Peran Acetylcysteine Dosis Tinggi dalam Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Oleh :
Meili Wati

N-acetylcysteine dosis tinggi sering digunakan pada manajemen penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). N-acetylcysteine memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, dan mukolitik yang diharapkan bermanfaat dalam mengurangi gejala PPOK.

Banyak uji klinis telah dilakukan untuk mengeksplorasi efikasi N-acetylcysteine pada PPOK dengan hasil yang berbeda-beda, terutama pada dosis yang sangat rendah atau durasi pemakaian yang singkat. Selanjutnya, beberapa percobaan dilakukan untuk memverifikasi kesesuaian penggunaan N-acetylcysteine dosis tinggi pada PPOK, terutama untuk menurunkan tingkat eksaserbasi.[1]

Peran Acetylcysteine Dosis Tinggi dalam Pengobatan PPOK-min

Mekanisme Kerja N-acetylcysteine pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan keterbatasan aliran udara. Stres oksidatif, inflamasi, dan hipersekresi mukus telah dilaporkan berperan dalam proses terjadinya PPOK.

N-acetylcysteine adalah turunan asam amino L-cysteine. N-acetylcysteine yang diberikan secara oral akan mengalami deasetilasi menjadi sistein, kemudian menginduksi peningkatan konsentrasi glutathione tereduksi dalam plasma dan saluran pernapasan, Pada akhirnya, N-acetylcysteine dapat berinteraksi dan mengurangi reactive oxygen species (ROS), menurunkan inflamasi, serta mengurangi viskositas mukus saluran napas.

N-acetylcysteine juga dilaporkan berinteraksi dengan nuclear erythroid 2–related factor–2 (Nrf2). Nrf2 merupakan faktor transkripsi yang berperan sebagai pengatur status redoks seluler. Nrf2 ditemukan menurun pada pasien PPOK.[1-3]

Efikasi N-acetylcysteine Dosis Tinggi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Banyak dari bukti ilmiah yang mengevaluasi efikasi dari N-acetylcysteine dalam pengelolaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan studi lama dan menunjukkan hasil yang saling bertentangan. Studi-studi terbaru umumnya memiliki jumlah sampel yang kecil dan kekuatan bukti yang kurang baik.[1,4,5]

Sebuah studi prospektif (2019) melibatkan 21 pasien PPOK kelompok N-acetylcysteine dan 19 pasien non-acetylcysteine. Studi ini melaporkan bahwa penambahan N-acetylcysteine 600 mg dua kali sehari (NAC) pada terapi PPOK eksaserbasi akut efektif meningkatkan luaran pasien. Studi ini melaporkan peningkatan signifikan rerata tekanan parsial oksigen (PaO2) pada hari ketiga dan ketujuh. Pada hari ketujuh, kelompok N-acetylcysteine juga menunjukkan peningkatan PaCO2 dan saturasi oksigen yang signifikan. Selain itu, juga didapat perbaikan yang signifikan dalam tanda klinis, termasuk mengi, dispnea, dan kebutuhan oksigenasi.[5]

Hasil berbeda ditunjukkan oleh studi lain yang merupakan uji klinis acak terkontrol (2016). Dalam studi ini, 45 pasien menjalani pengacakan untuk mendapat N-acetylcysteine 1800 mg atau plasebo, 2 kali sehari selama 8 minggu, sebagai tambahan obat rutin mereka. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna kesehatan saluran napas maupun penanda inflamasi dan oksidasi.[4]

Saat artikel ini ditulis, sebuah uji klinis multisenter buta ganda skala besar sedang berlangsung di China. Hasil studi ini diharapkan mampu memberi basis bukti lebih baik mengenai efikasi dan keamanan pemberian N-acetylcysteine dosis tinggi pada pasien PPOK.[1]

Aspek Keamanan N-acetylcysteine Dosis Tinggi

Secara umum, bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan bahwa N-acetylcysteine dapat ditoleransi dengan baik. Tingkat kejadian efek samping pada pasien yang mengonsumsi N-acetylcysteine di atas 600 mg tampaknya setara dengan penggunaan dosis di bawah 600 mg.

Sebuah uji klinis skala besar, yaitu studi PANTHEON, melaporkan bahwa efek samping yang paling sering muncul mencakup infeksi saluran pernapasan atasinfeksi saluran pernapasan bawah, nyeri gastrointestinal, ketidaknyamanan epigastrium, pruritus, pusing, dan diare. Selain itu, dilaporkan 48 (10%) pasien yang mendapat N-acetylcysteine dan 46 (9%) pasien yang mendapat plasebo mengalami efek samping serius. Efek samping serius ini mencakup rawat inap karena PPOK, penyakit arteri koroner, infark serebral, infeksi saluran pernapasan atas dan bawah, serta osteoartropati.[1,6]

Rekomendasi Pedoman Tata Laksana Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Pedoman tata laksana penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2020) mengemukakan bahwa penggunaan N-acetylcysteine mungkin menurunkan risiko eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan pada pasien yang tidak menjalani terapi kortikosteroid inhalasi. Meski demikian, pedoman ini juga menyatakan bahwa bukti ilmiah yang tersedia masih belum cukup untuk merekomendasikan secara pasti populasi target mana yang akan mendapat manfaat terbanyak dari regimen terapi ini.[3]

Kesimpulan

N-acetylcysteine memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, dan mukolitik yang diduga bermanfaat dalam pengelolaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).  N-acetylcysteine dosis tinggi sering diberikan dalam terapi PPOK. Meski demikian, belum ada bukti ilmiah berkualitas yang dapat mendukung efikasinya secara kuat. Uji klinis acak terkontrol skala besar masih diperlukan sebelum rekomendasi yang lebih definitif dapat diberikan.

Referensi