Sejak wabah mendadak penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) di Kota Wu Han, China disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2),...
Badai Sitokin pada Covid-19 - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Badai Sitokin pada Covid-19

Sejak wabah mendadak penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) di Kota Wu Han, China disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), hanya dalam dua bulan, epidemi telah menyebar dengan cepat di seluruh dunia. Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) menyatakan wabah COVID-19 sebagai pandemi.1 Sebagian besar pasien dengan COVID-19 memiliki prognosis yang baik, tetapi ada beberapa individu yang masuk dalam keadaan kritis dan bahkan kematian. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan kegagalan multi-organ terjadi dengan cepat, yang mengakibatkan kematian dalam waktu singkat.2 Badai sitokin dianggap sebagai salah satu penyebab utama ARDS dan kegagalan organ multiple.3
Badai sitokin mengacu pada pelepasan sitokin proinflamasi yang berlebihan dan tidak terkontrol karena adanya hiperaktivasi sel imun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi menular, penyakit reumatik autoimun dan imunoterapi pada tumor.1 Badai sitokin ini mendasari imunopatogenesis terjadinya berbagai proses patologis seperti ARDS, sepsis, Graft-versus-Host Disease (GvHD), serta secondary hemophagocytic lymphohistiocytosis (sHLH) atau macrophage activation syndrome (MAS).4 Kondisi MAS merupakan sHLH paling sering dijumpai pada penyakit di bidang reumatologi seperti systemic juvenile idiopathic arthritis (sJIA) dan adult onset still disease (AOSD), namun dapat pula dijumpai pada penyakit reumatologi lain seperti lupus, spondiloartritis, dan dermatomyositis yang berat.5–7Prokalsitonin dapat menjadi salah satu penanda untuk membedakan gejala badai sitokin dengan infeksi bakteri/sepsis.
Mekanisme imunologis badai sitokin yang disebabkan oleh coronavirus tidak sepenuhnya dapat dijelaskan, dan data yang ada sebagian besar berasal dari coronavirus SARS (SARS-CoV) yang merupakan perbandingan terdekat untuk SARS-CoV-2. Dipercayai bahwa kinetika keterlambatan pembersihan virus adalah pemicunya.8 Respon interferon (IFN) tipe I yang tertunda memainkan peran penting dalam proses SARS. Pada fase awal, SARS-CoV menghindari pattern recognition receptors (PRRs) dan memiliki respon antagonis terhadap IFN tipe I dengan menginduksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki PRRs, menutup mRNA, dan protein yang menghambat kaskade PRRs.9 SARS-CoV-2 mengikat sel epitel alveolar. Kurangnya IFN tipe 1 pada saluran napas dan sel epitel alveolar menyebabkan replikasi virus yang cepat, kemudian virus mengaktifkan sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif, menghasilkan pelepasan sejumlah besar sitokin seperti IL-6 dan IL-1β, IL-2, IL-8, IL-17, G-CSF, GM-CSF, IP10, MCP1,dan TNF.10–12 Selain itu, karena peran faktor-faktor proinflamasi ini, permeabilitas pembuluh darah meningkat, sejumlah besar cairan dan sel darah masuk ke dalam alveoli, mengakibatkan dispnea dan bahkan kegagalan pernapasan.13 Oleh karena tingginya kadar sitokin pro-inflamasi, sebagian pasien COVID-19 akan jatuh dalam stadium paling berat, yang bermanifestasi sebagai sindrom hiperinflamasi sistemik ekstra-paru. Pada stadium ini penanda inflamasi sistemik terlihat sangat tinggi. Oleh karena itu, memblokir badai sitokin sangat penting untuk mengurangi tingkat kematian COVID-19.1
(Konten ini khusus untuk dokter. Registrasi untuk baca selengkapnya)