Evaluasi Vaksin COVID-19 Moderna pada Remaja – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Evaluation of mRNA-1273 SARS-CoV-2 Vaccine in Adolescents

Ali K, Berman G, Zhou H, Deng W, Faughnan V, Coronado-Voges M, Ding B, Dooley J, Girard B, Hillebrand W, Pajon R, Miller JM, Leav B, McPhee R. New England Journal of Medicine. 2021 Aug 11:NEJMoa2109522. PMID: 34379915.

Abstrak

Latar Belakang: insidensi COVID-19 pada kalangan remaja berusia 12–17 tahun adalah sebesar 900 per 100.000 populasi sejak 1 April hingga 11 Juni 2021. Data keamanan, imunogenitas, dan efikasi vaksin COVID-19 milik Moderna (mRNA-1273) pada remaja belum diketahui.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Metode: dalam uji klinis placebo-controlled yang masih berjalan di fase 2–3 ini, peneliti membagi remaja yang sehat (usia 12–17 tahun) ke dalam grup vaksin COVID-19 Moderna dan grup kontrol dengan perbandingan 2:1. Tiap remaja dalam grup vaksin mendapatkan dua injeksi (masing-masing 100 µg), sementara tiap remaja dalam grup kontrol mendapatkan plasebo. Interval antar injeksi adalah 28 hari.

Luaran primer yang diukur adalah keamanan vaksin COVID-19 Moderna pada remaja dan noninferioritas respons imun yang dibentuk oleh remaja bila dibandingkan dengan orang dewasa muda (18–25 tahun) dalam percobaan fase 3. Sementara itu, luaran sekunder yang dinilai adalah efikasi vaksin ini dalam mencegah COVID-19 maupun infeksi asimtomatik dari SARS-CoV-2.

Hasil: sebanyak 3.732 partisipan diacak untuk mendapatkan vaksin mRNA-1273 (2.489 orang) atau plasebo (1.243 orang). Pada grup vaksin, efek samping yang paling sering terjadi setelah injeksi pertama atau kedua adalah nyeri lokasi suntik (93,1% dan 92,4% secara berurutan), nyeri kepala (44,6% dan 70,2%), dan fatigue (47,9% dan 67,8%).

Pada grup plasebo, efek samping yang paling sering dirasakan setelah injeksi pertama atau kedua adalah nyeri di lokasi suntik (34,8% dan 30,3%), nyeri kepala (38,5% dan 30,2%), dan fatigue (36,6% dan 28,9%). Tidak ada efek samping yang serius yang berhubungan dengan vaksin atau placebo.

Rerata geometrik titer rasio dari antibody neutralizing pseudovirus pada remaja relatif terhadap orang dewasa muda adalah 1,08 (95%CI 0,94–1,24) dan perbedaan absolut dalam respons serologis adalah 0,2 poin (95%CI -1,8–2,4). Angka ini memenuhi kriteria noninferioritas. Pada grup vaksin, tidak ada kasus COVID-19 yang terjadi dalam waktu 14 hari setelah injeksi kedua, sedangkan pada grup plasebo, ada 4 kasus.

Kesimpulan: vaksin COVID-19 Moderna (mRNA-1273) memiliki profil keamanan yang baik pada remaja. Respons imun yang terbentuk pada remaja hampir sama dengan respons imun yang terbentuk pada orang dewasa muda. Selain itu, vaksin ini terbukti efektif untuk mencegah COVID-19 pada remaja.

Evaluasi Vaksin COVID-19 Moderna pada Remaja-min

Ulasan Alomedika

COVID-19 dapat menyerang orang dalam segala kelompok usia termasuk anak-anak. Insidensi COVID-19 pada remaja adalah sebesar 900 per 100.000 populasi di bulan April sampai Juni 2021. Meskipun sebagian besar kasus remaja bersifat ringan bila dibandingkan dengan orang dewasa, beberapa remaja juga dapat mengalami sindrom respirasi akut yang mengancam nyawa.

Sayangnya, hingga saat ini, data mengenai efikasi dan keamanan vaksin COVID-19 pada remaja, termasuk vaksin mRNA-1273 produksi Moderna, masih terbatas. Oleh karena itu, uji klinis ini ingin mengevaluasi efikasi, keamanan, dan imunogenitas vaksin COVID-19 Moderna pada remaja berusia 12–17 tahun.[1]

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis acak dengan kontrol plasebo. Kriteria inklusi dan eksklusi telah dinyatakan dengan jelas, sehingga dapat meningkatkan validitas hasil penelitian. Kriteria inklusi adalah remaja usia 12–17 tahun yang berada dalam kondisi sehat menurut 26 investigator Amerika Serikat.

Kriteria eksklusi adalah remaja yang bepergian ke luar Amerika Serikat dalam waktu 28 hari sebelum skrining dan remaja yang hamil atau menyusui. Selain itu, kriteria eksklusi juga mencakup remaja yang mengalami penyakit akut atau demam 24 jam sebelum skrining, remaja yang sudah mendaftar investigasi vaksin lain, dan remaja yang sedang menjalani investigasi profilaksis COVID-19 saat periode penelitian.

Partisipan diacak ke dalam grup vaksin dan grup kontrol dengan rasio 2:1. Grup vaksin mendapat dua injeksi vaksin COVID-19 Moderna (masing-masing 100 µg), sedangkan grup kontrol mendapat plasebo. Interval antar injeksi adalah 28 hari.

Penelitian ini memiliki luaran klinis primer dan sekunder yang dapat diukur secara jelas. Luaran klinis primer yang dinilai adalah keamanan dan imunogenitas. Data diambil dari pencatatan keluhan pasien melalui diary elektronik. Luaran primer imunogenitas diukur dengan membandingkan respons antibodi serum (berupa titer pseudovirus neutralizing antibody) pada remaja 28 hari pascainjeksi dosis kedua.

Luaran klinis sekunder yang dinilai adalah insidensi infeksi SARS-CoV-2 asimtomatik maupun penyakit COVID-19 (ada keluhan COVID-19 yang konsisten dengan infeksi SARS-CoV-2 dan ada hasil polymerase chain reaction positif) dengan onset 14 hari setelah dosis kedua vaksin Moderna atau plasebo.[1]

Ulasan Hasil Penelitian

Reaksi efek samping lokal lebih banyak dirasakan oleh grup vaksin setelah injeksi dosis pertama (94,2%) dan setelah dosis kedua (93,4%) dibandingkan dengan grup plasebo (36,8%) dan (32,6%). Reaksi lokal yang paling dikeluhkan adalah nyeri setelah suntikan (dosis pertama 93,1% vs 34,8% dan dosis kedua 92,4% vs 30,3%).

Secara umum, keluhan sistemik lebih banyak terjadi pada grup vaksin dan pada dosis injeksi kedua. Pada grup vaksin, reaksi sistemik dilaporkan pada 68,5% partisipan dosis pertama dan 86,1% partisipan dosis kedua. Reaksi sistemik yang banyak dikeluhkan adalah fatigue, nyeri kepala, myalgia, dan rasa menggigil.

Untuk efek samping nyeri kepala, perbandingan antara grup vaksin dan grup plasebo adalah 44,6% vs 38,5% pada dosis pertama dan 70,2% vs 38,5% pada dosis kedua. Untuk efek samping fatigue, perbandingan antara grup vaksin dan grup plasebo adalah 47,9% vs 36,6% pada dosis pertama dan 67,8% vs 28,9% pada dosis kedua. Demam derajat 3 dan 4 terjadi pada grup vaksin, yakni sekitar 2% partisipan mengalami demam derajat 3 dan <0,1% mengalami demam derajat 4 (1 orang).

Luaran primer noninferioritas yang diukur adalah titer antibody neutralizing pada remaja di fase 2 penelitian dibandingkan dengan orang dewasa muda di fase 3 penelitian. Rasio titer rerata antibody neutralizing pada remaja relatif terhadap orang dewasa muda adalah 1,08. Respons serologis remaja adalah 98,8% dan orang dewasa muda adalah 98,6%. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil ini memenuhi kriteria noninferioritas untuk luaran klinis primer.

Efikasi vaksin COVID-19 Moderna 14 hari setelah injeksi dosis kedua cukup sulit dinilai karena insidensi COVID-19 pada populasi penelitian ini cukup rendah (hanya ada 4 kasus di grup plasebo dan 0 kasus di grup vaksin). Efikasi vaksin Moderna menurut definisi CDC (ada tidaknya COVID-19 dalam 14 hari setelah injeksi dosis kedua) adalah 93,3% pada populasi per-protocol dan 92,7% untuk kasus dengan onset 14 hari setelah injeksi pertama di populasi dengan modifikasi analisis intention to treat (mITT1).[1]

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini memiliki sampel yang cukup besar, sehingga dapat meningkatkan validitas hasil analisis. Penelitian ini mengukur titer antibodi dan respons serologis, yang secara objektif dapat dibandingkan dengan respons pada orang dewasa.

Analisis studi dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis dengan populasi per-protocol (sampai dosis kedua) dan dengan populasi modifikasi intention to treat (mengeksklusi partisipan yang mendapatkan injeksi yang tidak tepat). Hasil penelitian dapat langsung diaplikasikan di pelayanan klinis.[1]

Kekurangan Penelitian

Analisis efikasi yang sebenarnya berperan penting secara klinis hanya merupakan luaran klinis sekunder dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan rendahnya insidensi COVID-19 pada remaja bila dibandingkan dengan orang dewasa. Meskipun demikian, efektivitas vaksin COVID-19 Moderna pada remaja didukung oleh bukti noninferioritas dari hasil imunogenitas vaksin.

Angka infeksi asimtomatik juga terbatas jumlahnya, sehingga peneliti sulit mendapatkan hasil yang valid. Karakteristik populasi dalam penelitian ini juga dinilai kurang beragam, sehingga mungkin kurang representatif atau tidak bisa diaplikasikan ke semua populasi.

Selain itu, ada efek samping langka berupa miokarditis setelah vaksinasi COVID-19 Moderna yang telah dilaporkan oleh studi lain tetapi tidak ditemukan dalam studi ini. Menurut hasil studi Bozkurt et al., angka kejadian miokarditis pada penerima vaksin Moderna yang berusia 12–39 tahun adalah 12,6 kasus per 1 juta dosis kedua.[1,2]

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Vaksinasi COVID-19 Moderna pada remaja usia 12–17 tahun memiliki profil keamanan yang cukup baik dan dapat membentuk reaksi imunogenitas yang noninferior bila dibandingkan dengan orang dewasa muda. Efikasi vaksin ini mencapai 92–93%.

Hasil penelitian ini tentu bermanfaat bagi Indonesia karena saat ini vaksin COVID-19 Moderna telah tersedia di Indonesia dan remaja berusia 12–17 tahun sudah mulai ikut divaksin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja di kelompok usia tersebut bisa menerima vaksin Moderna tanpa mencemaskan efikasi dan keamanannya. Dokter juga dapat mengedukasi keluarga kandidat vaksin bahwa efikasi dan keamanan vaksin ini pada remaja sudah memiliki basis bukti.

Namun, Dokter tentunya tetap perlu mengedukasi pasien dan keluarga mengenai efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin, yaitu reaksi lokal (nyeri di sekitar lokasi suntik) dan reaksi sistemik, seperti nyeri kepala, fatigue, myalgia, dan rasa menggigil.

Referensi