Efikasi Botox dalam Tata Laksana Strabismus

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Hingga kini, belum ada pedoman yang jelas mengenai penggunaan toksin botulinum atau botox dalam pengobatan strabismus. Hal ini salah satunya karena ada begitu banyak jenis strabismus dan juga jenis dari toksin botulinum. Selain itu, efikasi dari botox juga belum diyakini dengan kuat.[1]

Mekanisme Kerja Injeksi Botox pada Strabismus

Toksin botulinum atau botox bekerja dengan menyebabkan paralisis transien pada otot ekstraokular yang disuntikkan. Efek ini akan menginduksi koreksi berlebih sementara dari strabismus yang berlangsung dari 1 hingga 4 bulan. Setelah efek sementara berakhir, koreksi permanen dari deviasi disebabkan oleh faktor mekanis, binokular, dan proprioseptif. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kontraktur atau elastisitas otot ekstraokular, dan jenis strabismus.[2]

Unusual,Closeup,Of,Man,Squint,On,White,Background

Indikasi Terapi Injeksi Botox pada Strabismus

Injeksi toksin botulinum atau botox diperoleh dari ekstraksi bakteri Clostridium botulinum, di mana serotip A adalah yang paling poten dan paling banyak dipakai secara luas. Indikasi terapi injeksi botox pada strabismus antara lain:

  • Esotropia atau eksotropia dengan sudut deviasi kecil hingga sedang (<40 PD)
  • acute onset comitant esotropia
  • Residu strabismus pasca operasi (umumnya dilakukan 2-8 minggu pasca operasi koreksi strabismus)

  • Strabismus paralitik akut (umumnya palsi n.VI)
  • Thyroid eye disease 
  • Sebagai terapi tambahan selain operasi untuk esotropia atau eksotropia sudut besar atau palsy n.VI[2,3]  

Masa Efek Terapi Botox pada Strabismus

Setelah prosedur injeksi otot ekstraokular dengan botox, terjadi paralisis otot selama 48 jam sampai 5 hari. Injeksi botox pada otot ekstraokular menjadi efektif sepenuhnya dalam 3-7 hari setelah injeksi. Durasi paralisis otot bervariasi pada tiap individu, namun umumnya berlangsung selama 8-14 minggu, tergantung kepadatan saraf, lokasi penyuntikkan dan dosis botox yang disuntikkan. 

Alasan mengapa efek botox hilang seiring waktu adalah karena sel otot dapat membentuk reseptor baru, sehingga sinyal saraf terhadap otot ekstraokular terkait akan pulih. Meskipun demikian, setelah pengulangan terapi, efek yang diperoleh bisa lebih lama.[1,4]

Efikasi dan Risiko Komplikasi Terapi Injeksi Botox pada Strabismus

Sebuah tinjauan sistematik dan meta analisis (2017) mengevaluasi data dari 9 studi  untuk mengetahui efikasi toksin botulinum atau botox dalam terapi esotropia infantil. Hasil analisis menunjukkan bahwa angka keberhasilan terapi dengan injeksi botox mencapai 76%. Komplikasi yang dilaporkan setelah prosedur antara lain eksotropia (1%), ptosis transien (27%), dan deviasi vertikal (12%). Rerata perubahan deviasi setelah injeksi botox adalah -30.7, yang mana menunjukkan perbaikan keselarasan mata yang signifikan. Meski demikian, hanya 2 dari 9 studi memeriksa penglihatan binokular setelah intervensi, padahal hal tersebut merupakan luaran yang signifikan secara klinis.[4]

Hasil serupa dilaporkan oleh tinjauan dari American Academy of Ophthalmology (AAO) yang dipublikasikan pada tahun 2021. AAO menyimpulkan bahwa botox memiliki tingkat keberhasilan tinggi pada pasien dengan strabismus horizontal sudut kecil hingga moderat. Dalam tinjauan AAO tersebut, angka keberhasilan botox dilaporkan dalam rentang 60% hingga 89%.[5]

Dalam sebuah studi prospektif yang melibatkan 56 pasien dengan esotropia, dilakukan evaluasi efikasi dari injeksi botox pada strabismus. Pada studi ini, botox diberikan dalam dosis yang berbeda sesuai dengan ukuran deviasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa injeksi botox dalam dosis 2,5 IU untuk sudut deviasi 11-19 PD memiliki tingkat keberhasilan tertinggi (75%). Insiden ptosis pasca injeksi juga dilaporkan paling sedikit (37,5%) dengan dosis terkecil, yaitu 2,5 IU.[6]

Tinjauan Cochrane Tidak Mendukung Efikasi Injeksi Botox pada Strabismus

Kesimpulan berbeda diutarakan oleh tinjauan sistematik Cochrane (2017) yang mengevaluasi data dari 6 uji klinis acak terkontrol. Kelompok peneliti Cochrane menyatakan bahwa bukti ilmiah yang tersedia masih memiliki kualitas rendah dan sangat rendah, dengan hasil yang bervariasi.

Menurut analisis mereka, bukti yang tersedia masih tidak adekuat, terutama untuk mendukung efikasi botox dalam mengurangi gejala visual pada kelumpuhan saraf akut, pasien dengan strabismus horizontal tanpa penglihatan binokular, dan luaran keselarasan okular pada anak dengan esotropia. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa ptosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi dari injeksi botox. Angka kejadiannya ada dalam rentang 1 dari 10 orang hingga 1 dari 2 orang.[1]

Kesimpulan

Injeksi toksin botulinum atau botox telah banyak digunakan untuk manajemen strabismus. Beberapa bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa tindakan ini memiliki efikasi dan angka keberhasilan yang baik. Meski demikian, hasil analisis dari kelompok peneliti Cochrane menyanggah hal ini dan menyimpulkan bahwa bukti yang ada belum cukup kuat untuk mendukung efikasi dari injeksi botox pada strabismus. Di sisi lain, injeksi botox juga memiliki potensi harm, yaitu ptosis, eksotropia, dan deviasi vertikal.

Bukti yang tersedia saat ini masih terbatas karena banyak penelitian mencakup kondisi medis yang heterogen dengan derajat strabismus dan kelompok usia yang bervariasi. Selain itu, studi yang ada juga menggunakan jenis toksin botulinum, teknik, dan dosis yang berbeda-beda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dosis kecil toksin botulinum lebih efektif daripada dosis yang lebih besar. 

Titik akhir studi juga bervariasi dari perubahan sudut koreksi hingga penglihatan binokular fungsional. Pertanyaan lain yang masih memerlukan jawaban adalah jumlah dan interval injeksi toksin botulinum yang diperlukan, yang pada anak-anak yang memerlukan anestesi umum untuk prosedur ini penting untuk dipahami. Uji klinis acak terkontrol lebih lanjut masih diperlukan untuk mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan ini.

Referensi