Nutrisi Kejar untuk Faltering Growth

Oleh :
dr. Renate Parlene Marsaulina

nutrisi-min

Nutrisi kejar tumbuh atau catch-up-growth harus diinisialkan segera setelah anak dengan gagal tumbuh (growth faltering) teridentifikasi.

Tata Laksana growth faltering, dimulai dari identifikasi (pemantauan growth faltering) hingga pemberian nutrisi untuk kerja tumbuh. WHO sendiri, menyatakan bahwa acuan untuk catch-up growth selain memberikan makan sehari-hari dengan gizi seimbang dapat diberikan tambahan nutrisi dengan energi dan protein yang adekuat. Pedoman dari WHO menyarankan untuk kenaikan berat badan 10 - 20 g/kg/hari, dibutuhkan sekitar 126 - 167 kcal/kg/hari dan 2,82 - 4,82 gram protein per hari.[1]

Formula Padat Nutrisi 1 kcal/ml dan 1,5 kcal/ml Terbukti Meningkatkan Berat Badan

Di Indonesia sendiri, penelitian randomized controlled trial oleh Devaera et al,. menemukan pemberian 1 kcal/mL dan 1,5 kcal/mL dengan kisaran protein 2,4 gram dan 3,4 gram terbukti meningkatkan berat badan anak usia 3 - 6 tahun dengan malnutrisi ringan sedang selama 28 hari. Pemberian makanan harian gizi seimbang dengan intervensi formula padat nutrisi ini dinilai efektif dan ditoleransi dengan baik oleh anak dengan faltering growth.[2]

Hampir serupa dengan penelitian oleh Devaera et al. di Korea, pemberian 1,0 kcal/mL dengan 12 gram protein pada anak dengan faltering growth akibat etiologi non-organik dapat meningkatkan berat badan dalam masa 6 bulan.Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 1 kcal/mL efektif, dapat ditoleransi dengan baik, dan memiliki kepatuhan yang tinggi pada anak dengan faltering growth.[3]

Faltering Growth dan Defisiensi Mikronutrien

Tidak hanya makronutrien dengan densitas tinggi  kalori saja yang dibutuhkan untuk mengejar tumbuh kembang anak, mikronutrien juga memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Berdasarkan penelitian, negara berkembang memiliki kecukupan mikronutrien yang umumnya rendah. Beberapa mikronutrien tersebut adalah vitamin A, D, E, folat, zat besi dan zinc.[4-6]

Salah satu dampak anak dengan stunting dan kekurangan nutrisi adalah anemia defisiensi besi. Adanya anemia dapat menyebabkan terganggunya perkembangan kognitif maupun gangguan perkembangan fisik.[4-7]

Hubungan erat antara stunting dan anemia terlihat dari penelitian oleh Rahman et al. dimana anak dibawah usia 5 tahun yang menjadi subjek penelitian sebanyak 41,4% dari 2283 anak teridentifikasi stunting dengan 51% anak diantaranya mengalami anemia.[7]

Walaupun dalam penelitian ini dikatakan risiko anemia pada anak berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Akan tetapi, nilai pengurangan ini lebih rendah pada anak dengan stunting. [8]. Dampak anemia defisiensi besi ini berhubungan erat dengan gangguan perkembangan neurokognitif,  gangguan metabolisme otak, dan gangguan emosi.[8,9]

Permasalahannya adalah berdasarkan tinjauan pustaka, zat besi dalam susu sapi sulit diabsorbsi oleh tubuh. Hal ini disebabkan oleh karena konsentrasi kalsium yang tinggi pada susu sapi dan protein susu sapi yang mencegah uptake protein. Salah satu cara untuk meningkatkan uptake besi di saluran cerna adalah dengan menambahkan fortifikasi zat besi dengan vitamin C.[10]

Selain zat besi, omega-3 dan omega 6, kalsium serta vitamin D dibutuhkan untuk membantu tumbuh dan kembang anak.[4-6]

Referensi