya membantu anda memperluas jaringan marketing anda, namun dengan catatan kualitas klinik dan skill anda sudah dapat membuat pasien mengiklankan klinik dan anda sendiri kepada pasien luar lainnya. Terima kasih :)
04 Oktober 2021, 12:52
Menurut saya jika memang sungguh-sungguh berminat untuk mendalami bidang estetik, kecantikan, dsb.
Sebaiknya dokter lebih banyak berinvestasi atau perlu mengalokasikan lebih banyak waktu dan tenaga untuk mempelajari hal tersebut ya.
Misalnya: Melalui sekolah spesialisasi kulit dan kelamin.
Supaya ilmu dan keterampilannya betul2 memadai untuk mengobati pasiennya.
Dan tidak berpotensi untuk menimbulkan kerugian pada para pasien nya.
Jika hanya sekedar kursus, webinar dan seminar. Itu sifat nya hanya pengetahuan umum. Tidak cukup untuk disebut sebagai peningkatan kompetensi. Apalagi sampai dibawa praktek.
Misal kami sebagai dokter spesialis itu ikut seminar, webinar, kursus atau bahkan sampai ikut program fellowship sekalipun . Tentunya hal ini tidak serta merta membuat kami berhak mencantumkan gelar spesialis konsultan atau buka praktek dengan label spesialis ahli/ konsultan kan ya?
Menurut saya, semua itu sudah ada jalurnya, yang diatur untuk keselamatan dokter dan pasien nya.
Kabar baiknya: kita tinggal ikuti jalur itu saja.
Jangan mencari cara untuk keluar jalur
Karena akibatnya bisa muncul banyak korban ya.
04 Oktober 2021, 22:01
dr.Amelia Minggu Poddala
dr.Amelia Minggu Poddala
Dokter Umum - Kecantikan
Kompetensi kecantikan yg tetap dalam bidang dokter umumnya contohnya apa saja ya Dok? Adakah yg selain di SKDI? Terima kasih
04 Oktober 2021, 22:21
dr. Amelia. SKDI itu kan sudah merupakan suatu batasan kewenangan ya? Tidak ada simpang siur dan keraguan di dalamnya. Tinggal dokter Amelia mau patuh dengan SKDI atau tidak? Yang berwenang sudah bikin peraturan lewat SKDI. Peraturan apa lagi yang dr.Amelia maksud?
04 Oktober 2021, 22:28
dr.Amelia Minggu Poddala
dr.Amelia Minggu Poddala
Dokter Umum - Kecantikan
Ya benar sekalo dok,  justru itu sy bertanya untuk memastikan bahwa kiblat kita saat ini sesuai SKDI.
05 Oktober 2021, 17:53
Sekarang saya tanya: dr. Novia jadi dokter yang praktik di Indonesia, menganggap SKDI tidak selalu harus dipatuhi itu berarti tidak mengakui SKDI atau bagaimana?
Atau dr. Novia mau buat sendiri standar kompetensi nya, sesuai apa yang diinginkan?
Itu kan standar SKDI dibuat dengan sangat hati-hati oleh para ahlinya ya.
Mari kita hargai dan patuhi saja aturan yang sudah ada. Tidak usah ribut kepingin bikin aturan baru, hanya karena kepingin praktik estetik.
Kepingin praktik estetik itu boleh.
Ayo sekolah spesialisasi DV. Nanti kita ajari cara praktik estetik yang betul.
Supaya pasien nya tidak babak belur ya.
Jangan setelah menerima kasus yang bukan kompetensi nya, berani memberikan terapi, melakukan tindakan,
Tapi jika ada efek samping yang parah, tidak bisa mengatasi lalu baru kasus komplikasinya nya lari  ke dokter spesialis.
Bukan begitu cara praktik yang etis.
Itu baru namanya pelanggaran etika ya Dok.
05 Oktober 2021, 21:55
Bagaiamana menurut dokter ttg PERDAWERI ?
05 Oktober 2021, 17:32
Memberikan terapi dan melakukan tindakan medis tidak sesuai kompetensi itu bukan lagi pelanggaran etik ya.
Tapi itu jatuhnya sudah pelanggaran hukum.
04 Oktober 2021, 22:09
Jawaban saya merunut  setuju ke pendapat dr. Schandra, spkkya bukan membetulkan pertanyaan dokter yang bertanya diatas..  Maksd saya misal seperti kasus nevus, melanoma atau semacamnya tentunya kita tidak perlu mengutak ngatik dengan alat yang skrg marak ada diklinik kecantikan tetep disesuaikan dengan jalur skdi nya yakni diarahkan kepada spkk. Seperti kasus pit alba, pit versikolor kita masih dapat melakukan tatalaksana bukan? Sembari memberikan edukasi kecantikannya
04 Oktober 2021, 22:15
Ya Dok.
Itu sebabnya para dokter wajib dan  harus baca baik-baik, kalo perlu ya hapal list kompetensi di SKDI nya.
Jika sudah sesuai SKDI sih nggak papa lho.
Yang repot itu kan dokter umum ngobatin Melasma atau Acne sedang sampai berat atau kasus lain yang memang tidak ada di SKDI nya.
Itu bahaya.
Dan rawan komplikasi ya.
04 Oktober 2021, 22:22
dr.Amelia Minggu Poddala
dr.Amelia Minggu Poddala
Dokter Umum - Kecantikan
Ya benar sekali dok. Sy rasa memang perlu ada aturan yg jelas sejauh mana dokter umum bisa melakukan terapi dan tindakan di klinik kecantikan. Karena saat ini klinik kecantikan sangat menjamur, alat2 laser, cauter dsb pun di jual bebas dan bisa di beli juga oleh dokter umum. Kursus2 atau training juga dok. Alangkah baiknya kalau ada aturan yg mengaturnya. Kira2 begitu maksud sy dok.
04 Oktober 2021, 22:21
Nah pertanyaannya ini dok skrg.. Aku sendiri suka banget ngikutin webinar yang diadakan oleh organisasi resmi kulit dan kelamin yang mana yang mengisi narasumber juga dari  para senior konsultan dokter spkk dan spdv dan para anggotanya sebagian besar adalah dokter umum, , dan ada AAM, dll deh dok.. Nah itu bagaimana dok? Isinya beragam mulai dari penatalksanaan acne, melasma dll, pembahasan skincare, pembahasan treatment dll.
04 Oktober 2021, 22:28
Saya kan sudah bilang. Itu bagian dari pengetahuan umum. Bukan bagian dari kompetensi. Bukan buat langsung menangani pasien. Paparan materi se m-singkat itu kan jelas tidak bisa menggantikan proses pembelajaran resmi.
Kami berbagi ilmu agar para teman kami bisa mengenali gejala penyakit. Dan menerangkan kemungkinan terapi nya. Lalu dirujuk jika tidak ada kompetensinya di SKDI. Jadi pasien nya tidak menuduh dokter umum tidak tahu apa-apa.
Misalnya dokter umum tahu bahwa psoriasis bisa diobati dengan metotrexat atau infliximab kan bukan berarti boleh meresepkan metotrexat atau infliximab? Iya kan?
Kenapa coba? Karena jika terjadi komplikasi, dokter umum nya nggak bisa mengatasi.
Gitu lho.
05 Oktober 2021, 00:32
Ijin ikut berdiskusi dok.. 🙂
Mgkn tntg dokter umum dan klinik kecantikan tdk hanya perlu berdasar SKDI saja ya. Di mana pd kenyataannya sendiri, ketika suatu klinik dibuka, maka diperlukan perijinan praktek dll. Nah, di mana saat ini perijinan tsb yg bisa didapatkan oleh dokter umum sehingga bisa berpraktek.
Sehingga klo memang dokter umum tdk boleh buka klinik kecantikan berdasarkan SKDI, tp kenapa perijinan tsb bisa didapatkan?
Dan pun, tdk termasuk dlm pelanggaran etika ketika dokter umum membuka atau melakukan tindakan estetik.
Mgkn di sini titik dari rancunya Dok, tentang batasan apa saja yg bisa dilakukan oleh dokter umum terkait tindakan dlm bidang estetik.
🙇‍♀️
Sehingga mgkn peraturan tentang praktek klinik kecantikan sendiri, perlu diperjelas yg mana boleh dan tdk boleh, selain berdasarkan SKDI.
Agar tdk ada jg kesenjangan antar sejawat dokter umum klinik kecantikan dgn dokter Sp. DV sendiri.
🙇‍♀️
05 Oktober 2021, 17:32
Mengenai perijinan itu merupakan wewenang Dinkes setempat.
Namun kompetensi semua dokter dalam hal memberikan terapi dan melakukan tindakan medis kepada pasien, sudah diatur dalam standar kompetensi masing-masing.
Untuk dokter umum pedoman baku dan peraturan nya cuma satu. Yaitu SKDI.
Tidak masalah berpraktik estetik namun kasus yang ditangani dan tindakan yang dilakukan  tidak boleh keluar dari SKDI (sesuai kompetensi dokter umum).
Saran saya: Jika sampai ada klinik/praktik estetik yang tidak kepalai atau disupervisi oleh Sp.KK/Sp.DV didalamnya,
Harus betul2 memilih kasus yang sesuai SKDI.
Tindakan medis yang dilakukan juga harus sesuai dengan SKDI. Hati2 jgn melenceng dari SKDI karena jika sampai ada komplikasi atau efek samping dari terapi atau tindakan medis  yang diberikan
Lalu sampai ada tuntutan atau gugatan hukum dari pasien sebagai korban,
Maka yang akan dijadikan sebagai patokan betul atau salahnya terapi atau tindakan itu dikerjakan oleh dokter umum adalah standar kompetensi dokter umum (SKDI)
04 Oktober 2021, 12:56
Betul sekali dokter.. :)